Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Cegah Pimpinan KPK Didanai Kelompok Teroris: Begini Langkah Pansel KPK

Tim Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel Capim KPK) bekerjasama dengan beberapa lembaga dalam proses penjaringan

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
kompas.com
Ketua Pansel Calon Pimpinan KPK Yenti Garnasih 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Tim Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel Capim KPK) bekerjasama dengan beberapa lembaga dalam proses penjaringan calon pimpinan KPK periode 2019-2023.

Tak seperti sebelumnya, tim Pansel Capim KPK periode kali ini meminta bantuan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menelusuri dan mendeteksi ada tidaknya calon pimpinan KPK yang terpapar radikalisme atau bahkan didanai kelompok terorisme.

"Bagi kami, bisa saja yang maju-maju ini di belakangnya ada pendanaan terorisme. Jadi apa salahnya kalau kita menginginkan bahwa komisioner KPK itu tidak ada yang terlibat radikalisme atau pendanaan terorisme?" kata Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih saat ditemui Tribun di kampus Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Kamis (20/6).

Baca: Begini Alasan Ustaz Baequni Minta Maaf Sebar Hoaks KPPS Meninggal Diracun

Yenti mengatakan pelibatan kedua lembaga negara itu untuk menyikapi fenomena masifnya penyebaran paham radikalisme di masyarakat.  Belum lagi, ada artikel dari penggiat media sosial Denny Siregar dan analisa Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane perihal adanya konflik di internal KPK antara "Polisi Taliban" dan "Polisi India", dengan merujuk pada ideologis dan cara kerja penanganan kasus.

Selain antisipasi radikalisme, Pansel Capim KPK juga berusaha mencegah calon pimpinan KPK yang terlibat narkotika, tak terkecuali potensi calon yang didanai kartel narkoba. Oleh karenanya, mereka juga menggandeng Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menelusuri setiap calon pimpinan KPK.

Berikut petikan wawancara eksklusif Tribun dengan Ketua Tim Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih:

Apa yang melatarbelakangi tim Pansel Capim KPK melibatkan BNPT, BIN dan BNN dalam seleksi calon pimpinan KPK periode kali ini?

Beberapa anggota Pansel, tidak hanya saya karena ada Harkristuti Harkrisnowo dan Indriyanto Seno Adji dan lainnya, aware sekali bahwa radikalisme menjadi isu belakangan ini di masyarakat. Kemudian di BNPT dan BNN juga.

Kami berpandangan ini penting dan tidak semua lembaga mengizinkan ada radikalisme di sana. Kami enggak berbicara radikalisme itu atau yang lainnya.

Baca: Panglima TNI dan Menko Jadi Jaminan: Ini yang Dilakukan Eks Danjen Kopassus usai Keluar Sel

Walaupun begitu, ada terpengaruh statement dari wacana yang berkembang, bahwa di KPK kan ada kubu-kubu. Bahkan, IPW mengatakan di KPK itu ada Taliban dan ada Polisi India.

Jadi sejauh mana kebenarannya itu, kami putuskan komisioner yang kami pilih nanti yang tidak terpapar seperti itu. Bagaimana mengukurnya, maka itu kami minta bantuan BNPT dan BIN.

Bagaimana Pansel Capim KPK mengukur dan menilai adanya unsur radikalisme pada calon pimpinan KPK tertentu?

Bagi kami, bisa saja yang maju-maju ini di belakangnya ada pendanaan terorisme. Jadi, apa salahnya kalau kami menginginkan bahwa komisioner KPK itu tidak ada yang terlibat radikalisme atau pendanaan terorisme?

Dari 260 juta penduduk, kami mencari 10 orang yang nanti bakal diambil lagi 5 orang, dan dipastikan mereka tidak terpapar radikalisme maupun pendanaan terorisme. Masa iya yang terpapar yang kami pilih. Logikanya kami kan mencari yang terbaik.

Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua mengatakan Pansel gagal paham antara mencari pimpinan KPK dan terorisme. Apa pendapat Anda?

Saya tak tahu siapa yang gagal paham. Akan tetapi begini, kami kalau bicara soal ada keterlibatan terorisme itu bukan semata-mata ada komisioner yang ternyata terlibat dengan terorisme, bukan begitu. Kita  kan punya Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (UU Nomor 9 Tahun 2013).

Pokoknya kami tak mau ada orang yang mendaftar itu tapi ternyata dia terlibat dalam pendanaan terorisme. Itu bisa jadi masalah karena kalau kasusnya naik bagaimana?

Nah, yang gagal paham bagaimana ini, jangan-jangan kita berbeda perspektif? Tapi, permasalahannya kan ini Pansel yang menentukan, bukan sekadar jangan sampai teroris mendaftar.

Jadi, yang kami mewaspadai adalah pendanaan terorisme, dan Indonesia lolos dari negara yang diawasi tentang TPPU ketika kita belum punya pendanaan terorisme. Begitu kita punya UU pendanaan terorisme, kita bakal lolos dari blacklist.

Sudah komunikasi dengan Kepala BNPT Suhardi Alius dan Kepala BIN Budi Gunawan untuk antisipasi radikalisme dalam proses seleksi capim KPK ini?

Sudah tentu, kami sudah meminta agar tracking (calon-calon pimpinan KPK) ke sana. Kami rapat dan memutuskan seperti itu. Kemudian kami sudah mengirim surat tanggal 20 Mei, dan pada tanggal 21 Mei 2019 seharusnya saya datang ke Setneg, tapi kan saat itu rusuh di Bawaslu, jadi tidak bisa. Kemudian tanggal 24 Mei 2019 saya datang ke Setneg untuk mendraft surat-surat ke BNPT, BIN, dan BNN.

Mereka sudah menentukan jadwal untuk audiensi nanti. Tanggal 1 Juli 2019 dengan BNPT pukul 15.30 WIB, dengan BNN pada 2 Juli 2019 pukul 13.00 WIB, tanggal 3 Juli 2018 dengan BIN pukul 10.00 WIB.

Yang jelas, mereka bersedia membantu kalau nanti kami minta tracking terhadap nama-nama capim KPK yang diseleksi, apakah mereka terpapar radikalisme, atau terlibat dengan sindikat narkotika.

Baca: KPK Usut Kembali Kasus Korupsi Bank Century, Panggil Penyidik Lama untuk Tersangka Baru?

Jadi, Pansel ingin memastikan dan menginginkan bahwa komisoner KPK nanti bersih dari itu paparan radikalisme maupun pendanaan terorisme serta narkotika?

Selain itu, kami ingin yang maju ini juga bersih dari tindak pidana lain. Pasti janganlah yang mantan penjahat, atau yang tengah ada kasus, atau yang sedang dituntut. Tapi, kami tak dengar ada yang sedang menunggu kasasi. Kami tak dengar atau yang bakal dinaikkan menjadi tersangka oleh KPK.

Termasuk juga dengan unsur narkoba, karena tadi Anda menyebut BNN juga akan dimintai pendapat terkait ini?

Tentu saja, jadi bukan sekadar kami khawatir pengguna narkoba yang masuk jadi komisioner, bukan hanya ke sana. Namun, kami khawatir jangan sampai orang yang mendaftar di KPK ini ada penyokong di belakangnya, baik itu oleh kartel atau sindikat narkoba lainnya.

Ini kan sama saja dengan yang radikalisme tadi, dan ini skalanya luas sekali. Saya dan beberapa teman sangat memahami semua itu.

Apakah itu berarti Pansel KPK di bawah Anda akan lebih cermat dalam melihat kemungkinan-kemungkinan radikalisme hingga narkotika?

Kami hati-hati sekali sekarang. Pengalaman yang lalu kan juga begitu. Sudah dalam tahap wawancara, ternyata ada salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka. Itu mubazir karena kami sudah kerja keras.

Bukan hanya radikalisme, narkotika, dan pendanaan terorisme, tapi juga jangan pernah terlibat kejahatan-kejahatan lain yang kami minta tracking­-nya kepada kepolisian, jaksa, dan KPK.

Tim Pansel juga sudah menyambangi KPK beberapa hari yang lalu, apa dari internal KPK ada yang menyampaikan keberatan atas rencana kerja sama dengan BNPT dan BIN terkait radikalisme ini?

Kebetulan saat itu kami bertemu para komisioner, dan tak ada keberatan. Akan tetapi, kalau keberatan yang lain di media, saya tak memperhatikan.

Kalau boleh dibandingkan antara pendaftaran periode sekarang dan periode sebelumnya, bagaimana antusiasisme pendaftaran calon pimpinan KPK kali ini?

Saya belum bisa membandingkan, karena ini kan baru empat hari ya. Tapi kalau yang periode lalu hari pertama dan kedua itu kosong. Kalau sekarang hari pertama sudah ada 4 yang mendaftar.

Akan tetapi, biasanya hari pertama sampai minggu pertama itu masih sepi, nanti hari kedelapan sampai 14 hari kerja biasanya sudah banyak. Ya semoga dalam 14 hari kami mendapatkan jumlah yang memadai.

Bahaya sekali kalau yang mendaftar sedikit, sudah sedikit dan tidak layak menurut kami, karena kan persyaratan itu 40 sampai 65 tahun. Namun kan orang itu sesuai dengan yang kami butuhkan, terpaksa kami harus membuka perpanjangan 14 hari, tapi semoga saja tidak ada perpanjangan.

Anda bukan kali ini menjadi Pansel, karena periode sebelumnya Anda juga sudah menduduki posisi anggota Pansel. Lelah tidak menjadi anggota Pansel KPK?

Lelah sekali ya. Saya yang paling berat itu Pansel KPK. Mulai dari sorotannya dan lainnya. Artinya, kalau memang pemberantasan korupsi itu penting sekali untuk Indonesia, yang menyoroti kan banyak.

Kemudian kami harus mencari dan menjelaskan, apalagi sekarang era digital, era keterbukaan, semua mengkritisi, mem-bully. Baru mulai langsung dikritik semuanya. Didiamkan nanti dianggap benar, dilayani kami lelah sendiri. Makanya beberapa tahap tertentu saya jawab sejumlah kritik. Tahapannya berat ya, karena isu korupsi itu menjadi isu yang sangat penting.

Apakah Anda mengetahui di publik terjadi banyak spekulasi soal kunjungan Pansel ke Mabes Polri? Bahkan, ICW mengatakan akan ada konflik kepentingan jika pejabat Polri menjadi komisioner KPK. Bagaimana Anda merespons itu?

Yang jelas begini, tidak mungkin kami melarang (pejabat Polri mendaftar seleksi calon pimpinan KPK) , karena Undang-undang tidak melarang. Kami berpatokan ke sana, karena kami bekerja karena Undang-undang. Undang-undang menyebut bahwa komisioner terdiri dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

Jadi, kalau saking semangatnya semua unsur masyarakat nanti kami bisa digugat. Belum lagi yang menentukan para komisioner KPK itu DPR. Jadi, kami tidak bisa langsung bilang tidak ingin ada polisi di KPK, karena tidak ada Undang-undangnya.

Apa pendapat Anda tentang rencana didaftarkannya Wakil Kabareskrim Irjen Pol Antam Novambar dan 8 pejabat Polri lainnya dalam seleksi calon pimpinan KPK?

Saya belum lihat. Sampai kemarin belum ada yang daftar dari polisi. Saya sendiri belum tahu, apakah itu isu atau rencana. Artinya belum tahu saya apakah itu sudah daftar atau enggak. Tapi tidak apa-apa, mau daftar 90 orang juga boleh.

Jika unsur Polri kembali menjadi pimpinan KPK, Anda menilainya bagaimana?

Saya kasih contoh, saat terjadi OTT (Operasi Tangkap Tangan) di daerah, KPK itu sangat butuh kerja sama dengan polisi di daerah tersebut. Itu yang mengamankan siapa, mengejar siapa, mengawal siapa, diperiksa di mana?

Seandainya ada calon pimpinan KPK yang lolos berasal dari polisi dan jaksa, meskipun kami tidak menjanjikan itu ya, kan akan ada sinergi di KPK sendiri. Itu sangat membantu.

Akan ada kecepatan dan percepatan. (Pimpinan KPK) sekarang buktinya ada Irjen Pol Basaria Panjaitan sebagai komisioner. Itu akan artinya memudahkan kerja KPK. Kalau misalnya tidak ada polisi dan jaksa di KPK, mereka di daerah ketika diminta tolong dan ternyata tidak mau, ini bagaimana?

Jadi, tolong jangan kita ini memprovokasi. Kalau ingin berbicara, punya keinginan, sampaikanlah dengan cara-cara yang baik, yang tidak mendorong kami untuk melanggar hukum. Kalau Pansel melarang polisi mendaftar sebagai komisioner KPK, maka Pansel melanggar hukum. (tribun network/rez/coz)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved