Kasus Makar Jenderal Purnawirawan: Begini Kata Kapolri soal Meyjen Kivlan dan Eks Danjen Kopassus
Mayjen (purn) Kivlan Zen melalui pengacara Tonin Tachta, mengirim surat permohonan perlindungan ke Menteri Koordinator
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Mayjen (purn) Kivlan Zen melalui pengacara Tonin Tachta, mengirim surat permohonan perlindungan ke Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Pertahanan, Pangkostrad, Kepala Staf Kostrad dan Danjen Kopassus. Kivlan memita perlindungan dari para menteri dan komandan satuan terkait tuduhan kasus makar yang dialatkan kepadanya.
Demikian disampaikan Tonin saat ditanya apakah ia mengirim surat permohonan tersebut kepada sejumlah pejabat. Tonin mengungkapkan, surat tersebut dikirim pada 3 Juni kepada dua menteri dan tiga pejabat militer tersebut atas permintaan Kivlan.
Baca: Ganjal PDIP di Pilkada Serentak 2020: Ini yang Dilakukan Kader Nasdem
Tujuan pengiriman surat tersebut untuk meminta perlindungan hukum dan jaminan penangguhan kepada polisi. "Benar (kirim surat). Adalah diajukan tanggal 3 Juni 2019. Mengirimkan surat ke Menhan, Menko Polhukam, Pangkostrad, Kastaf Kostrad dan Danjen Kopassus untuk meminta perlindungan hukum dan jaminan penangguhan di kepolisian," papar Tonin melalui pesan singkat, Rabu (12/6/2019).
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan belum menerima surat tersebut. Ia juga belum mengetahui kebenaran akan adanya surat yang dikirim kepadanya. Saat ditanya apakah ada mekanisme baginya untuk memberi perlindungan dan jaminan untuk penangguhan penahanan Kivlan, Ryamizard menjawab belum mengetahui hal tersebut.
Ia menambahkan, Kementerian Pertahanan memiliki kewenangan untuk mengelola aktivitas purnawirawan yang tergabung dalam kelompok veteran. Namun, ia belum mau berkomentar lebih lanjut apakah ia bisa memberikan perlindungan hukum dan jaminan penangguhan penahanan di kepolisian.
"Pertama, saya belum baca. Akan saya baca masalahnya dan lain-lain. Saya akan panggil Kepala Biro Hukum saya, ini bagaimana, bagaimana. Apa yang harus dilakukan," ujar Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (12/6/2019).
"Kalau 'Iya, begini Pak, bagus', Saya lakukan. Tapi kalau 'Jangan Pak', ya saya enggak. Gitu. Tergantung Biro Hukum saya. Untuk apa dia ada kalau enggak memberikan saran kepada saya," lanjut dia.
Baca: Alasan Kubu Jokowi Sulut Yakin Pilpres Tak Curang: Ini Klaim Data Prabowo Menang
Tonin sebelumnya mengatakan, saat ini pihaknya mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap Kivlan Zen dengan tujuan Kivlan dapat memberikan keterangan secara langsung terkait kasus yang melibatkannya.
Polisi telah merilis peran Kivlan sebagai tersangka dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan pembunuhan berencana terhadap 5 tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei.
Peran Kivlan terungkap dari keterangan para saksi, pelaku dan sejumlah barang bukti. Menurut polisi, Kivlan diduga berperan memberi perintah kepada tersangka HK alias I dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan. Rencanakan Pembunuhan Kivlan memberikan uang Rp 150 juta kepada HK alias I untuk membeli beberapa pucuk senjata api.
Kivlan juga diduga berperan menetapkan target pembunuhan terhadap 4 tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei. Keempat target itu adalah Menko Polhukam Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere. Sementara itu, pimpinan lembaga survei yang dijadikan target yakni Yunarto Wijaya.
''Tolong Koreksi Polri Tidak Pernah Mengatakan Dalang Kerusuhan itu adalah Bapak Kivlan Zen''
Tito Karnavian mengatakan, pihaknya tidak pernah menyebut Kivlan Zen sebagai orang di balik kerusuhan 21-22 Mei lalu.
"Tolong dikoreksi bahwa dari Polri tidak pernah mengatakan dalang kerusuhan itu adalah Bapak Kivlan Zen. Enggak pernah," kata Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian di Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019).
Tito Karnavian menjelaskan, acara jumpa pers yang digelar di kantor Kemenko Polhukam pada Selasa (11/6/2019) lalu adalah pengungkapan kronologi kerusuhan 21-22 Mei.
"Yang disampaikan saat press release di Kemenko Polhukam adalah kronologi peristiwa 21-22 Mei di mana ada dua segmen yakni aksi damai dan aksi yang sengaja untuk melakukan kerusuhan," ujar Tito.
Baca: MK Sidang Pendahuluan, BPD Prabowo Sandi di Sulut Dukung Data, Melki: Ada Keluhan Masyarakat
"Kalau saya berpendapat peristiwa (kerusuhan) jam setengah 11 malam (tanggal 21 Mei) dan selanjutnya itu sudah ada menyetting. Tapi tidak menyampaikan itu Pak Kivlan Zen," sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, kepolisian merilis peran tersangka Kivlan Zen dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan pembunuhan berencana terhadap 5 tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei.
Peran Kivlan terungkap dari keterangan para saksi, pelaku dan sejumlah barang bukti.
"Berdasarkan fakta, keterangan saksi dan barang bukti, dengan adanya petunjuk dan kesesuaian mereka bermufakat melakukan pembunuhan berencana terhadap 4 tokoh nasional dan satu direktur eksekutif lembaga survei," ujar Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.
Pertama, Kivlan diduga berperan memberi perintah kepada tersangka HK alias I dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan.
Menurut Ade, setelah mendapatkan 4 senjata api, Kivlan masih menyuruh HK mencari lagi satu senjata api.
Kivlan juga diduga berperan menetapkan target pembunuhan terhadap 4 tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Masih Ada Ruang Komunikasi
Kapolri Tito membandingkan kasus yang menjerat Mayjen (Purn) Kivlan Zen dengan kasus Mayjen (Purn) Soenarko. Keduanya memiliki grade atau tingkatan yang berbeda.
"Agak berbeda dengan kasus Bapak Soenarko, ini senjatanya jelas, kemudian dimiliki oleh beliau waktu beliau di Aceh, lalu dibawa ke Jakarta, kemudian belum ada rencana senjata itu akan digunakan, misalnya untuk melakukan pidana tertentu, seperti dalam kasus Bapak Kivlan Zen. Jadi grade-nya beda," ucap Tito kepada wartawan di Monas, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Jadi, Tito merasa Polri masih membuka komunikasi dengan Soenarko. Tito tidak menjelaskan maksud lebih lebih detail soal 'komunikasi' yang diucapkan.
"Sehingga, saya kira masih bisa terbuka ruang komunikasi untuk masalah Bapak Soenarko ini," ucap Tito.
Berbeda dengan kasus Kivlan Zen. Kasus Kivlan Zen tak hanya soal senjata api, tapi juga soal permufakatan jahat. Jadi kasus ini harus dilanjutkan sampai pengadilan.
"Tapi untuk masalah Bapak Kivlan Zen, saya kira karena sudah banyak tersangka yang sudah ditangkap, termasuk calon eksekutor, senjatanya ada 4, saya kira meskipun tidak nyaman, kita harus jelaskan kepada masyarakat, harus diproses di pengadilan," kata Tito. (Tribun/dtc/kps)