China VS AS
Trump Ancam Akan Kembali Menaikan Tarif Impor Lebih Dari 25 Persen,Jika Xi Jinping Tidak Lakukan Ini
Setelah tarif impor China naik 25 persen, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengancam bakal kembali menaikkan tarif impor
"Kenaikan tarif ini dimaksudkan untuk mendorong China mengubah kebijakan dan perilaku berbahawa serta menerapkan kebijakan yang akan mengarah pada pasar yang adil serta kemakmuran seluruh rakyat," kata Lighthizer dalam pernyataan yang dikutip Reuters.
Hingga saat ini belum ada pembicaraan resmi antara AS dan China setelah Trump meminta China mengubah kebijakan soal hak kekayaan intelektual, transfer teknologi, serta subsidi untuk industri berteknologi tinggi.
Pejabat pada pemerintahan Trump menyebut, bahwa AS masih membuka peluang pembicaraan dengan China. Lewat pembicaraan informal, kedua negara mendiskusikan kemungkinan negosiasi yang membuahkan hasil.
Tarif baru ini akan berlaku pada barang-barang bernilai sekitar US$ 200 miliar yang disebutkan oleh USTR bulan lalu. Besaran barang-barang yang kena bea masuk ini naik dari sebelumnya US$ 34 miliar, termasuk komponen elektronik China, mesin-mesin, mobil, dan barang-barang industri.
Trump pun mengancam penerapan pada lebih dari US$ 500 miliar produk China, yang merupakan hampir seluruh impor AS dari China.
USTR mengatakan akan memperpanjang periode sosialisasi daftar barang US$ 200 miliar dari sebelumnya 30 Agustus menjadi 5 September, jika tarif baru 25% diterapkan. Daftar barang yang dirilis pada 10 Juli lalu ini menekan konsumen AS. Produk-produk yang termasuk dalam kenaikan tarif misalnya ikan nila China, makanan anjing, furnitur, produk lampu, papan sirkuit, serta bahan bangunan.
Menanggapi ini, China mengatakan bahwa pemerasan tidak akan berhasil dan akan membalas AS jika mengambil langkah lanjutan yang menghambat perdagangan, termasuk menerapkan tarif yang lebih tinggi.
"Tekanan AS dan pemerasan tidak akan menimbulkan efek. Jika AS mengambil tindakan lebih jauh, China akan mengambil langkah penanggulangan dan dengan tegas melindungi hak-hak sah kami," kata Geng Shuang, Jurubicara Kementerian Luar Negeri China.
Mata uang beberapa negara
Pelemahan yuan seret rupiah dan mata uang emerging market lainnya
Nilai tukar rupiah bergerak makin liar menembus level-level terendahnya yang baru dalam tahun ini. Berbagai kebijakan moneter yang telah dikerahkan Bank Indonesia (BI) tampaknya belum cukup menahan kurs agak tak kian jatuh di hadapan dollar Amerika Serikat (AS).
Akhir pekan ini, rupiah bahkan sempat diperdagangkan pada level Rp 14.545 di pasar spot, level terendahnya sejak Oktober 2015.
Kepala Ekonom Maybank Indonesia Juniman menjelaskan, pelemahan rupiah di penghujung pekan ini dipicu oleh melemahnya mata uang Yuan China. Mengutip Bloomberg, Jumat (20/7) pukul 18.00 WIB, yuan berada level 6,7912 yang merupakan level terendahnya sejak Juli 2017.
"Melemahnya yuan membuat mata uang emerging market ikut terseret. Jadi tidak hanya rupiah, tapi juga mata uang lainnya kompak melemah," ujar Juniman, Jumat (20/7).
Pelemahan yuan, tambah Juniman, tak lepas dari konflik dagang China dengan AS yang masih bergulir sampai saat ini. Menurutnya, ada unsur kesengajaan di balik melemahnya yuan sebagai bentuk pembalasan tarif impor yang dikenakan AS pada barang-barang China tersebut.