Religi
Akan Ada Pelantikan Anak Cabang Pemuda Katolik Se-Kabupaten Minahasa
Diketahui, tanggal 15 November 1945 Lahir AMKRI di tengah ramainya perjuangan dan munculnya organisasi kepemudaan.
Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
Namun sayang bahwa generasi muda Marhaen yang Katolik sudah tidak sehebat dan sepaham dengan generasi muda pertama dan kedua.
Pada tahun 1922 Pastor Van Lith, dialun-alun Mangkunegara pada suatu pagi menyaksikan Padvinder Pribumi (Pramuka) sedang latihan.
Pada saat itu, Pastor Van Lith merenungkan (dari catatan harian beliau) sebagai berikut : Pada saat ini anak-anak pribumi tampak jinak bagi Pemerintah Hindia Belanda, akan tetapi besok bila mereka telah dewasa pasti datang saatnya mereka akan menjadi musuh Pemerintah Belanda.
Dan jika hal itu terjadi, saya akan memihak bangsa Indonesia. Nasib bangsa Indonesia yang akan datang terletak pada pemuda-pemudanya.
Demikian pula nasib Gereja di Indonesia ini, terletak apada pemuda-pemuda Katolik-nya.
Bulan Agustus tahun 1923, sejumlah 30 guru bekas murid-murid Kweekschool (SGB) jaman penjajahan Belanda yang usianya 22 hingga 23 tahun mendirikan perkumpulan Katolik untuk aksi politik bagi orang-orang Jawa.
aat itu jumlah orang Katolik di Jawa sekitar 1.000 orang. Bulan Februari tahun 1925 berdiri Perkumpulan Politik Katolik Jawa. Tahun 1930 organisasi-organisasi politik umat Katolik bersatu menjadi Persatuan Politik Katolik Indonesia diseluruh Indonesia (Hindia Belanda) sebelum pecah Perang Dunia II, terdapat 41 cabang. Sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga tahun 1966 Partai Katolik hampir selalu duduk dalam kabinet. Tahun 1948 hingga 1950 berlaku Kasimo Plan, yaitu rencana produksi pertanian selama tiga tahun yang dicetuskan oleh Bapak. I.J. Kasimo yang saat itu menjadi Menteri Muda Kemakmuran.
Tanggal 1 sampai 17 Desember 1949 diadakan KUKSI. Dalam KUKSI diputuskan untuk Partai Katolik, yaitu satu-satunya partai politik di Indonesia bagi umat Katolik.
Tgl 21 Februari 1957, diumumkan adanya Konsepsi Presiden, yaitu ide mengenai Demokrasi Indonesia yang berdasarkan Gotong-royong. Berdasarkan ide tersebut, dibentuk Dewan Nasional dan Kabinet Kaki Ampat (terdiri dari Masyumi, NU, PNI, dan PKI). Mengenai Konsepsi Presiden yang ditawarkan kepada partai-partai tersebut, NU, PSII, Parkindo, IPKI, PSI menyatakan pikir-pikir dulu, sedangkan Partai Katolik dan Masyumi dengan tegas menolak.
Sejak saat itu, Partai Katolik dan Masyumi tidak pernah diikutsertakan dalam Pemerintahan (tidak ikut duduk dalam Kabinet/tidak ada umat Katolik yang menjadi Menteri). Tahun 1948 Ketua Umum Partai Katolik mengalami pergantian. Bapak I.J. Kasimo digantikan Bapak Frans Seda. Mulai saat ini Partai Katolik diikutsertakan dalam Pemerintahan lagi.
Tgl 30 September 1965timbul pemberontakan PKI yang kedua, yang menyebabkan Orde Lama (Orla) diganti dengan Orde Baru (Orba). Bersamaan dengan itu timbul organisasi-organisasi yang bersifat pejuang politik temporer, yaitu : Front Pancasila, KAMI, KAPPI, dan lain-lain.
Sejak saat itu pula umat Katolik membentuk Front Katolik Tanpa Lubang, yaitu semua umat Katolik termasuk umat Katolik yang berorientasi Nasionalisme dan masuk dalam organisasi-organisasi Marhaen (PNI, GMNI, PERWANAR, GSNI, dll) supaya bersatu melawan gerakan Komunis yang mengadakan pemberontakan.
Tanggal 5 sampai 8 Desember diadakan Kongres X di Yogyakarta, merupakan Kongres terakhir Partai Katolik, sebab setelah itu timbul pengelompokan sosial politik menjadi tiga, yaitu : Golongan Karya Pembangunan, Golongan Pembangunan Spiritual, dan Golongan Pembangunan Materiil.
Kemudian, dengan adanya Undang-undang No.5 Tahun 1973, ketiga golongan tadi menjadi GOLKAR, PPP, dan PDI. Secara resmi, Partai Katolik berfusi dalam Partai Demokrasi Indonesia bersama dengan PNI, Parkindo, IPKI, dan MURBA. Sejak saat itu kegiatan berpolitik bagi umat Katolik secara formal terdapat di dalam dua wadah, yaitu dalam PDI dan GOLKAR. Secara tidak langsung melalui kedinasan ABRI dan diangkat ke DPR (F-ABRI).
Di kediaman Bapak I.J. Kasimo, Jl. Sutan Syahril No.33 A Jakarta, tgl 28 Agustus 1928, dilaksanakan misa dengan iringan nyanyian Gregorian untuk mengenang ibadat perjuangan mendatang (bertepatan dengan pesta Santo Agustinus) yang dipimpin oleh Mgr. Darius Nggawa (Uskup Larantuka, Flores).