Liando Beber Faktor Pemilih Jadi Apatis, Calon tak Kompeten hingga 'Mandul' Tindak Pelanggaran
Instrumen mendorong pemilu berkualitas adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pemilu, termasuk partisipasi menyalurkan hak suara.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Chintya Rantung
Liando Beber Faktor Pemilih Jadi Apatis, Calon tak Kompeten hingga 'Mandul' Tindak Pelanggaran
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Instrumen mendorong pemilu berkualitas adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pemilu, termasuk partisipasi menyalurkan hak suara.
Demikian disampaikan Ferry Liando, Pengamat Pemilu kepada tribunmanado.co.id, Kamis (21/3/2019).
Partispasi masyarakat tidak hanya sebatas memberikan suara di TPS. Sebab pemilu itu tidak menjadikan masyarakat hanya sebatas objek tetapi sebagai subjek pemilu.
Baca: Terduga Teroris yang Ditangkap di Klaten Disangka Bunuh Diri, HCL Jadi Penyebabnya
Baca: Pendukung Inginkan Kylian Mbappe, Zidane Diberikan Wewenang, Inilah Pemain-pemain Buruan Madrid
Namun demikian banyak hal yang sering menghambat masyarakat untuk berpartipasi.
Hambatan itu, pertama adalah ketidakpercayaan masyarakat baik terhadap kontestan calon.
Masyarakat menilai sebagian besar calon yang disodorkan oleh parpol merupakan calon yang bukan ahli dalam mengelola negara.
Parpol cenderung mengajukan calon yang hanya memiliki kesiapan finansial ketimbang kapasitas calon.
Masyarakat enggan ke TPS karena tidak yakin apakah setelah pemilu akan memberikan dampak bagi perbaikan nasibnya.
Selama ini masyarakat sudah bolak balik TPS tapi tantangan hidup makin berat karena politisi yang tepilih lewat pemilu tidak mampu mengelola negara dengan baik.
Sebagian terjerat hukum dan sebagian tidak inovatif.
Kedua, dalam hal proses atau tahapan pemilu, sebagian besar masyarakat pasif berpartipasi karena respon penyelenggara terhadap laporan-laporan masyarakat tidak berakhir dengan vonis.
Prosesnya jalan, tapi tidak berlanjut sampai pada sanksi.
Banyak kasus laporan masyarakat soal dugaan pelanggaran maupun keterlibatan ASN tapi pihak yang menangani tidak bisa melanjutkan kasus hukumnya karena kekurangan barang bukti atau dianggap tidak memenuhi syarat formil atau materil.
Prosedur yang berbelit-belit ini menyebabkan masyarkat apatis.
UU 7 tahun 2017 tentang pemilu memnang masih banyak memiliki kelembagan sehingga membatasi ruang gerak penyelenggara dalam proses hukum.
Misalnya subjek hukum pelaku politik uang. UU hanya membatasi hanya pada calon atau tim kampanye, sehingga meski pelakunya orang dengan calon namun pelaku bukan terkait dua unsur tadi maka sulit untuk berproses.
Begitu pula dengan norma yang menyebut barangsiapa dengan sengaja membagikan barang atau uang.
Persoalnya dalam setiap persidangan Gakumdu, pelaku selalu mengelak bahwa tindakan itu tidak disengaja. Kondisi-kondisi ini yang bisa membatasi ruang publik untuk berpartipasi.
Namun demikian Partispasi publik tetap sangat penting sebagai bagian yang paling menentukan terpilihnya calon yang dianggap masih mampu utntuk diandalkan.
Baca: Kepenatan Nikita Mirzani yang Dilaporkan 2 Mantan Suaminya: Hadapi Gue Sendiri
Baca: Tagana Sulut Beri Edukasi Kebencanaan Kepada Masyarakat dan Siswa di Makalehi
Media massa perlu menjadi bagian utama membekali masyarakat agar bisa menjadi pemilih yang lebih berkualitas.
Masih banyak pemilih yang belum sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Jika pemilihnya berkualitas maka hasil pemilunya akan mengikuti. Dsri hasil itu diharapkan lahirnya cita-cita bangsa yang didambakan selama ini. (ryo)