Kisah Preman Asal Kotamobagu Yang Rela Naik Tiang Listrik Demi Sekolahkan Anaknya
Tato dengan berbagai motif pun terlihat di kedua tangan hingga dadanya yang kurus.
Penulis: Nielton Durado | Editor: Alexander Pattyranie
Kisah Preman Asal Kotamobagu Yang Rela Naik Tiang Listrik Demi Sekolahkan Anaknya
TRIBUNMANADO.CO.ID, MOLIBAGU - Hembusan angin sepoi-sepoi menjadi teman bagi Inom (28) warga Kotamobagu yang sedang duduk dibawah pohon sirsak, Rabu (13/2/2018) di desa Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara (Sulut).
Sesekali mata Inom terpejam, menyambut hembusan nikmatnya angin tersebut.
Di antara jemari telunjuk dan jari tengahnya terselip sebatang rokok untuk dinikmati melalui istirahatnya usai bekerja.
Tak berapa lama, Inom kemudian melepas jaketnya yang kira-kita kainnya setebal setengah centimeter.
Tato dengan berbagai motif pun terlihat di kedua tangan hingga dadanya yang kurus.
Inom adalah salah satu dari sekian banyak pekerja di PLN Kotamobagu yang sedang memasang kabel di Desa Pinolosian Kabupaten Bolsel.
"Dulu sering nongkrong di pasar, tapi sekarang sudah kerja di PLN," ujarnya ketika ditemui Tribun Manado.
Inom ternyata dulunya adalah seorang preman di salah satu pasar kota Manado, tapi ia memilih berhenti karena sudah memiliki anak.
"Sekarang kan sudah ada tanggung jawab, jadi suka cari duit yang halal," bebernya.
Satu orang putrinya sudah menjadi motivasi kerjanya selama ini.
"Pokoknya sekarang saya ingin membesarkan anak saya dengan cara yang benar," ucapnya.
Dalam sehari ia bisa memanjat hingga 20 tiang listrik.
"Gajinya ada yang seminggu, tapi bisa juga diambil dalam sebulan," ungkapnya.
Dalam seminggu Inom bisa mendapatkan Rp 500.000. Untuk sebulan ia memperoleh Rp 2. 300.000 dari perusahaannya.
"Kalo sudah ada uangnya saya langsung serahkan ke istri untuk biaya sekolah anak," ucapnya.
Sedangkan untuk memanjat satu tiang listrik, Inom hanya dibekali oleh seutas tali dipinggang.
"Naiknya masih manual, tapi memang butuh keterampilan. Kadang kalau sudah diatas, saya sering takut. Namun wajah anak dan istri saya selalu jadi penyemangat," ungkapnya.
Ia berharap suatu saat nanti, sang putri bisa sekolah dan tidak merasakan pekerjaan sepertinya.
"Kalau Allah berkenan, doa saya semoga dia jadi dokter lalu rawat saya di hari tua," tandasnya.
(Tribunmanado.co.id/Nielton Durado)