Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tanggapi Tulisan Tentang Rocky Gerung, Stefi Rengkuan : Bukan Tanpa Kritik

Stefi Rengkuan, anggota pengurus Perhimpunan Intelektual Kawanua Global (PIKG) turut memberikan pendapat soal Rocky Gerung.

Penulis: | Editor: Chintya Rantung
zoom-inlihat foto Tanggapi Tulisan Tentang Rocky Gerung, Stefi Rengkuan : Bukan Tanpa Kritik
ist
Stefi Rengkuan

 "Mungkin kesannya saya sedang membuat pembelaan atau pembenaran argumen sendiri. Ya, tapi tidak sedang membela siapapun. Hanya mengkritis "akal sehat" ala  Rocky yang dipuja oleh penulis  di atas. Memang terkesan sekedar beretorika membela apapun yang dikritik tentang paslon nomor 2. Ini tidak sehat dalam dunia berpikir dan Alam berdemokrasi publik Indonesia," katanya.

Sayang baginya konteks tulisan tidak disertakan penulis, tapi sudah jelas hanya konteks keberpihakan personalnya. Tidak pula diceritakan konteks pembelaan Rocky terhadap paslon 02, walau dia sendiri mengakui bukan timses 02. 

Baca: Pengamat Politik Ferry Liando Mengatakan Ada Tiga Hal yang Harus Diperhatikan saat Debat Capres

"Masih ingat pidato PS yang menyebut Indonesia akan bubar tahun 2030? Konon katanya berdasarkan sebuah novel (fiksi) tapi basisnya ilmiah karena penulisnya diklaim sebagai ahli strategi dst?," ujarnya

Ia mengatakan pada saat timses 01 menyerang ramalan berdasarkan karya fiksi tersebut, lalu timses 02 belepotan menjelaskan apa sebenarnya maksud dan tujuan paslon yang menyatakan ramalan bubarnya Indonesia. 

"Maka jawaban berpusat pada penjelasan maksudnya begini begitu lho, bukan mengharapkan kehancuran tapi hanya mengingatkan. Oh begitu, ya oke saja," ujarnya.

Ia mengatakan datanglah sang sofis, konteksnya di Yunani kuno: para filsuf yang pintar bermain kata, retorika semata demi menunjukkan kepintaran mereka, tak peduli substansi dan kebenaran serta tujuan benar dan baiknya. Mungkin baginya para sofis jaman Socrates ini sangat kental sekarang diwakili oleh Rocky Gerung yang memang cantik dan indah bermain kata terutama hal yang dianggap filosofis walau sebenarnya lebih spekulatif daripada berbasis realitas dalam idealitasnya.

Baca: Bupati Sitaro Gagal Kunjungi Pengungsi Gunung Karangetang yang Terisolasi di Kampung Batubulan

"Lama meninggalkan buku-buku kuliah filsafat di kampung terpencil Minahasa, tapi saya pribadi merasakan ada kesan pembelaan "filosofis spekulatif" ala Rocky ini untuk sekedar membela dengan kata-kata apa yang telah lancang ditegaskan oleh paslon yang dibelanya itu. Padahal paslon 02 sendiri mungkin tidak mengatakan kata 'fiksi' itu sendiri. Melainkan para pengkritik ramalan PS ini yang berargumen bahwa seorang pemimpin mestinya tidak memakai novel sebagai rujukan. Karena novel adalah karya fiksi, lawan dari karya-karya non fiksi, seperti buku pelajaran dan kisah nyata," katanya.

Ia mengatakan apa yang ddapatkan dari penjelasan kata fiksi dan fiktif ini. Ia mengatakan memang mempertajam perbedaan dan makna katanya. Orang makin tahu apa itu bohong dan palsu dalam kata 'fiktif' itu.

Baca: Ada 17 SMP di Boltim Belum Miliki Komputer, Simulasi UNBK Gunakan Komputer Rusak yang di Servis

"Sebagai pengajar filsafat di universitas negeri bergengsi, Rocky mesti konsisten memakai sebuah kata dalam mengungkit dan menegaskan sebuah realitas! Seorang kritikus tulen bahkan mesti menukik lebih dalam dan meluaskan jangkauan pembicaraannya. Dimana suara kritis Rocky, misalnya dalam kasus lain yang jelas paslon 2 membuat blunder, dengan konferensi pers di hadapan publik bahwa Ratna Sarumpaet digebukin, ternyata operasi plastik belaka," katanya.

"Fakta!  Dimana suara kritis Rocky saat paslonnya sendiri beberapa kali jelas-jelas membuat pernyataan blunder kalaupun bukan bumerang bagi diri sendiri tapi masyarakat kita menjadi bingung dan terprovokasi, misalnya kata-kata "tampang Boyolali" yang membuat orang merasa dicap rendah atau tak mampu." ujarnya.

Baca: Inilah 4 Penyakit Menular Seksual Pendatang Baru yang Amat Mematikan

 Ia mengatakan nampaknya seorang Rocky adalah bagian dari timses 02, karena selalu mengkritik balik serangan atau argument kritis terhadap PS.

"Nampak rasional dan enak di telinga, tapi terkesan tidak perduli dengan atau menjauh dari sebuah idealitas dan eksistensi berbangsa dan bernegara yang besar dan jaya, kepemimpinan yang jujur dan adil sejak dalam pikiran.  Bila demikian posisi ya maka sang Sofis Rocky sedang berusaha membungkus kebenaran, misalnya tentang siapa sebenarnya calon presiden, apa sebenarnya yang beliau pikirkan dan harapkan bagi  rakyat dan negaranya, dst," ujarnya.

Ia mengatakan pastilah selaku atau didaku sebagai filsuf, Rocky mesti terus menerus mengungkap realitas apapun, mulai dari profil calon presiden sebagai pemimpin, sebagaimana
Rocky sekeras batu cadas tajam berusaha mengkritisi sang petahana, (walau disayangkan baginya terkesan sekedar beretorika, dan lebih ironis lagi karena dia sudah tidak netral alias berpihak pada sang penantang.

Baca: Lokasi Pengungsian Guguran Lava Gunung karangetang di Shelter Paseng Masih Kurang Tempat Tidur

"Jangan menunggu nanti suatu saat PS menjadi presiden. Mungkin udah telat Bro. Karena mungkin kalau jadi presiden, beliau tidak butuh kritik dari anda lagi. Atau kalau negara sudah bubar, lebih terlambat lagi Bro. Tidak relevan lagi. Jangan  cemas, hanya imajinasi belaka aja kok. Andaikan saja begitu, apa gunanya lagi semua ilmu dan kepintaran Kita?," katanya.

Ia mengatakan lebih baik Rocky mengakui dirinya sebagai oposisi dan sekalian saja masuk sebagai timses lawan Jokowi Amin daripada mengklaim diri sebagai kritikus pengamat tapi tidak mau kritis kepada salah satu paslon, dan hanya kritis kepada paslon lain saja.

Baca: Umat Katolik Indonesia Harus Implementasikan Langkah Paus

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved