Kisah Samsudin, Penjahit Pukat Kapal Pajeko, Sabar Menjahit Ribuan Meter hingga Bisa Bangun Rumah
Samsudin yang pintar menjahit pakaian kini beralih menjadi penjahit pukat yang digunakan oleh kapal pajeko (kapal ikan) untuk menjaring tangkapan
Penulis: | Editor: David_Kusuma
Kisah Samsudin, Penjahit Pukat Kapal Pajeko, Ribuan Meter Dijahit dengan Teliti hingga Bisa Bangun Rumah
TRIBUNMANADO.CO.ID, MOLIBAGU - Kehilangan konsumen karena pengaruh perkembangan zaman yang serba modern dan instan tidak mematahkan semangat Samsudin Mooduto (56) warga Desa Pinolosian, Kecamatan Pinolosian, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Kamis (7/2/19).
Samsudin yang pintar menjahit pakaian kini beralih menjadi penjahit pukat yang digunakan oleh kapal pajeko (kapal ikan) untuk menjaring tangkapan.
Di tangannya pukat yang sobek akibat amukan ikan besar seperti tuna mampu bertahan sampai bertahun-tahun dan bisa digunakan kapan saja saat lagi musim ikan.
Pekerjaan yang digeluti olehnya bukanlah pekerjaan biasa, butuh ketelitian serta kesabaran untuk menyambung dari ujung satu ke ujung lainnya.
Baca: Hanya 1.143 Nelayan di Boltim Miliki Kartu Asuransi
Baca: Nelayan Desa Paret Boltim Minta Pengadaan Rumah
Baca: Nelayan Yang Suka Menangkap Baby Lobster Disebut Menteri Susi Bodo Tenan
Udin sapaan akrabnya saat ditemui terlihat sedang menjahit pukat menangkap ikan teri berwarna hijau panjangnya kira-kira 150 meter yang di letakan di atas selembar papan.
Bunyi mesin jahit tua yang diayun menggunakan kaki, seakan seperti irama musik yang setiap hari didengar olehnya sebagai sangat agar terus melaksanakan pekerjaan yang sudah digeluti bertahun-tahun lamanya.
Kulit jari-jari tangannya terlihat tebal seperti kulit telapak kaki orang yang yang jarang menggunakan alas kaki, rambutnya mulai memutih.

"Kalau tanya sudah berapa lama kira-kira sudah 40 tahun menjadi tukang jahit dan penjahit pukat," jelasnya.
Kejamnya hidup dirasakan oleh bapak dua anak ini setelah usaha jahit baju yang sempat digeluti bersama keluarganya tidak dilirik lagi oleh konsumen.
"Akhirnya saya ditawarkan oleh pemilik kapal pajeko untuk menjahit pukat mereka," jelasnya.
Bukan perkara yang mudah bagi seorang Samsudin untuk menjahit ribuan meter pukat yang harus dilakukan berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lamanya.
"Mau bagaimana lagi, solusinya cuma sabar kalau tidak, tidak akan dapat uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," jelasnya.
Keberanian warga Gorontalo ini untuk menerima orderan jahitan pukat menyelamatkan dirinya dari kejamnya dunia yang serba instan.
Kata dia, meski tidak dalam jumlah yang besar pekerjaan ini sangat menjanjikan dan menguntungkan. Apalagi di kampungnya hanya dia satu-satunya penjahit pukat.
Baca: Jumlah Pendaftar Lomba Mancing di Bolsel Melebihi Target
Baca: BPBD Sitaro Kirimkan Bantuan ke Kampung Batubulan Via Laut
"Kalau saya jahit sepanjang delapan meter dapat untung Rp 500 ribu, itu berarti kalau jahit sepanjang 16 meter dapat Rp 1 juta," jelasnya terus menjahit pukat.
Dia pun bersyukur atas pekerjaan tersebut yang telah membawa berbagai keberhasilan dalam hidup termasuk mampu menyekolahkan anak serta membangun rumah yang layak.
"Jarang istirahat, biasanya kalau kehabisan order di kampung datang order dari luar kampung memesan saya untuk menjahit pukat," jelasnya.
Jika sedang beruntung menerima pesanan dari bos-bos pajeko dia akan menerima upah yang besar tergantung seberapa panjang pukat yang dijahit olehnya.
"Nah kalau lagi beruntung sehari bisa dapat sampai Rp 2 juta," jelasnya.
Menurut dia, sangat wajar mendapatkan upah seperti itu. Karena tidak semua masyarakat mau melakukan pekerjaan yang dinilai rendah dan memiliki tingkat kesulitannya tinggi.
"Banyak yang mencoba tapi bosan kemudian berhenti," tandasnya. (lix)