Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tahun Baru Imlek Hari Raya Umat Khonghucu

MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, Yinni Kongjiao Zonghui), adalah Lembaga Keagamaan umat Khonghucu di Indonesia

Editor:
ISTIMEWA
Ketua Komunitas Budaya Tionghoa Sulut Sofyan Yosadi 

Pada tanggal 17 Februari 2002, diselenggarakan Imleknas 2553 Kongzili yang dihadiri Presiden Megawati Soekarno Putri. Saat memberikan Sambutan pada perayaan Imleknas, Presiden Megawati Soekarno Putri menyatakan memberi kado istimewa bagi umat Khonghucu dan masyarakat Tionghoa yang turut merayakan tahun baru Imlek dengan memberikan kebijakan untuk libur nasional bukan lagi libur fakultatif.

Hal tersebut ditindaklanjuti dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 April 2002 dan ditandatangani Presiden RI Megawati Soekarno Putri.

Bagi sebagian masyarakat menafsirkan terbitnya Keputusan Presiden nomor 19 tahun 2002 yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarno Putri dimana dalam Kepres tersebut dalam diktum Menimbang (b) menyatakan bahwa Tahun Baru Imlek merupakan tradisi masyarakat Cina yang dirayakan secara turun temurun di berbagai wilayah di Indonesia, seolah-olah pemerintah mengakui Tahun Baru Imlek sebagai tradisi belaka bukan hari raya keagamaan. Padahal, diktum menimbang adalah suatu kesatuan.

Hal ini dapat dilihat secara komprehensif pada menimbang (a) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada hekekatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia. Ada kata agama, kepercayaan dan adat istiadat.

Yang terpenting dan harus dipahami bahwa substansi Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2002 adalah Menetapkan Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari Nasional (pasal 1 Keputusan Presiden RI Nomor 19 tahun 2002), bukan ditafsirkan secara keliru bahwa pengakuan Pemerintah menyatakan tahun baru Imlek sebagai tradisi masyarakat Cina semata.    

Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2002 ini kemudian ditindaklanjuti Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 331 tahun 2002 tentang Penetapan Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional dan kemudian yang memutuskan mencabut Keputusan Menteri Agama Nomor 13 tahun 2001 tentang Penetapan Imlek sebagai Hari Libur Fakultatif. Keputusan Menteri Agama Nomor 331 tahun 2002 ditandatangani dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 2002 oleh Menteri Agama Republik Indonesia Prof Dr H Said Agil Husin Al Munawar MA.

Jika berkaitan dengan urusan keagamaan maka adalah hak & wewenang Menteri Agama. Maka dapat dipandang bahwa Keputusan Menteri Agama tersebut berkaitan dengan Perayaan Tahun Baru Imlek sebagai hari raya bagi umat Khonghucu.

Pada tanggal 28 Desember 2005, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dalam suratnya yang ditujukan kepada MATAKIN memberikan penjelasan bahwa UU Nomor 1 tahun 1965 jo UU Nomor 5 tahun 1969 masih berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Baca: Tajuk Tamu: Seluk Beluk Pertandingan Bridge Asian Games 2018

Sejak tahun 2006, umat dan kelembagaan Khonghucu mengalami puncak pemulihan Hak-hak sipil dimasa Presiden RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono. Pelayanan hak sipil tersebut adalah umat Khonghucu bisa mencantumkan agama Khonghucu pada kolom KTP, perkawinan pasangan Khonghucu mulai dicatat oleh negara dalam hal ini Catatan Sipil, murid-murid dan Mahasiswa Khonghucu mendapatkan pendidikan agama Khonghucu, guru-guru dan Dosen agama Khonghucu dapat memberikan pelajaran dan mata kuliah agama Khonghucu, umat dan lembaga MATAKIN mendapatkan pelayanan di Kementerian agama Republik Indonesia dan diberikan bantuan oleh negara, tokoh-tokoh Khonghucu menjadi pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) baik tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten Kota, serta masih banyak lagi pelayanan hak sipil bagi umat Khonghucu yang dilayani oleh negara.

Perayaan tahun baru Imlek nasional yang diselenggarakan oleh MATAKIN dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia setiap tahunnya. Namun, belakangan Presiden RI Joko Widodo belum pernah sekalipun hadir saat Imleknas dan memutus mata rantai sejarah yang ditorehkan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarno Putri hingga Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada masa pemerintahan saat ini, walaupun sejumlah Menteri hadir saat Imleknas bahkan Menteri Agama setiap tahun hadir namun kerinduan umat Khonghucu di seluruh pelosok negeri akan hadirnya Presiden Joko Widodo terus menjadi kerinduan dan penantian bersama.

Tahun ini disebut Tahun Baru Imlek 2570 Kongzili karena dihitung usia kelahiran Nabi Kongzi 551 ditambah 2019 menjadi 2570. Pemerintah Republik Indonesia dalam menetapkan hari libur nasional memakai penanggalan Kongzili artinya mengakui penanggalan Imlek berdasarkan usia kelahiran Nabi Kongzi.

Pemerintah Republik Indonesia membuat keputusan berkaitan dengan Hari libur nasional bukan karena perayaan etnis tertentu. Apakah terlalu istimewa Etnis Tionghoa jika hari raya Imlek karena adat istiadat budaya Tionghoa semata ?

Baca: Tajuk Tamu - Mendidik Pemimpin Masa Depan

Jika ada perayaan yang berkaitan dengan etnis tertentu dan pemerintah Republik Indonesia mengakomodirnya menjadi hari libur nasional maka etnis yang lain di Republik ini akan menuntut hal yang sama. Bayangkan, Ada lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. Jika pemerintah Republik Indonesia mengakomodir hari libur nasional berdasarkan etnis maka setiap hari adalah hari libur nasional.

Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor : 617 tahun 2018, nomor 262 tahun 2018, Nomor 16 tahun 2018 tentang Hari Libur Nasional dan Hari Cuti Bersama tahun 2019 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 November 2018 oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafrudin, ada 15 Hari Libur Nasional yang terdiri dari 12 Hari Raya Keagamaan (Islam 5 Hari Raya, Kristiani 4 hari raya, Hindu 1 hari raya, Buddha 1 hari raya, dan Khonghucu 1 hari raya).

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved