8 Terpopuler di Sulut 2018 yang Berkaitan dengan Orang Gila: dari Nyoblos hingga Telanjang di Kombos
8 peristiwa yang jadi populer di Sulut pada 2018 yang berkaitan dengan orang gila: dari nyoblos hingga telanjang di Kombos.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Orang gila tidak mungkin akan memilih berdasarkan akal sehat, sedangkan orang waras saja agak sulit menjadi pemilih rasional bagi akan dengan orang yang tidak waras.
Apapun sikap KPU menjamin hak politik orang gila untuk memilih wajib diapresiasi terutama dalam menjaga komitmen menjamin hak konstitusi setiap warga negara.

Dasar KPU menjamin hak pilih bagi orang gila sepertinya mengacu pada Putusan MK No. 135/2015 (gugatan atas UU 8/2015 Pasal 57 ayat (3) huruf a) yg menegaskan soal perlindungan hak pilih bagi WNI penyandang gangguan jiwa/ingatan tdk permanen
Penjelasan di PKPU No 11 tahun 2018 tentang penyusunan daftar pemilih di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilu, pasal 4 ayat 2 poin B menjelaskan bahwa pemilih yang dapat menggunakan hak pilihnya, adalah orang yang sedang tidak terganggu jiwa atau ingatannya. Para pengidap gangguan kejiwaan tidak boleh memilih.
Namun, menurut sejumlah ahli ternyata pengidap gangguan jiwa ini masih memiliki kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya, jika memenuhi kriteria bahwa pemilih yang sedang terganggu ingatan atau jiwanya tidak memenuhi syarat, sehingga harus dibuktikan menggunakan surat keterangan dokter.
4. Tiap Tahun Pemkab Bolsel Biayai Kebutuhan Hidup Penderita Gangguan Jiwa.
Setiap tahun Dinas Sosial (Dinsos) di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), harus membiayai kebutuhan hidup 22 orang berstatus gila atau gangguan jiwa berat.
"Setiap orang per tahun menerima Rp 2,4 juta. Itu juga diterima setiap enam bulan sekali atau sekitar Rp 1.200.000.-" jelasnya.
Itu berarti jika 22 orang dikali Rp 2,4 juta maka setiap tahunnya Dinsos mengeluarkan anggaran sebesar Rp 52 jutaan untuk membiayai ongkos hidup mereka.
Sesuai aturan kata dia, mereka memang masuk dalam penerima bantuan sosial kabupaten apalagi yang tercatat warga asli Bolsel.

"Bantuan diberikan bertahap dan secara bergantian. Diberikan kepada keluarga," jelasnya.
Disisi lain, yang menyulitkan pihaknya saat melakukan pendataan ketika keluarga bersangkutan tidak mengakui akan keberadaannya.
"Keluarga biasa menyembunyikan karena malu. Kemudian kami berupaya mencari tahu ketika bertemu di jalan siapa keluarganya," jelasnya.
Kata dia, jika orang gila membahayakan warga sekitar tempat tinggalnya maka Dinsos akan turun tangan mengamankan mengirim langsung ke Rumah Sakit Ratumbuisang.
"Tapi kita harus lapor dulu ke Provinsi nanti mereka yang kirim. Karena harus melalui mereka," jelasnya.