Cerita Lengkap Kondisi Keluarga yang Terpaksa Tinggal di MCK Umum, Korban Banjir Bandang Manado
Sungguh menyedihkan. Hans Kalare (63), sekeluarga terpaksa tinggal di MCK komunal Kelurahan Tumumpa,
Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
Menurut Serli, para anak juga tak nyaman karena tidur berdesakan di dalam gudang
Tidur mereka tak pulas serta si bungsu terus menangis.
"Mereka tidur berdesak-desakan, satu tempat tidur yang sempit diisi empat orang," kata dia.
Kesulitan lainnya beber dia adalah hawa.
Berada di ketinggian, tempat tersebut sangat panas jika siang.
"Jika malam sangat dingin, angin berhembus kuat, tulang-tulang saya sering sakit saking dinginnya," beber dia.
Pernah, ujar dia, rumah itu jadi tempat ibadah.
Namun keluarga malu hingga ibadah selanjutnya berlangsung di rumah kerabat mereka dekat situ.
Segala penderitaan tersebut ditanggung keluarga karena kesulitan ekonomi.
Baca: 7 Fakta Kasus Pemerkosaan Siswi SMK di Boltim, Usia 7 Pelaku hingga Kondisi Korban
Kehidupan mereka hanya bertumpu pada Hans yang sakit-sakitan dan bekerja serabutan serta menantu Hans dengan kondisi sebelas dua belas.
"Mau pindah tapi bagaimana lagi, kami tak punya uang," beber dia.
Diketahui keluarga Hans menetap di MCK tersebut sejak rumah mereka diterjang longsor pada 2014 lalu.
Satu satunya kepedulian pemerintah yang dirasakan adalah saat Lurah menyuruh mereka mengungsi di MCK itu.
"Kami tak mendapat bantuan banjir, tidak dapat PKH maupun raskin," kata dia

Tak Dapat Raskin dan Tak Masuk PKH
Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Begitulah kehidulan keluarga Hans Kalare (63), yang tinggal di MCK komunal Kelurahan Tumumpa Lingkungan VI, Kecamatan Tuminting, Manado, Sulawesi Utara (Sulut)
Awalnya rumah mereka hancur lebur saat bencana longsor dan banjir bandang 2014 silam.
Seluruh harta mereka musnah.
Hans sekeluarga tersisa baju di badan.
Hans bahkan nyaris tewas dalam peristiwa itu.
Mereka kemudian mengungsi ke MCK komunal.
Maunya cuma sementara namun hingga kini mereka masih disana.
Kemiskinan jadi penghalang.
Baca: Cerita Stenly Tatoy, Nelayan Hanyut 80 Hari di Laut, Begini Caranya Bertahan Hidup di Laut
Keluarga hanya bertumpu pada Hans yang kerja serabutan dengan fisik yang renta akibat sakit sakitan.
Dalam kemiskinan akut, mirisnya mereka tidak dapat jatah raskin, tidak masuk program keluarga PKH serta yang paling menyakitkan tidak masuk penerima bantuan korban bencana.
"Kami sudah bertanya tapi kata aparat kami tidak tercatat, datanya dari pusat," kata dia.
Dikatakan Since, ia harus bersusah payah mengurus BPJS demi mengobati hans yang sakit paru.
Sebulan ia membayar 75 ribu.
Padahal jika dapat kartu KIS bisa gratis biayanya.
"Susah payah kami bayar BPJS," kata dia.
Since membeber, mereka tak mendapat raskin.
Tidak tercatat pula dalam penerima Program Keluarga Harapan.
"Hidup kami nelangsa sekali," kata

dia
Belajar Toleransi dari MCK Hans
Manado tegang sepanjang Selasa lalu saat massa adat Minahasa menghadang kedatangan dua Habib di Bandara Sam Ratulangi.
Namun tak terjadi konflik.Fondasi kerukunan warga terlampau kuat.
Salah satu bukti dari kokohnya fondasi itu adalah kehidupan keluarga Hans Kalare (63), di MCK Komunal Kelurahan Tumumpa, Lingkungan VI, Kecamatan Tuminting.
Warga sekitarnya yang berbeda suku dan agama tidak mempersoalkan keberadaan keluarga Hans di MCK itu.
Para tetangga bahkan membantu keluarga Hans.
"Kami sering membantu mereka," kata Selvi tetangga setempat.
Selvi mengaku prihatin dengan kondisi keluarga Hans.
Hans sakit-sakitan namun memaksa diri bekerja.
"Kadang ia tak kuat menaiki tangga menuju toilet, ia mengaku sesak napas, kami sering papah dia," kata dia.
Mina tetangga lainnya mengatakan tak ada alasan bagi dirinya keberatan MCK itu ditinggali keluarga Hans.
"Kami semua disini susah, kalau susah harus saling bantu," katanya.
Since Lalaki, istri Hans mengaku banyak dibantu tetangga.
"Tempat tidur ini pemberian tetangga," kata dia.
Ia mengaku sedapat mungkin tidak mengganggu warga yang menggunakan toilet. (aldiponge/art)