Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Cerita Lengkap Kondisi Keluarga yang Terpaksa Tinggal di MCK Umum, Korban Banjir Bandang Manado

Sungguh menyedihkan. Hans Kalare (63), sekeluarga terpaksa tinggal di MCK komunal Kelurahan Tumumpa,

Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
KOLASE TRIBUNMANADO/ARTHUR ROMPIS
Hans Kalare (63), sekeluarga terpaksa tinggal di MCK komunal Kelurahan Tumumpa, Lingkungan VI, Kecamatan Tuminting, Kota Manado akibat tidak punya rumah. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sungguh menyedihkan. Hans Kalare (63), sekeluarga terpaksa tinggal di MCK komunal Kelurahan Tumumpa, Lingkungan VI, Kecamatan Tuminting, Kota Manado akibat tidak punya rumah.

Rumah mereka hancur akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor pada 2014 lalu.

 
Ada delapan jiwa dari dua keluarga yang mendiami MCK tersebut.

Para cucu Hans tidur di gudang samping toilet.

Sementara istri dan anak perempuan serta seorang cucunya tidur di pintu masuk menuju toilet.

Baca: 7 Fakta Bocah Jessica Mananohas yang Dibakar Ibunya, Dirawat di RSUP Kandou hingga Tersangka Ditahan

Menantu Hans sering numpang tidur di rumah tetangga.

Hans sendiri tidur di depan toilet.

Amatan Tribunmanado.co.id, Sabtu (20/10/2018), ada 8 unit toilet di sana.

Lima digunakan sebagai tempat menyimpan barang barang.

Tiga lainnya masih dipakai warga.

Tinggal di fasilitas (Mandi, Cuci, Kakus) MCK atau toilet selama empat tahun lamanya benar-benar menciptakan kesengsaraan bagi Hans Kalare sekeluarga.
Tinggal di fasilitas (Mandi, Cuci, Kakus) MCK atau toilet selama empat tahun lamanya benar-benar menciptakan kesengsaraan bagi Hans Kalare sekeluarga. ()

Di sebuah toilet diletakkan lemari berisi pakaian dan surat berharga.

Tumpukan pakaian diletakkan di sebuah toilet lagi.

Di atas lantai dekat toilet terdapat sejumlah tumpukan buku pelajaran.

Tali jemuran penuh berisi pakaian diikat di tiang toilet.

Sebuah tikar berada depan dua toilet paling ujung.

Baca: 7 Fakta di Balik Istri Siram Suami Pakai Minyak Panas, Alasan Pelaku hingga Pesan Terakhir Korban

Di tempat paling bau tersebut karena dekat dengan got itu, Hans tidur.

Setiap malam ia harus memahan dingin.

Jika hujan dingin benar benar tak tertahankan hingga ia terpaksa menbun baju di atas badannya.

Setiap hari berjuang melawan hawa dingin serta bau busukmembuat Hans kena sakit paru paru.

Ia mudah lelah.

Namun demi menyambung hidup sekeluarga, Hans tetap bekerja.

Pekerjaannya serabutan.

"Hari ini saya dapat pekerjaan membongkar rumah," kata dia kepada Tribun Manado.

Foto
Foto ()

Hans mengaku terpaksa tidur di depan toilet untuk memberi kesempatan anak cucunya tidur di gudang.

Semuanya perempuan. "Saya terpaksa tidur di sini," kata dia.

Dikatakan Hans, mereka pindah pasca bencana lalu.

Rumah mereka hancur lebur diterjang longsor.

"Kami dituntun lurah untuk kemari mengungsi," kata dia

Maksud hati mengungsi namun mereka akhirnya menetap dikarenakan kesulitan ekonomi.

Hans mengaku tidak masuk program PKH serta tidak dapat raskin.

Baca: 7 Fakta di Balik Penolakan pada Habib Bahar & Al-athos di Manado, Alasan Ormas hingga Isi Ceramah

"Kami ingin cari rumah tapi dimana, kami sangat miskin," katanya.

Beruntung warga tempat itu prihatin terhadap kehidupan keluarga Hans.

Mereka tak keberatan Hans sekeluarga tinggal disana.

"Bahkan tetangga selalu menyumbang pada kami, ada yang kasih tempat tidurnya," kata dia.

Di malam yang dingin, sambil menahan sakit di dadanya, Hans berdoa agar Tuhan memberinya rumah baru.

"Kami orang miskin yang bisa kami lakukan adalah berdoa dan menderita," kata dia.

Tinggal di fasilitas (Mandi, Cuci, Kakus) MCK atau toilet selama empat tahun lamanya benar-benar menciptakan kesengsaraan bagi Hans Kalare sekeluarga.
Tinggal di fasilitas (Mandi, Cuci, Kakus) MCK atau toilet selama empat tahun lamanya benar-benar menciptakan kesengsaraan bagi Hans Kalare sekeluarga. ()

Tidur Tak Nyaman, Anak Belajar di Toilet, Hingga Malu Jika Ibadah

Serli Kalare, anak Hans menyatakan, mereka benar benar diteror bau tak sedap tiap hari.

"Bau busuk itu sudah menu sehari hari, jika makan rasanya seperti menelan kotoran," kata dia.

 
Lingkungan yang kumuh serta bau busuk mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis ketiga anaknya.

Sebut dia, ketiga anaknya kerap sakit.

"Ayah kami Hans juga kena sakit paru gara-gara ini," ujar dia.

Baca: Kronologi Penolakan Kedatangan Habib Bahar dan Habib Hanif Al-athos: Saya Orang Manado

Dikatakan Serli, tiga anaknya juga tak nyaman belajar.

Seringkali mereka belajar di samping toilet yangmereka tempati.

"Bahkan pernah belajar di dalam toilet," kata dia.

Menurut Serli, para anak juga tak nyaman karena tidur berdesakan di dalam gudang

Tidur mereka tak pulas serta si bungsu terus menangis.

"Mereka tidur berdesak-desakan, satu tempat tidur yang sempit diisi empat orang," kata dia.

Kesulitan lainnya beber dia adalah hawa.

Berada di ketinggian, tempat tersebut sangat panas jika siang.

"Jika malam sangat dingin, angin berhembus kuat, tulang-tulang saya sering sakit saking dinginnya," beber dia.

Pernah, ujar dia, rumah itu jadi tempat ibadah.

Namun keluarga malu hingga ibadah selanjutnya berlangsung di rumah kerabat mereka dekat situ.

Segala penderitaan tersebut ditanggung keluarga karena kesulitan ekonomi.

Baca: 7 Fakta Kasus Pemerkosaan Siswi SMK di Boltim, Usia 7 Pelaku hingga Kondisi Korban

Kehidupan mereka hanya bertumpu pada Hans yang sakit-sakitan dan bekerja serabutan serta menantu Hans dengan kondisi sebelas dua belas.

"Mau pindah tapi bagaimana lagi, kami tak punya uang," beber dia.

Diketahui keluarga Hans menetap di MCK tersebut sejak rumah mereka diterjang longsor pada 2014 lalu.

Satu satunya kepedulian pemerintah yang dirasakan adalah saat Lurah menyuruh mereka mengungsi di MCK itu.

"Kami tak mendapat bantuan banjir, tidak dapat PKH maupun raskin," kata dia

Tinggal di fasilitas (Mandi, Cuci, Kakus) MCK atau toilet selama empat tahun lamanya benar-benar menciptakan kesengsaraan bagi Hans Kalare sekeluarga.
Tinggal di fasilitas (Mandi, Cuci, Kakus) MCK atau toilet selama empat tahun lamanya benar-benar menciptakan kesengsaraan bagi Hans Kalare sekeluarga. ()

Tak Dapat Raskin dan Tak Masuk PKH

Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Begitulah kehidulan keluarga Hans Kalare (63), yang tinggal di MCK komunal Kelurahan Tumumpa Lingkungan VI, Kecamatan Tuminting, Manado, Sulawesi Utara (Sulut)

Awalnya rumah mereka hancur lebur saat bencana longsor dan banjir bandang 2014 silam.

 
Seluruh harta mereka musnah.

Hans sekeluarga tersisa baju di badan.

Hans bahkan nyaris tewas dalam peristiwa itu.

Mereka kemudian mengungsi ke MCK komunal.

Maunya cuma sementara namun hingga kini mereka masih disana.

Kemiskinan jadi penghalang.

Baca: Cerita Stenly Tatoy, Nelayan Hanyut 80 Hari di Laut, Begini Caranya Bertahan Hidup di Laut

Keluarga hanya bertumpu pada Hans yang kerja serabutan dengan fisik yang renta akibat sakit sakitan.

Dalam kemiskinan akut, mirisnya mereka tidak dapat jatah raskin, tidak masuk program keluarga PKH serta yang paling menyakitkan tidak masuk penerima bantuan korban bencana.

"Kami sudah bertanya tapi kata aparat kami tidak tercatat, datanya dari pusat," kata dia.

Dikatakan Since, ia harus bersusah payah mengurus BPJS demi mengobati hans yang sakit paru.

Sebulan ia membayar 75 ribu.

Padahal jika dapat kartu KIS bisa gratis biayanya.

"Susah payah kami bayar BPJS," kata dia.
Since membeber, mereka tak mendapat raskin.

Tidak tercatat pula dalam penerima Program Keluarga Harapan.

"Hidup kami nelangsa sekali," kata

Foto
Foto ()

dia

Belajar Toleransi dari MCK Hans

Manado tegang sepanjang Selasa lalu saat massa adat Minahasa menghadang kedatangan dua Habib di Bandara Sam Ratulangi.

Namun tak terjadi konflik.Fondasi kerukunan warga terlampau kuat.

Salah satu bukti dari kokohnya fondasi itu adalah kehidupan keluarga Hans Kalare (63), di MCK Komunal Kelurahan Tumumpa, Lingkungan VI, Kecamatan Tuminting.

Warga sekitarnya yang berbeda suku dan agama tidak mempersoalkan keberadaan keluarga Hans di MCK itu.

Para tetangga bahkan membantu keluarga Hans.

"Kami sering membantu mereka," kata Selvi tetangga setempat.

Selvi mengaku prihatin dengan kondisi keluarga Hans.

Hans sakit-sakitan namun memaksa diri bekerja.

"Kadang ia tak kuat menaiki tangga menuju toilet, ia mengaku sesak napas, kami sering papah dia," kata dia.

Mina tetangga lainnya mengatakan tak ada alasan bagi dirinya keberatan MCK itu ditinggali keluarga Hans.

"Kami semua disini susah, kalau susah harus saling bantu," katanya.

Since Lalaki, istri Hans mengaku banyak dibantu tetangga.

"Tempat tidur ini pemberian tetangga," kata dia.
Ia mengaku sedapat mungkin tidak mengganggu warga yang menggunakan toilet. (aldiponge/art)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved