Gempa dan Tsunami Sulteng
Kisah Ibu Penjual Es yang Tergulung Air Bah Bersama 3 Anaknya Saat Gempa dan Tsunami Sulteng
Subaini atau biasa dipanggil Enteng ini menceritakan kisahnya bersama tiga anaknya yang digulung air bah saat gempa dan tsunami melanda Kota Palu
Enteng kehilangan segalanya, dagangan yang menghidupinya sirna. Ketiga anaknya entah di mana. Dan sekujur tubuhnya penuh luka, jangan ditanya rasa yang ada di dalam dadanya.
Beruntung salah satu anak Enteng yakni Riski, secara ajaib juga selamat dari amukan tsunami. Kini Enteng dan riski berada di tenda pengungsian di kota Palu.
"Saya tidak tahu setelah ini bagaimana, saya masih memikirkan 2 anak yang hilang," kata Enteng.
Tawaran pindah ke luar daerah dari saudaranya ia tolak. Ia lebih memilih hidup di Palu yang sudah puluhan tahun dijalani.
Enteng memang wanita perkasa, sejak ditinggal lari suaminya sudah menghidupi Mawar, Riski dan Nur Adiba. Suaminya berasal dari Paguyaman, Gorontalo. Ia ditelantarkan begitu saja saat mengidam anak ketiganya, Nur Adiba.
"Mungkin dia sudah menikah lagi di Paguyaman, katanya anak-anak mau dibiayai sekolahnya tapi sampai sekarang tidak pernah ada," katanya tegar.
Di tempat pengungsian Kelurahan Kamonji, ia bertahan hidup dengan Riski. Ada empat keluarga lain yang nasibnya sama.
Beberapa kenalan dan saudaranya mengulurkan bantuan sekadarnya untuk bertahan, namun belum cukup mengganjal perut Riski dan dirinya.
Ia pun melapor ke kantor polisi untuk minta bantuan, banyaknya orang antre mengurungkan niatnya. Dengan tubuh penuh luka-luka ia pulang sambil menyeret kakinya.
"Mawar dan Nur Adiba harus ditemukan, walau sudah meninggal," katanya sedih.
Enteng sudah tidak punya harta benda. Satu-satunya yang dimiliki saat ini adalah Riski, anak keduanya. Ia harus memikirkan kehidupan anak lelakinya setelah kehidulan Kota Palu normal kembali.
Akibat gempa dan tsunami memang memilukan, ia terlunta-lunta dan sengsara. Namun ia tak mau menyerah, ia masih mampu melanjutkan hidup bersama Riski, dengan perjuangan baru, lebih optimistis.