Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gempa dan Tsunami Sulteng

Kisah Ibu Penjual Es yang Tergulung Air Bah Bersama 3 Anaknya Saat Gempa dan Tsunami Sulteng

Subaini atau biasa dipanggil Enteng ini menceritakan kisahnya bersama tiga anaknya yang digulung air bah saat gempa dan tsunami melanda Kota Palu

Editor:
Grid.ID
Riski (4 tahun) bersama ibunya, Subaini, di penampungan pengungsi. Hanya mereka berdua yang tersisa saat gelombang tsunami menerjang Palu dan sjeumlah wilayah di Sulawesi Tengah 

Enteng baru menyadarinya jika dinding rumah ini sudah roboh. Ia terkulai lemah bersama sampah dan material lainnya.

Di mana-mana terdengar suara minta tolong, dia sendiri tidak mampu bergerak.

Peristiwa ini seperti mimpi, ia coba meyakinkan dirinya bahwa yang sedang ia alami ini bukan mimpi.

Tiba-tiba Enteng sadar, ia ingat anak-anaknya. Saat itu ia merasa memiliki tenaga yang sangat kuat. Ia bangkit dan berjalan ke arah tempat jualannya.

Ya, dia ingat ketiga anaknya! Mawar, Riski dan Nur Adiba. Di mana mereka? Ia pandangi tempat jualannya, tidak ada apapun kecuali sampah dan materi yang berhamburan.

Ia perhatikan lagi, temaram senja tak menghalangi matanya untuk mencari anak-anaknya. Enteng sapu pandangan ke sekitar, tidak ada anaknya.

Yang ia saksikan adalah jasad-jasad yang bergelimpangan, ia tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah meninggal. Ia juga tidak ingat apakah di antara yang terbaring ini adalah keluarganya, tetangganya atau teman sesama pedagang.

"Saya sedih, tidak ada anak saya tiga-tiganya," kata Enteng lirih.

Lututnya tiba-tiba lemah, ia sedih sesedih-sedihnya. Gelapnya malam tak bisa menyembunyikan air matanya. Ia menangis sejadi-jadinya di pantai yang porak-poranda.

Namun tangis Enteng seperti tak berarti, karena ada banyak suara minta tolong kesakitan yang menyayat di sepanjang Pantai Talise.

Malam itu Pemerintah Kota Palu telah menjanjikan Festival Pesona Nomoni 2018 yang megah dan meriah, lampu dan kembang api bergoyang bersama musik dan nyanyian.

Kini kemeriahannya berganti dengan lolongan kesakitan tatusan orang dan rasa kehilangan yang sangat.

Suara musik berganti gemuruh laut yang murka, yang membawa berton-ton air dan menabrakkan pada siapa saya yang ada di depannya.

Enteng, wanita perkasa ini luruh. Air matanya mengalir deras, ketiga anaknya direnggut gelombang tsunami di depan matanya.

Bulan yang benderang di angkasa menerangi wajahnya. Luka-luka di sekujur tubuhnya mulai terasa nyeri. Kulit tangannya terparut entah oleh benda apa, juga kakinya berdarah-darah tak tahu disebabkan oleh apa.

Halaman
123
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved