Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gempa dan Tsunami Sulteng

Kisah Ibu Penjual Es yang Tergulung Air Bah Bersama 3 Anaknya Saat Gempa dan Tsunami Sulteng

Subaini atau biasa dipanggil Enteng ini menceritakan kisahnya bersama tiga anaknya yang digulung air bah saat gempa dan tsunami melanda Kota Palu

Editor:
Grid.ID
Riski (4 tahun) bersama ibunya, Subaini, di penampungan pengungsi. Hanya mereka berdua yang tersisa saat gelombang tsunami menerjang Palu dan sjeumlah wilayah di Sulawesi Tengah 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ia wanita tegar! Namanya Subaini (42) atau biasa dipanggil Enteng. Ia dan tiga anaknya merupakan korban amukan tsunami di Anjungan Pantai Talise, Kota Palu, Jumat (28/9/2018).

Enteng dan satu anaknya saat ini masih bertahan hidup dan mencari keberadaan dua anaknya yang lain. Wanita ini berbagi ceritanya selamat dari gelombang tsunami kepada Kompas.com di salah satu tenda pengungsian di Kota Palu.

Bagi Subaini atau Enteng, hidup itu keras dan ia telah membuktikannya. Enteng adalah tulang punggung keluarga. Ia menghidupi ketiga anaknya dengan berjualan pop es di pinggir Pantai Talise.

Pesta Festival Pesona Nomoni 2018 yang dilaksanakan Pemerintah Kota Palu baginya adalah kesempatan mencari untung.

"Saya memperkirakan akan banyak yang membeli es jualan saya. Karena pasti banyak sekali pengunjungnya," kata Enteng yang tinggal di Kelurahan Balaroa, Kota Palu.

Benar saja naluri wanita ini, es batu yang dibawanya telah habis sebelum festival dibuka.

Orang-orang yang datang sejak siang telah memborong dagangannya, sejumlah rupiah pun ia simpan.

"Alhamdulillah, anak-anak bisa makan kenyang nanti," kenang Enteng.

Menjelang sore, persediaan es batu menipis, sebelum habis ia harus bergegas mencari lagi. Ia titipkan lapak jualannya kepada anak tertuanya, Mawar (14).

Gadis yang tengah beranjak dewasa ini pun diminta menggendong Nur Adiba (bayi 8 bulan) dan mengawasi adiknya, Riski (4).

Enteng pun melangkah mencari es batu lewat jalan cumi-cumi. Belum lama melangkah bumi yang dipijaknya tiba-tiba bergoyang hebat.

Ia pun bingung tak tidak tahu harus berbuat apa. Pikiran Enteng kacau. Ia hanya mengingat waktu itu air bah datang menerjang dirinya.

Ia teraduk-aduk dengan beton penggalan anjungan Pantai Talise yang terlepas, kayu dan benda-benda lainnya.

"Saya berusaha menyelamat diri tapi tidak bisa, saya terasa diaduk-aduk dengan beton keras," katanya sedih.

Setelah berjuang dalam hantaman tsunami, yang pertama ia ingat adalah ia sudah terbaring di atas seng atap rumah warga.

Halaman
123
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved