Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kakak Penerjun Sulut Peluk Ibu lalu Menangis: Tim Kenali Petra Mandagi dari Cincin

Dua dari tiga atlet paralayang Sulawesi Utara yang hilang usai gempa dan tsunami Kota Palu dan Donggala, dipastikan meninggal dunia.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Roni Buol/ Kompas.Com
Tim SAR melakukan evakuasi jasad atlet paralayang yang meninggal saat gempa palu, (01/10/2018) 

Pemprov mengirimkan bantuan tenaga relawan. Bantuan tenaga relawan itu dilepas resmi Gubernur Olly.

Kepala Dinas Sosial Sulut, dr Rini Tamuntuan mengatakan, tim relawan yang diutus ke Sulteng ada 35 orang. Terdiri diri 30 personel taruna siaga bencana (Tagana) Sulut yang sudah terlatih, didampingi 5 PNS Dinsos.

“Tim ini akan melayani para korban mengungsi, layanan psikososial, untuk lansia ibu hamil, disabilitas, dan melakukan evakuasi bila dibutuhkan,” ujar dia.

Tim pun pergi tidak dengan tangan kosong, membawa bantuan dan peralatan darurat bencana. Sepeti truk rescue, mobil dapur umum, 3 unit genset, 18 velvet, tabung gas elpiji, 1 set jaringan listrik, BBM, selimut, matras, tenda, dan 15 paket sandang.

Kemudian natura berupa beras 1,5 ton, susu kaleng, minyak kelapa, lauk pauk 264 paket, mie instan dan sayur sayuran serta perlengkapan bayi.

Patahan di Sulawesi Saling Memotong

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di situs resminya merilis hingga pukul 21.30 WIB telah terjadi 14 kali gempa dengan magnitudo di atas 5 di Sigi, Donggala, Palu, Sulteng. Guncangan pertama gempa magnitudo 5,9 pada pukul 14.00, Jumat (28/9/2018).
Pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer. Selanjutnya kembali diguncang susulan gempa 28 menit berselang dengan kekuatan 5 skala richter. Tak lama berselang, gempa lagi-lagi mengguncang.
Getaran semakin besar, membuat masyarakat panik dan berhamburan menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman. Tepat pukul 17.02 WIB atau 18.02 WITA gempa dengan magnitudo terbesar terjadi di angka 7,7.

Beriring dengan itu peringatan dini tsunami dikeluarkan BMKG bagi masyarakat yang berada di sekitar Palu dan Donggala.

Parameter gempa yang tercatat oleh seismograf BMKG kemudian dimutakhirkan di angka 7,4 dan dinyatakan benar telah terjadi tsunami di pantai Pesisir Teluk Palu dan Pesisir Kabupaten Donggala dan sekitarnya.

Gempa yang menyebabkan gelombang tsunami ini sebenarnya sejak awal telah terprediksi. Gempa yang terjadi di Lombok sebelumnya menjadi penanda awal lantaran terdapat persamaan jalur patahan yang dilalui wilayah Lombok dan Palu.

Patahan yang dimaksud, yakni patahan Palu-Koro menyambung dengan patahan Australia bagian barat. Patahan ini melalui wilayah di antaranya Teluk Bone, Malili, Mangkutana, Palu, Selat Makassar dan Kalimantan Utara.

Yang menjadi persoalan terjadinya tsunami di Palu akibat terdapat dua patahan besar yang saling memotong. Yakni patahan Palu-Koro dan patahan Selat Makassar.

Patahan ini diumpakan seperti kendaraan harus jalan terus, kalau dia berhenti karena tertahan bisa jadi mengumpulkan energi besar. Patahan besar yang saling memotong ini antara Palu-Koro dan patahan Selat Makassar pun melepaskan energi besar, inilah yang menyebabkan gempa.

Energi besar ini menyebabkan air yang berada di laut dasar naik dan menarik air yang di permukaan menyebabkan tsunami akhirnya dengan kecepatan yang sangat kencang bahkan bisa seperti kecepatan pesawat.

Hal ini sebenarnya bisa dicegah jika sedari awal semua pihak saling terbuka dan mendorong pengetahuan ke hal yang lebih teknis dan teliti. Sebetulnya di Indonesia jalur gempa dan tsunami sudah kita tahu tapi sosialisasinya ke masyarakat kurang tepat, belum lagi banyaknya analisa yang menyesatkan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved