BRI Akuisisi Dua Anak Usaha Danareksa
Akhirnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) melakukan dua aksi akuisisi sekaligus. Bank pelat merah itu pada Kamis (27/9) telah menandatangani
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Akhirnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) melakukan dua aksi akuisisi sekaligus. Bank pelat merah itu pada Kamis (27/9) telah menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat dengan PT Danareksa sebagai pemegang saham Danareksa Sekuritas dan Danareksa Investment Management.
"Jual beli saham bersyarat tersebut meliputi 67% saham Danareksa Sekuritas senilai sekitar Rp 447 miliar dan 35% saham Danareksa Investment Manajemen senilai Rp 372 miliar," kata Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI, Jumat (28/9).
Menurut Haru, kesepakatan tersebut merupakan strategi jangka panjang BRI membangun bisnis jasa keuangan dengan menyediakan layanan yang terintegrasi. Pertumbuhan bisnis perusahaan efek dan perusahaan investasi diperkirakan cukup menjanjikan seiring kenaikan kesadaran masyarakat akan produk keuangan ,terutama bagi kelas menengah.
Juga meningkatnya kebutuhan segmen wholesale terhadap produk pasar modal. "Ini agar BRI bisa berlari lebih kencang," kata Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo
BRI akan mengumumkan transaksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu Peraturan Bapepam LK No IX.E.1 pada tanggal 1 Oktober 2018 mendatang. Transaksi jual beli saham ini akan efektif setelah memenuhi persyaratan regulasi, antara lain regulasi Otoritas Jasa Keuangan.
Untuk pertumbuhan anorganik seperti mengakuisisi perusahaan di bidang sekuritas, aset manajemen dan modal ventura, BRI menganggarkan dana Rp 5 triliun di tahun ini.
Akuisisi tersebut akan semakin melengkapi bisnis bank terbesar di Indonesia ini.
BRI sendiri sudah mempunyai beberapa anak usaha. Antara lain Asuransi BRI Life, bisnis multifinance lewat BRI Multifinance Indonesia dan bisnis remitansi lewat BRI Remittance Co. Limited.
Bea Masuk Impor Keramik China Naik
Pemerintah resmi mengerek tarif bea masuk untuk keramik asal China melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119/2018.
Bea masuk keramik dari negeri tembok raksasa bertambah 23% di tahun pertama, 21% pada tahun kedua, dan 19% di tahun ketiga, dari sebelumnya hanya 5%.
Elisa Sinaga, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), menyatakan, kebijakan pemerintah itu sudah ditunggu-tunggu pelaku industri di tanah air. Sayang, kenaikan tarif itu tidak berlaku bagi produk keramik dari 125 negara termasuk India.
"Padahal, India saat ini adalah produsen keramik nomor dua di dunia," katanya ke KONTAN, Jumat (28/9).
Walau yang mendominasi keramik impor adalah produk China, kebijakan pemerintah tersebut bisa merangsang produsen keramik impor lainnya untuk memasukkan barangnya ke Indonesia.
"Sebab selama ini, India belum masuk karena kalah bersaing dengan China. Tapi ke depan, setelah ada safe guard, bukan tidak mungkin India berpeluang masuk," ungkap Elisa.
Sebelumnya, pelaku usaha keramik berekspektasi, pemberlakukan safe guard lewat pengaturan bea masuk itu berlaku untuk semua negara, tidak hanya China.
Impor keramik, menurut Elisa, setiap tahun mengalami kenaikan cukup signifikan. Dan angkanya tumbuh dobel digit.
Belum lagi, Elisa menambahkan, saat ini sudah ada tujuh juta meter persegi (m²) keramik impor yang masuk ke pasar lokal. "Kalau bisa dibilang, periode 2013 hingga 2017, impor terus naik 22% setiap tahun," ujar dia.
Daya saing meningkat
Edy Suyanto, Direktur PT Arwana Citramulia Tbk, mengatakan, secara umum perusahaannya mendukung kenaikan bea masuk keramik.
"PMK yang baru ada tambahan 23% plus existing saat ini 5%, totalnya 28% sudah mendekati harapan pelaku industri lokal yang mengharapkan bea masuk 30%," urainya.
Harapannya, kenaikan bea masuk keramik mampu meningkatkan daya saing pelaku industri keramik lokal yang selama ini, Edy bilang, dihantam produk impor China. "Harga mereka (China) sangat murah," ungkap dia.
Meski demikian, senada dengan Elisa, Edy juga menyayangkan pengecualian bagi 125 negara termasuk India. "Produk impor keramik dari India ke Indonesia masih relatif kecil dibanding China, namun industri juga tengah mewaspadai itu," katanya.
Yang jelas, dengan kebijakan pemerintah tersebut, Arwana Citramulia bisa lebih leluasa berekspansi. Mereka menyiapkan serangkaian rencana ekspansi, seperti penambahan lini produksi di pabrik Ogan Ilir di 2019 nanti.
"Dan, juga tidak tertutup kemungkinan untuk produk keramik ukuran besar yakni 60 cm x 60 cm milik kami bakal mengisi permintaan pasar dalam negeri yang selama ini dikuasai produk impor dari China," tambah Edy.
Profil Bisnis Keramik Nasional
Jumlah Perusahaan: 58 perusahaan ubin keramik
Produksi Keramik Nasional: 350 juta m2 per tahun
Konsumsi Keramik: per kapita sekitar 2 m²
Impor Keramik China: 7 juta meter persegi (m2) (semester I-2018)
Sumber: Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki)
Bakrie & Brother Harus Patuhi Rencana Induk Kalija
Perubahan desain Pipa Gas Kalimantan-Jawa (Kalija) II rupanya belum mendapatkan persetujuan dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Rancangan proyek pipa gas milik PT Bakrie & Brothers Tbk yang berubah itu mesti melalui sejumlah proses dulu.
Fanshurullah Asa Kepala BPH Migas, menegaskan, lembaganya sangat mendukung Bakrie & Brothers segera melanjutkan dan mewujudkan pembangunan jaringan pipa tersebut. Tapi.
"Kami belum memberikan persetujuan terhadap perubahan desain Kalija II," ujarnya usai menggelar pertemuan dengan pimpinan Bakrie & Brothers, Jumat (28/9). Turut hadir Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio dan Ahmad Rizal, serta Direktur PT Bakrie Indo Infrastructure AD Erlangga.
Menurut Fanshurullah, perubahan desain Pipa Kalija II harus melewati berbagai tahapan terlebih dahulu. "Ada aturannya. Itu tercantum jelas dalam Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional atau RIJGBN," imbuh dia.
Bakrie & Brothers berencana mengubah desain Kalija II, dari sebelumnya pipa membentang dari Kalimantan ke Jawa menjadi dari Kalimantan Timur (Kaltim) ke Kalimantan Selatan (Kalsel). Alasannya, Pemerintah Provinsi Kaltim tidak rela gas dari wilayah mereka dijual ke Jawa.
Emiten dengan kode saham BNBR ini sempat membuat focus group discussion (FGD) bertajuk Potensi Pemanfaatan Gas Bumi di Kalimantan Selatan pada 13 September lalu di Banjarbaru, Kalsel.
Saat itu, BPH Migas menyarankan Bakrie & Brothers melanjutkan pembangunan jaringan Pipa Kalija II secara bertahap, yaitu dengan menggarap ruas dari Kaltim hingga Kalsel.
Bobby Gafur Umar, Direktur Utama BNBR, bilang, perusahaannya memberi apresiasi yang tinggi atas perhatian BPH Migas terhadap rencana melanjutkan Pipa Kalija II.
"Kami juga akan tetap mengikuti ketentuan dan aturan hukum yang berlaku, baik dari BPH Migas maupun Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan," kata Bobby dalam keterangan tertulis.
Yang jelas, Bobby mengatakan, Bakrie & Brothers sudah mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Kalsel mengenai perubahan desain Pipa Kalija II.
Dukungan ini datang saat BNBR bertemu Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor di Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, belum lama ini.
Gubernur Kalsel menyampaikan, daerah sangat membutuhkan gas untuk industri yang ada di Kalsel. Sahbirin bahkan sudah meminta jajarannya untuk segera menghitung kebutuhan gas bumi di Kalsel untuk kemudian diajukan secara resmi kepada pemerintah pusat.
"Beliau mengatakan, akan segera menghitung kebutuhan gas di Kalsel, karena memang provinsi ini sangat membutuhkan gas untuk industri dan rumahtangga," kata Bobby. (Azis Husaini/Galvan Yudistira/Agung Hidayat)