Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

53 Tahun G30S PKI

53 Tahun G30S PKI, Katamso Dekat Mahasiswa, Dikhianati Bawahan, Jasadnya Ditemukan 20 Hari Kemudian

Hari ini tepat 53 Tahun atau tepatnya 30 September 1965 malam, terjadi peristiwa berdarah karena pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Hari ini tepat 53 Tahun atau tepatnya 30 September 1965 malam, terjadi peristiwa berdarah karena pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Peristiwa ini dikenal dengan nama Gerakan 30 September atau G30S PKI.

G30S PKI adalah peristiwa kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Pertistiwa upaya kudeta yang terjadi pada 30 September 1965 ini telah merenggut nyawa putra terbaik bangsa.

10 Pewira militer tewas dibunuh oleh para pelaku pengkhianatan tersebut baik di Jakarta dan Yogyakarta.

Baca: Kisah Pierre Tendean Batal Menikah karena Dibunuh G30S PKI, Ini Sosoknya di Mata Kakak dan Adiknya

Baca: Pierre Tendean Jadi Korban G30S PKI, Kakak dan Adiknya: Seandainya Pierre Masih Hidup

Mereka yakni Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal Suprapto, Letnan Jenderal MT Haryono, Letnan Jenderal Siswondo Parman, Mayor Jenderal Pandjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, Kapten Pierre Tendean, AIP Karel Satsuit Tubun, Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo dan Kolonel Sugiyono.

8 perwira pertama menjadi korban PKI di Jakarta sedangkan Katamso dan Sugiono dibunuh PKI di Yogyakarta.

Katamso yang saat itu menjabat sebagai Komandan Korem 072/Pamungkas di Yogyakarta. Katamso diculik dan dibunuh bersama Kepala Staf Komando Resort Militer (Korem) 072 Kodam VII/Diponegoro, Kolonel Raden Sugiono Mangunwiyoto.

Sayangnya, nama Jenderal Katamso seolah tak setenar para Jenderal lainnya. Bahkan kisah hidupnya tak banyak yang tahu. 

Baca: Putri Kolonel Sugiyono Lahir Sebulan Setelah Ayahnya Dibunuh G30S PKI, Soekarno Beri Nama Ini

Baca: Silvana Herman Debut Sebagai Yanti Nasution di Film G30S PKI, Begini Kabar Terbarunya

Wikipedia pun hanya melansir data seadanya tentang pahlawan revolusi yang meninggal di usia 42 tahun ini.

Disebutkan, Jenderal Katamso, lahir di Sragen 5 Februari 1923. 

Katamso menamatkkan pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Usai itu, melanjutkan pendidikan Tentara Pembela Tanah Air. 

Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso Darmokusumo
Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso Darmokusumo (net)

Saat bangsa Indonesia merdeka, Brigjen Katamso bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Dia ikut memimpin pasukan untuk mengusir Belanda yang melakukan agresi militer.

Bahkan melakukan penumpasan pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah.

Baca: Terungkap Keberadaan Presiden Soekarno Saat Peristiwa G30S PKI

Baca: Kisah Lucu dan Menegangkan di Sela-sela Kemuraman Pengkhianatan G30S PKI

Saat peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta, Katamso menjadi Komandan Batalyon Operasi 17 Agustus pimpinan Ahmad Yani.

Katamso dipercayakan sebagai Komandan Korem 072/Pamungkas di Yogyakarta pada 1963.

Saat itu, paham komunis mulai menyebar dilapisan masyarakat, menyasar kaum terpelajar. Dia giat membina mahasiswa untuk menghadapi PKI di Solo. 

Katamso mencium gelagat itu, sehingga memberikan pelatihan militer kepada mahasiswa untuk meningkatkan kecintaan kepada negara diatas kelompok dan golongan.

Dia memperkuat posisi resimen mahasiswa. Katamso berharap suatu saat diperlukan, mahasiswa siap memimpin sebuah kompi.

Baca: Berkat Soekarno, Jenderal Bintang Satu Ahli Intelejen Ini Lolos Penculikan G30S/PKI 

Baca: Hasil Forensik Korban G30S PKI: Tidak Ada Pencungkilan Mata Seperti dalam Film

Katamso selalu mendekatkan diri dengan masyarakat. Ia sering hadir dipertemuan umum, sehingga makin dikenal masyarakat. 

Katamso terus berupaya membina masyarakat untuk memperbaiki kondisi yang saat itu sangat miskin karena tekanan ekonomi.

Dia menjalin hubungan erat dengan para guru, orangtua siswa dianjurkan untuk membantu para guru.

Keterbukaan dan kedekatan inilah membuat PKI tak menyukai Katamso. suasana semakin tak menentu. Bermunculan propoganda PKI melalui selebaran dan pelakat.

Sore itu, Katamso baru saja kembali dari Magelang dan Kolonel Sigiono baru kembali dari Pekalongan. 

Katamso pun disodorkan surat pernyataan yang isinya mendukung dewan revolusi untuk ditandatanganinya.

Dia menolak, lalu memanggil para perwiranya untuk membahas situasi tersebut. Tak disangka, sebagian stafnya sudah dipengaruhi PKI.

Mereka datang ke rumahnya sudah membawa senjata untuk menculik Katamso. Dia dibawa ke Desa Keuntungan, kompleks Batalyon.

Dia dipukuli dengan kunci mortir 8 dan disertai beberapa kali pukulan. Mayatnya dimasukan dalam lubang yang sudah disiapkan sebelumnya. 

Baca: Kisah Sukitman, Agen Polisi yang Lolos dari Lubang Buaya saat G30S/PKI

Baca: Cerita Anak Jenderal Korban G30S/PKI, Putri Ahmad Yani Kini Berteman dengan Anak DN Aidit

Jenasahnya dan Kolonel Sugiono ditemukan pada 21 Oktober, setelah dilakukan pencarian besar-besaran. Tim pencari curiga atas tanaman yang baru ditanam di kompeks asrama di Keuntungan.

Anggota pencari menusukkan tongkatnya ke dalam tanah yang masih lunak. Ujung tongkat beradu dengan sebuah benda.

Tempat yang dicurigai itu langsung digali, dan bau busuk menyengat hidung. Di tempat itulah ditemukan jenazah Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono.

22 Oktober 1965, Katamso dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta. Katamso Darmokusumo diangkat menjadi Pahlawan Revolusi pada 19 Oktober 1965 atas Keppres No. 118/KOTI/1965.

Katamso yang saat itu berpangkat Kolonel pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, gelar ini diakui juga sebagai Pahlawan Nasional.

Dia meninggalkan seorang Istri bernama Sriwulan Murni. Mereka memiliki tujuh anak terdiri lima laki-laki dan dua perempuan.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved