G30S PKI
Pierre Tendean Jadi Korban G30S PKI, Kakak dan Adiknya: Seandainya Pierre Masih Hidup
Pierre Tendean menjadi satu dari 7 perwira tinggi TNI AD yang menjadi korban dalam peristiwa G30S PKI
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pierre Tendean menjadi satu dari 7 perwira tinggi TNI AD yang menjadi korban dalam peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia ( G30S PKI) pada 1965.
Siapakah sebenarnya Kapten (Anumerta) Pierre Andreas Tendean?
Pierre lebih banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai ajudan dari Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.
Baca: 4 Kesalahan dalam Film G30S PKI Produksi Orde Baru, Gerwani Ternyata Begini Kelakuannya
Baca: Hasil Forensik Korban G30S PKI: Tidak Ada Pencungkilan Mata Seperti dalam Film
Padahal masih banyak kisah menarik dari korban termuda dalam peristiwa G30S tersebut, seperti dituturkan oleh kakaknya Mitzi Farre dan adiknya Ny Roos Jusuf Razak yang pernah dimuat Majalah Intisari edisi September 1989. Berikut kisahnya :
Seandainya Pierre Tendean masih hidup, tahun ini usianya genap lima puluh tahun. Namun, nasib menghendakinya lain. Ia meninggal dalam usia relatif muda.
Kakaknya, Ny. Mitzi Farre, dan adiknya, Ny. Roos Jusuf Razak (sekarang ketua Yayasan Sayap Ibu), tetap menyimpan berbagai kenangan.
Antara lain bahwa Pierre Tendean pernah menjadi pengemudi traktor. Reuni SMA di Jakarta .... Seperti umumnya reuni, banyak sekali kenangan manis yang terungkap.
Dalam kegembiraan itu saya juga bertemu dengan teman-teman Pierre dan tiba-tiba saya merasa sedih.
Seandainya Pierre masih ada .... Tapi Pierre sudah lama pergi dan namanya kini dipakai untuk nama jalan.
Baca: Berkat Soekarno, Jenderal Bintang Satu Ahli Intelejen Ini Lolos Penculikan G30S/PKI

Ulang tahun ibu
Tanggal 30 September adalah hari ulang tahun ibu kami. Beberapa hari sebelum tanggal 30 September 1965, Pierre memberi tahu ia tidak bisa pulang ke Semarang untuk merayakan hari itu bersama seluruh keluarga, karena ia harus bertugas sampai siang hari.
Pierre adalah salah seorang ajudan Jenderal A.H. Nasution. Ia berjanji akan pulang bersama suami saya keesokan harinya, tanggal 1 Oktober.
Tanggal 1 Oktober 1965, ketika suami saya datang menjemput ke rumah Pak Nas di Jl. Teuku Umar, ia heran sekali karena banyak tentara berjaga-jaga.
Suami saya bahkan ditodong dengan senjata ketika memasuki rumah Pak Nas. Pierre tidak ada. Kata salah seorang penjaga, Pierre dan Pak Nas sedang pergi bertugas.
Jadi suami saya pun pulang sendiri ke Semarang. Begitu penuturan Ny. Roos Jusuf Razak, adik Kapten Anumerta Pierre Tendean.