Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tabir Gelap Jelang 30 September, Terkuak Meski Catatan Sarwo Edhie dan Aidit Lenyap

Pada dini hari 12 Maret 1966, Letjen Soeharto langsung menandatangani Surat Keputusan No. 1/3/1966 tentang Pembubaran PKI...

Editor:

Korban berjatuhan tak terhindarkan. Juga di Bali dan Sumatera Utara.

Petaka terjadi karena kematian tidak hanya karena pertempuran. Tapi banyak juga karena dibunuh setelah penangkapan.

Terdengar berita-berita sadistis semacam penyembelihan, pembunuhan massal, hingga penghanyutan mayat di sungai.

Dunia internasional menyoroti. Pemerintah lantas membentuk Komisi Pencari Fakta (FFC – Fact Finding Commission) agar jumiah korban bisa diketahui lebih pasti.

Dalam rapat pleno terakhir, Komisi yang diketuai Menteri Dalam Negeri merangkap Gubemur Djakarta Raja Mayjen dr. Soemarno itu menyepakati jumlah korban yang ditinjau di daerah sekitar Medan, sebagian Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Bali, pendeknya belum seluruh Indonesia, selama kurun waktu Desember 1965 sampai 2 januari 1966 sudah berjumlah 80.000 orang.

"Apa yang terjadi sesudahnya tidak diketahui setelah aksi pembunuhan ternyata berlangsung terus, malahan semakin meningkat," kenang Oei Tjoe Tat, Menteri Negara yang juga anggota FFC.

Sesudah semua anggota membubuhkan tanda tangan, Oei bertanya kepada Jenderal (Pol.) Soetjipto Joedodihardjo, Panglima Angkatan Kepolisian, "Apa benar angka korban hanya 80.000 yang tewas?"

Soetjipto menjawab, "Sudah pasti lebih banyak, tapi apa gunanya dibuat ramai-ramai?"

Dari anggota lain, Menteri Penerangan Mayjen Achmadi, Oei mendapat jawaban, "Jumlahnya ya, ada kalau sepuluh kali lipat."

"Kamu kok bersedia tanda tangan angka 80.000?" Oei mendesak.

“Yo wis ben (yah, biarkan saja)."

Setelah dr. Soemarno menyerahkan laporan kepada Presiden Soekarno, 2 Januari 1966, Presiden memanggil Oei secara pribadi. "Jumlah sebenarnya berapa?"

"Berdasarkan pengalaman mengikuti FFC, jumlah korban sekitar lima sampai enam kali lipat, jadi lebih kurang angkanya 500.000 atau 600.000," jawab Oei.

Sementara itu, Rum Aly, Redaktur Mingguan Mahasiswa Indonesia, dalam buku Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 melukiskan,

"Perkiraan moderat, memang menyebut angka 500.000 jiwa. Perhitungan lain antara satu juta sampai dua juta jiwa. Tetapi, Sarwo Edhie, yang berada di lapangan pascaperistiwa, suatu ketika pernah menyebut angka tiga juta jiwa. Hingga akhir hayatnya, Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo bahkan tak pernah meralat angka itu."

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved