Kematian Daud Solambela
Pasca-Suaminya Jadi Tersangka, Begini Kondisi Ibunda Daud Solambela, Keluarga Tak Percaya
Windi Taniowas, Ibunda Daud Solambela (7) mengetahui suaminya Fence Solambela (45) menjadi tersangka
Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
"Saat itu saya pulang dari ibadah duka, mau lanjut ibadah kaum bapa, jadi saya pulang, tampak pintu terbuka sedikit, saya berjalan menuju ke belakang dan tampaklah anak saya sudah tergeletak dengan tubuh berdarah," kata dia.
Ketika ia mengangkat tubuh anaknya, terasalah ada sesuatu di perut sang anak.
Ternyata itu pisau.
Fence membeber, ia sempat memeriksa rumah dan uang sebesar Rp 200 ribu dalam buku telah hilang.
Menurut dia, saat kejadian istrinya sedang berada di kaum ibu.
Sementara kakak korban tengah latihan paskibraka.
"Ibunya keluar pukul 3 sore dan saya pulang dua jam kemudian, " katanya
Sang ayah Fence menyebut, Daud rajin ke sekolah minggu.
"Ia rajin ke gereja, " beber dia.
Dikatakan Fence, Daud adalah anak manis yang taat orang tua.
Daud pun dikenal siswa berprestasi.
"Ia selalu juara satu, " kata dia.
Keluarga Fence dikenal sebagai keluarga Pelsus.
Fence mantan Penatua yang masih aktif melayani.
Sementara Windi Taneowas, ibu korban adalah Syamas.
Windi Taneowas sendiri menurut Fence kerap meminta keluarga untuk tidak balas dendam sekiranya pelaku ditemukan.
"Biar jo nanti Tuhan yang balas," katanya.
Vence rela tidur di ruang jenazah.
Langkahnya tersendat-sendat memutari ruang tunggu, sambil menunggu dipanggil para dokter.
"Saya belum mau pulang," kata Fence kepada sanak saudaranya, pada Senin malam
Matanya kosong menatapi peti dari putranya yang ada di kamar jenazah.
"Oh Tuhan apa yang terjadi pada anak saya," ucap Vence.
Tak berapa lama Ia pun berbaring disalah satu tempat duduk di depan kamar jenazah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 Wita, tak berapa lama datang seorang ibu paru baya membangunkan Fence.
"Ayo makan dulu, sudah seharian belum makan," ucap sang wanita yang menggunakan baju putih.
Fence pun bangun dengan dipapah dua orang dan pergi untuk makan.
Daud Solambela berencana ikut gerak jalan ada perayaan 17 Agustus nanti. Ia sangat bersemangat dalam berlatih.
Saat pembagian baju seragam, ternyata baju milik Daud kebesaran.
Sang ayah Fence pun membawa baju itu ke seorang saudaranya untuk dikecilkan.
Karena sang saudara sibuk, baju tersebut tak jadi dikecilkan.
Pengalaman itu diceritakan Fence kepada Tribun Manado, Senin malam di ruang otopsi RS Kandou pada Senin Malam
"Ia sangat bersemangat gerak jalan, sayangnya seperti ini," kata dia.
Menurut dia, sang anak dikenal pintar. Dia selalu juara kelas.
"Ia juga rajin ke Gereja, kadang ingatkan saya untuk ke gereja, " kata dia.
Kata Kriminolog
Menurut Kriminolog Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Dr Rodrigo Elias, tindakan tersebut sudah merupakan ciri orang yang menjadi penjahat.
“Tindakannya tidak bisa diterima dan sudah seperti penjahat,” ucapnya, Rabu kemarin.
Rodrigo menambahkan, bisa jadi ada dua hal yang memicu sang ayah melakukan hal itu.
“Pertama karena dia terganggu jiwanya. Kedua karena dalam kondisi emosi tak terkontrol, sehingga sudah gelap mata,” beber dia.
Kata Rodrigo, jika dilihat dari perbuatannya maka bisa terancam hukuman selama 15 tahun.
“Tapi jika dilihat dari berbagai faktor hakim bisa menjatuhkan pidana lebih, namun melihat beberapa unsur yang memberatkan,” tandasnya.
Terjadi Agresi Emosional
Orley Charity Sualang, psikolog, mengatakan bentuk agresi emosional dalam tindakan yang dilakukan oleh sang ayah terhadap anaknya. Terdapat beberapa faktor yang bisa membuat seseorang melakukan pembunuhan.
Pertama adalah stressor sosial ekonomi atau keluarga yang punya ekonomi rendah. Kedua adalah disorganisasi sosial atau kurangnya pengendalian diri dalam mengontrol reaksi agresi.
Faktor yang ketiga adalah budaya kekerasan yang biasanya seseorang terbentuk dalam lingkungan. Kekerasan tinggi atau mengalami kekacauan sosial serta kurang memiliki nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.
Sedangkan faktor yang keempat adalah tidak memiliki nilai spritual yang baik. Baik si pelaku maupun sang ibu dari korban butuh penanganan.
Bagi si pelaku butuh penanganan psikis seperti rehabilitasi khusus melalui konseling untuk mengetahui motifnya. Setelah motif diketahui barulah dilakukan penanganan.
Sedangkan untuk sang ibu sangat membutuhkan penanganan traumatis. Di sini peran keluarga sangat dibutuhkan, karena sang ibu tidak hanya kehilangan satu anggota keluarga tapi dua. Selain itu, rasa benci terhadap sang suami juga harus diperhatikan jangan sampai membentuk kepahitan dalam hati.
Pelajaran buat Kita
“Miris ketika membaca berita ayah membunuh anaknya sendiri. Apalagi hanya karena masalah sepele,” kata kata Natasya Permatasari, Rabu (15/8/2018).
Menurutnya, sebesar apapun masalah yang terjadi, sebaiknya jangan langsung gelap mata.
“Sebagai ibu muda merasa sedih ketika membayangkan kejadian tersebut. Ketika anak yang dilahirkan dengan penuh perjuangan harus tewas mengenaskan di tangan ayahnya sendiri,” kata perempuan kelahiran Manado, 15 Maret 1995.
Dikatakannya, kejadian itu memberikan pelajaran bagi semua orangtua termasuk dia.
“Sayangilah anak kita, karena anak itu adalah titipan dari Tuhan dan berkat dalam keluarga. Didiklah anak-anak dengan bijak, serta tegur mereka dengan kasih saat mereka melakukan kesalahan, dan berdoalah senantiasa agar keluarga kita selalu dalam lindungan Tuhan dan dijauhkan dari segala bahaya,” sebut perempuan yang berprofesi make up artis ini.