Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ini Analisa Direktur Elektoral Management Constitution Sulut, Mengenai Ongkos Politik Caleg

Modal finansial memang jadi salah satu faktor untuk sukses di pemilihan umum, meski itu bukan satu-satunya faktor

Penulis: Ryo_Noor | Editor: David_Kusuma
Istimewa
Johny Suak 

Praktik ini bukan lagi rahasia, bahkan menjadi hal biasa saja sehingga muda diterima di tengah masyarakat kita yang belum mendapatkan pendidikan politik yang cukup, juga ekonomi lemah masyarakat dijadikan sasaran empuk untuk menjadi orang yang diperalat dengan jalan politikal praktis.

Para calon kepala daerah atau caleg sangat bersimpati hanya pada saat proses kampanye akan tetapi setelah kampanye dan pemilihan berakhir, rakyat tidak lagi dianggap dan seolah-olah menjadi anak hilang yang ditelantarkan, tanpa dianggap perannya sedikitpun.

Akan tetapi pemahaman money politics (politik uang) dengan political cost (dana politik) harus dibedakan dengan sangat tajam.

"Kalau politik uang memang sangat diharamkan akan tetapi kalau dana politik itu mesti ada. Dana politik harus ada untuk membeli spanduk, poster, baju kampanye, bendera kampanye dan bahkan untuk mebuat iklan di media massa atau TV sekalipun," kata mantan Anggota Bawaslu Sulut ini.

Hal ini diperuntukkan untuk mendekatkan informasi mengenai misi dan visi calon-calon kepala daerah, atau calon-calon legislatif, kepada rakyat dengan harapan rakyat dapat memilih mereka.

Sehingga pemahaman antara money politics (politik uang) dan political cost (dana politik) harus benar-benar dibedakan agar nantinya tidak lagi menjadi persepsi yang salah dan bisa menjadi mitos.

Sangat penting untuk membedakan antara politik uang dengan dana politik agar tidak ada lagi kesalahpahaman akan pemaknaan kepada kedua istilah di atas.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada secara tegas mengatur sanksi untuk pemberi dan penerima politik uang.

Ketentuan sanksi politik uang dalam UU Pilkada diatur dalam Pasal 187 poin A hingga dalam pasal itu disebutkan, orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Selain hukuman badan, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Tak hanya kepada pemberi, penerima uang berbau politik itu juga dikenakan sanksi pidana yang sama dengan pihak pemberi. Karena itu peran lembaga yang diberi kewenangan oleh Undang undang adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai wasit yang baik. (ryo)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved