Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mahkamah Konstitusi Tolak Akui Ojek Online sebagai Angkutan Umum, Ini Kata Manajemen Go-Jek

Meski demikian, pihaknya meyakini kemajuan teknologi dapat membantu meningkatkan kesejahteraan warga Indonesia.

Editor: Aldi Ponge
Reska K. Nistanto/KOMPAS.com
Kantor Go-Jek Indonesia 

TRIBUNMANADO.CO.ID - VP Corporate Communications Go-Jek Michael Say mengatakan, pihaknya menghargai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak melegalkan ojek online sebagai transportasi umum. 

"Sebagai warga usaha yang baik, kami menghargai dan menghormati keputusan pemerintah, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi terkait status hukum ojek online," kata Michael melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Jumat (29/6/2018).

Meski demikian, pihaknya meyakini kemajuan teknologi dapat membantu meningkatkan kesejahteraan warga Indonesia. 

"Kami percaya pemanfaatan teknologi merupakan cara yang paling cepat dan tepat untuk membantu masyarakat Indonesia meningkatkan kesejahteraannya," ujarnya. 

Baca: MK Tolak Gugatan Legalitas Ojek Online, Ini Kata Menhub

Penggugat Akan Ajukan Revisi UU LLAJ

Ketua Presidium Komite Aksi Transportasi Online (KATO) Said Iqbal mengatakan, pihaknya akan mengajukan revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Hal ini menyusul ditolaknya gugatan KATO soal uji materi Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Paling langkah selanjutnya kami akan meminta 2019 revisi UU LLAJ itu masuk di Baleg," ujar Said, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/6/2018).

Said mengatakan, pihaknya akan melakukan pendekatan kepada fraksi-fraksi di DPR untuk mendorong revisi UU LLAJ tersebut.

Selain itu, KATO juga rencananya akan mengajukan citizen law suit (gugatan warga negara) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dua pekan mendatang. KATO sedang menyiapkan gugatan tersebut.

"Citizen law suit itu kita melawan pemerintah, menggugat pemerintah. Yang kita gugat hanya satu, pemerintah mengakui roda dua sebagai angkutan umum dan mempunyai status hubungan kerja antara para driver-nya dengan aplikator," kata Said.

Rencana lainnya, mereka akan mengajukan gugatan lagi ke MK. Namun, gugatan itu harus diajukan oleh penggugat yang berbeda dengan menggugat pasal yang berbeda pula.

Said menyebut, pihaknya akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra.

"Si penggugatnya harus beda, pasal yang digugat juga harus beda, tapi esensinya masih boleh sama. Nanti mau coba minta pandangan hukumnya Pak Yusril," ucap dia.

  

Baca: Mahkamah Konstitusi Tolak Akui Ojek Online sebagai Angkutan Umum

Penggugat Nilai Nasib Pengemudi Tidak Jelas

Said Iqbal mengaku kecewa karena Mahkamah Konstitusi (MK) menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.

KATO adalah wadah kumpulan pengemudi ojek online yang menggugat Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Para pengemudi ojek online keberatan karena ketentuan pasal tersebut tidak mengatur motor sebagai angkutan umum.

Said menjelaskan, dengan ditolaknya uji materi tersebut, nasib pengemudi ojek online tidak akan jelas.

"Karena roda dua tidak diakui sebagai angkutan umum, maka dia (pengemudi) enggak punya hubungan kerja (dengan penyedia aplikasi). Akibatnya, tidak punya hak berunding tentang penentuan bonus per kilometer," kata Said, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/6/2018).

Selain itu, Said menyebut, para pengemudi ojek online tidak akan memiliki jaminan kesehatan dari Grab atau Go-Jek, karena tidak tidak adanya hubungan kerja. Pengemudi ojek online juga tidak bisa memiliki jaminan keselamatan kerja.

"Tidak punya hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan, baik itu kecelakaan kerja, kematian, kalau ada tabrakan. Kemudian, jaminan pensiun dia. Tidak punya hak dia untuk kalau terjadi sesuatu dengan kendaraannya, misal tabrakan, rusak, siapa yang mengganti, ada enggak asuransi, enggak jelas," ujar Said.

Menurut Said, MK tidak mempertimbangkan substansi gugatan yang diajukan KATO. Hakim MK, kata dia, hanya memerhatikan tidak adanya larangan pemerintah terhadap beroperasinya ojek online, sehingga ojek online tetap bisa beroperasi.

Padahal, KATO mempersoalkan tidak adanya aturan yang menyebut motor sebagai transportasi umum dalam UU LLAJ.

KATO menilai, aturan itu penting agar nantinya para pengemudi ojek online ini memiliki hubungan kerja dengan Grab atau Go-Jek, yang akan berimbas pada nasib mereka.

"Akibat substansinya tidak ditangkap oleh MK untuk dilanjutkan sidangnya, berarti para driver ojek online tidak sebagai angkutan umum, maka tidak punya hubungan kerja dengan si aplikator, karena Go-Jek dan Grab kan berdalih bahwa mereka ini bukan majikan, bukan pengusaha, mereka hanya penyedia aplikasi," kata Presiden KSPI itu.

MK sebelumnya memutuskan menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.

Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018, yang diajukan oleh para pengemudi ojek online.

MK menolak permohonan pemohon karena menganggap sepeda motor bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum. MK menyatakan, ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Akui Ojek "Online" sebagai Angkutan Umum, Ini Kata Manajemen Go-Jek", https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/29/17393531/mk-tolak-akui-ojek-online-sebagai-angkutan-umum-ini-kata-manajemen-go-jek. dan

"Ojek "Online" Ditolak sebagai Angkutan Umum, Penggugat Akan Ajukan Revisi UU LLAJ", https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/28/22134251/ojek-online-ditolak-sebagai-angkutan-umum-penggugat-akan-ajukan-revisi-uu.  dan 

"Ojek "Online" Ditolak sebagai Angkutan Umum, Penggugat Nilai Nasib Pengemudi Tidak Jelas", https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/28/21590151/ojek-online-ditolak-sebagai-angkutan-umum-penggugat-nilai-nasib-pengemudi. 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved