Tajuk Tamu
Pilkada 2018 di Tahun Anjing Tanah
Barangkali tidak berlebihan jika mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah atau pilkada itu adalah soal peruntungan.
Tajuk tamu oleh Ferlansius Pangalila dari Sabda Palon Institute, Jakarta
TRIBUNMANADO.CO.ID - Barangkali tidak berlebihan jika mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah atau pilkada itu adalah soal peruntungan.
Mengapa? karena ini soal nasib, soal takdir menang atau kalah. Walau memang tidak sesederhana itu, karena yang dipertaruhkan adalah Masa Depan Rakyat, jauh melebihi gengsi peruntungan para kandidat.
Jika ini soal peruntungan dan yang dipertaruhkan adalah masa depan rakyat minimal selama 5 tahun ke depan, maka seharusnya pilkada adalah pertarungan visi, misi dan program kerja yang diusung oleh masing-masing kandidat. Manakah yang secara logis lebih dibutuhkan oleh rakyat?
Pilkada tahun 2018 ini cukup menarik, karena diselenggarakan pada tahun anjing tanah, menurut penanggalan Lunar dalam zodiak Cina.
Anjing ini adalah salah satu simbol dari 12 hewan kultur dalam horoskop cina yang lebih dikenal dengan istilah “shio”.
Sebenarnya di beberapa daerah, misalnya Minahasa punya juga beberapa hewan yang secara kultur dihubungkan dengan peruntungan, yang paling terkenal adalah Burung Manguni.
Minahasa juga menggunakan burung manguni sebagai simbol kabupaten Minahasa, selayaknya burung Garuda sebagai simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Umumnya, Anjing adalah hewan yang setia kepada tuannya dalam keadaan apapun. Hampir setiap keluarga di Minahasa memelihara anjing dengan berbagai macam maksud (maaf, tak terkecuali maksud mengkonsumsinya).
Bahkan dalam kepercayaan Tionghoa, jika anjing masuk ke rumah dipercaya sebagai masuknya keberuntungan (apakah demikian?)
Orang yang lahir di tahun anjing atau lebih akrab disebut bershio anjing memiliki karakteristik yang menonjol yaitu: setia, mandiri, jujur dan tegas.
Shio anjing juga dikenal sebagai pribadi yang tidak takut pada kesulitan yang dialami dalam kehidupan.
Maka tidak sedikit orang yang lahir pada tahun anjing melihat kehidupan ini dengan penuh optimisme dan baik-baik saja, serta selalu terlihat tegar dalam menghadapi kesulitan hidup yang dialami.
Memang agak sedikit aneh menghubungkan pilkada 2018 dengan Shio Anjing ini.
Tetapi nilai-nilai atau karakteristik yang menonjol ini dirasa cukup relevan dengan Pilkada tahun 2018 sekarang ini; yakni rakyat mengharapkan Kandidat yang terpilih pada tanggal 27 Juni 2018 nanti adalah Pelayan Masyarakat yang berwatak setia, mandiri, jujur dan tegas sebagaimana yang digambarkan dalam horoskop cina tersebut.
Pertama, anjing yang dikenal setia kepada tuannya dalam kondisi apapun.
Pilkada 2018 tidak lebih dimaksudkan sebagai pergantian penguasa atau kepala daerah secara legal.
Kepala Daerah adalah Pelayan Masyarakat yang mestinya sangat setia kepada masyarakat sebagai tuannya dalam keadaan apapun.
Pemerintah adalah abdi negara dan pelayan masyarakat. Sebagai abdi negara mestinya dia melaksanakan semua tugas penyelenggaraan negara yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dan dalam melaksanakan tugasnya ini, pemerintah adalah sebagai pelayan masyarakat.
Makna negara demokrasi adalah pemerintah sebagai pelayan rakyat karena sesungguhnya pemerintah adalah rakyat itu sendiri.
Kesetiaan pemerintah daerah kepada rakyatnya dapat diukur dari komitmennya dalam melaksanakan sumpah/janji jabatannya sebagai kepala daerah.
Berkomitmen kepada apa yang telah dijanjikan pada saat kampanye yaitu menjalankan visi dan misi serta program kerja yang dikampanyekan pada saat pilkada. Komitmen mewujudkan kesejahteraan rakyat ini merupakan bentuk kesetiaannya kepada yang dipertuan yakni rakyatnya sendiri.
Mandiri, bukan berarti egois atau bahkan otoriter dalam memimpin.
Pemimpin yang mandiri sebenarnya lebih dari pemimpin yang tidak bergantung kepada kepentingan tertentu, termasuk kepentingan partai politik pengusungnya.
Lebih dari itu, Pemimpin daerah yang mandiri adalah pemimpin yang kreatif, inovatif dan berdaya saing yang kuat.
Pilkada 2018 ini dapat melahirkan pemimpin daerah yang berwatak Mandiri, dimana kepala daerah sangat proaktif, kreatif dan inovatif dalam mengelolah berbagai sektor yang berpotensi meningkatkan pemasukan daerah misalnya sektor pariwisata dan sektor perdagangan.
Pemimpin daerah yang berkomitmen kuat untuk menciptakan iklim yang menarik investasi. D
ia tahu mengelolah segala sumber daya yang ada di daerahnya demi kemakmuran masyarakat.
Dengan demikian daerah ini tidak bergantung pada anggaran dari pemerintah pusat karena dia sendiri memiliki Pendapatan Asli Daerah yang baik.
Jujur, adalah salah satu karakteristik yang sangat menonjol yang dimiliki oleh orang yang bershio anjing.
Dalam konteks ini, Pemerintah Daerah yang berwatak jujur adalah pemerintah daerah yang menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan benar-benar bersih (good governance and clean government),_ transparan dan akuntabel.
Kejujuran dalam pemerintahan daerah tidak hanya berakibat pada diraihnya predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK karena pengelolaan keuangan yang baik dan bersih, melainkan kinerja pemerintahan dapat diukur dari peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dilayaninya.
Kejujuran juga menjadi nilai yang sangat penting untuk dianut oleh pemerintah daerah.
Kasus korupsi di daerah meningkat hanya karena ketidakjujuran pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya terlebih pengelolaan APBD.
Efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan APBD menjadi kunci peningkatan kesejahteraan rakyat bukan sebaliknya yakni kesempatan untuk memperkaya diri sendiri atau keluarga dan kroni-kroninya alias korupsi.
Karakteristik yang terakhir adalah tegas. Rakyat mendambakan pemerintah daerah yang Tegas.
Ketegasan pemerintah bukan berarti diktator atau otoriter.
Dalam hal yang prinsipil pemerintah daerah harus menunjukan ketegasanya, misalnya mengenai 4 konsensus dasar bangsa Indonesia yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Pemerintah Daerah harus mempunyai komitmen yang kuat dan tegas soal ini, tidak boleh ada pemikiran apalagi ada upaya untuk mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar lainnya.
Tidak boleh ada Peraturan daerah yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pemerintah daerah dapat mengelolah rumah tangganya sendiri secara bebas, tidak tergantung pada pemerintah pusat karena kewenangan otonomi daerah yang diberikan kepadanya berdasarkan asas desentralisasi; asas dekonsentrasi dan asas perbantuan.
Yang kesemuanya dimaksudkan sebagai kebebasan untuk melaksanakan sebagian wewenang kekuasaan negara yang dibatasi dengan aturan hukum, dan hal ini bukanlah pemberian kedaulatan sehingga kepala daerah tidak boleh seenaknya saja membuat berbagai kebijakan daerah (perda-perda) yang bertentangan dengan Pancasila yang adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Pemerintah daerah yang lahir dari Pilkada 2018, tahun anjing tanah ini adalah pemerintah daerah yang secara tegas menjunjung tinggi toleransi dengan tidak menggunakan primordialisme agama atau politik identitas agama tertentu sebagai jalan untuk merebut kekuasaan di daerah.
Ini penting karena karakteristik yang menonjol di tahun anjing tanah ini adalah kesetiakawanan sosial yang tinggi dan sikap toleransi bukan rakus kekuasaan.
Keempat karakteristik yang menonjol ini yakni setia, mandiri, jujur dan tegas, bukanlah karakter utopia dan sulit diukur apalagi dilihat, justru pada masa-masa kampanye ini, akan sangat kentara mana kandidat/calon pemimpin daerah yang menjadi harapan rakyat dan mana yang hanya sekedar adu peruntungan nasibnya di tahun anjing tanah ini.
Marilah kita menjadi pemilih yang cerdas yang akan membantu melahirkan pemimpin daerah yang berkarakter setia, mandiri, jujur dan tegassesuai dengan harapan rakyat.
Dengan cara menggunakan hak pilih kita di pilkada 2018 ini, dengan memilih sesuai dengan logika/akal budi yang sehat dan hati nurani yang baik. Kita percaya bahwa rakyat masih punya hati untuk melihat kandidat yang punya karakter setia, mandiri, jujur dan tegas dan mampu membedakannya dengan kandidat lainnya yang hanya menuruti hawa nafsu hewani yang rakus dan menjijikan.
Selamat Berpilkada!!!
Tomohon, 21 Juni 2018
Ferlansius Pangalila dari Sabda Palon Institute, Jakarta