Jenazah Jecky Payow Diautopsi Tanpa Izin Keluarga, Tanggapan Dosen FH Unsrat ini Mengejutkan
Dosen Fakultas hukum Unsrat, Dr Ralfie Pinasang mengatakan Autopsi atau visum at repertum wajib dilakukan oleh dokter sesuai permintaan Polisi
Penulis: | Editor: Aldi Ponge
News Analysis Dosen Fakultas hukum Unsrat, Dr Ralfie Pinasang
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kasus pembunuhan Jecky Payow (21) warga Tanjung Mariri, Kecamatan Poigar, Bolmong menjadi heboh karena keluarga protes tindakan RSUP Kandou yang melakukan autopsi jenazah korban pada Minggu (22/4/2018).
Dosen Fakultas hukum Unsrat, Dr Ralfie Pinasang mengatakan Autopsi atau visum at repertum wajib dilakukan oleh dokter sesuai permintaan Polisi, jika diduga kematian seseorang terjadi karena hal yang tak wajar atau tak normal.
Baca: Jenazah Jecky Payow Diautopsi dan Tak Utuh Lagi, Ayah Korban Keberatan: RS Sampaikan Hanya Mandikan
Visum tak harus mendapat persetujuan keluarga, tapi cukup diberitahukan saja oleh Polisi kepada keluarga, sebab sifatnya merupakan delik pidana bukan delik aduan.
Visum pun hanya dilakukan oleh dokter forensik sesuai dengan kode etiknya.
Visum memang sangat penting dilakukan, sebab bisa mengungkap penyebab mati seseorang.

Misalnya apakah seseorang itu mati karena diracun, dipukul dengan beda tumpul, atau dengan menggunakan senjata tajam atau alat apa saja.
Hasil dari visum tersebut, wajib dilaporkan oleh dokter kepada Polisi, sebagai pihak yang meminta melakukan visum.
Hasil visum bisa menjadi alat bukti bagi Polisi untuk membuat kasus kematian seaeorang menjadi jelas penyebabnya.
Hasil visum bisa diteruskan juga kepada keluarga, sehingga penyebab kematian seseorang biaa diketahui jelas.
Baca: Heboh Autopsi Jenazah Jecky Payow, Ternyata Korban Ditikam dengan Pisau Sepanjang 50 Sentimeter
Namun, jika saat visum keluarga menduga terjadi hal-hal diluar yang seharusnya dilakukan oleh dokter, misalnya ada indikasi organ vital seseorang telah diambil, maka keluarga bisa mengajukan keberatan ke rumah sakit.
Keberatan tersebut bisa dilanjutkan ke pihak berwajib dengan melaporkan secara resmi kepada Polisi dengan bukti yang cukup.
Dari laporan tersebut, Polisi selanjutnya bisa melakukan penyelidikan apakah keberatan yang disampaikan keluarga itu benar-benar terjadi.
Keluarga tak bisa hanya berspekulasi bahwa telah terjadi pengambilan orgam vital saat melihat kondisi seseorang setelah di visum.
Tapi harus dibuktikan dengan menempuh jalur hukum sesuai dengan aturan yang berlaku di Negara ini.
Tak ada cara lain yang bisa ditwmpuh, misalnya dengan ribut-ribut atau merusak fasilitas di rumah sakit, sebab tindakan itu bisa dikategorikan juga melanggar hukum. (Warstef Abisada)
Ayah Korban Keberatan
Alfian Payow, Ayah Jecky Payow (21) korban pembunuhan keberatan dengan tindakan RSUP Kandouw Malalayang, khususnya tim dokter yang melakukan tindakan autopsi jenazah anaknya.
"Keluarga tidak dimintakan untuk dilakukan Autopsi terhadap jenazah Jecky. Pihak rumah sakit hanya menyampaikan akan memandikan jenazah korban. Namun kondisi jenazah sesuai amatan kami keluarga sudah tidak utuh lagi," ucap Alfian Payow kepada tribunmanado.co.id di rumah duka Desa Tanjung Mariri dusun satu. pada Minggu (22/4/2018) malam
Alfian menceritakan bahwa anaknya saat dibawa ke rumah sakit masih dalam keadaan hidup, tapi setelah beberapa saat korban dinyatakan meninggal Sabtu (21/4/2018) malam sekitar pukul 18.00 Wita.

Pihak keluarga dan kerabat menduga jenazah Jecky telah diambil organ tubuh bagian dalam serta bagian dalam kepala oleh pihak rumah sakit yang menangani jenazah.
"Kami melihat dan menyaksikan saat jenazah selesai dimandikan oleh petugas. Ada yang aneh sehingga keluarga memeriksa jenazah korban dan terlihat jahitan panjang dibagian perut sampai kepalanya dijahit," ujar Alfian.
Ia meminta seharusnya pihak rumah sakit untuk menanyakan kepada keluarga apakah mau dilakukan otopsi kepada jenazah.
"Anggota keluarga saat berada di RS hanya menandatangani dokumen BPJS milik korban, bukan izin otopsi," ungkap Alfian dengan perasaan sedih.
Dia juga meminta kepada pihak kepolisian Kota Manado untuk memberikan izin dan mengeluarkan keluarga maupun kerabat korban yang ditahan petugas.
Baca: Autopsi Jenazah Jecky Payow Bikin Heboh, Tenyata Pelaku Bunuh Korban Gara-gara Hal Sepele ini
"Mereka hanya kecewa karena melihat kondisi jenazah yang tidak normal menurut amatan keluarga," terang Alfian.
Rencananya korban akan dimakan besok hari di Desa Mariri.
Rumah duka dipenuhi masyarakat, keluarga, dan kerabat sampai tengah malam, sekitar 23.20 Wita. (Maikel Karundeng)
Heboh live Facebook dari Ruang Jenazah
Sebelumnya, pada Minggu (22/4/2018) pagi beredar video sebuah keributan di kamar Jenazah RSUP Kandou karena diduga keluarga korban pembunuhan keberatan atas autopsi yang dilakukan.
Video siaran langsung dari akun Facebook Gerry Marchell Maramis Rey yang berdurasi 9 menit 40 detik tersebut memperlihatkan kekacauan yang terjadi salah satu rumah sakit terbesar di Sulawesi Utara.
Menurut captionnya kekacauan itu terjadi di Ruang Jenazah di Rumah Sakit Umum Pusat Prof dr RD Kandou, Malayang, Manado.
Dalam video tersebut memperlihatkan jenazah yang tergeletak di atas bangsal dan dikerubuni oleh pihak kerabat dna keluarga.

Kekacuan terjadi saat kerabat melihat bagian tubuh jenazah terdapat luka jahitan dari bagian perut hingga bagian atas dada.
Karena kerbat dan keluarga tak terima mereka mengamuk di ruang jenazah rumah sakit tersebut.
Dalam video tersebut pun terdengar suara gaduh dan tangisan histeris dari keluarga jenazah.
Bahkan salah satu dari mereka berteriak-teriak meminta untuk mengembalikan organ dalam jenazah.
Kekacauan yang diduga dilakukan oleh pihak korban yang tidak terima atas cara otopsi yang dilakukan pada jenazah.
Baca: Terkait Autopsi Jenazah Jecky Payow, Begini Tanggapan Humas RSUP Kandou
Menurut jawaban dari pertanyan beberapa warganet di kolom komentar unggahan tersebut jenazah merupakan korban penikaman dan kemudian diotopsi.
Video yang disiarkan langsung, Minggu (22/04/2018) dini hari sekitar pukul 04.00 Wita dengan durasi 9 menit 40 detik sudah 4 ribu kali dibagikan dengan 79 ribu kali tayang dan 695 komentar warganet.
Richard Oroh: Qpa dia ger?
Gerry Marchell Maramis: Rey Orng tikang
Gerry Marchell Maramis Rey: Katanya otopsi, luka tikang di dada, smpe kepala dorang bela no
"Kacau kamar jenasa, kasiang ehh E'boy Geraldy Payow kpa nn p badan so b gini
#RS Kandow malalayang" (Shity Nurjana)
Autopsi Itu Wajib Dilakukan
Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Manado Kombes FX Surya Kumara mengatakan, mengenai autopsi jenazah korban pembunuhan di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara (Sulut), sudah dilakukan sesuai dengan prosedur.
Dan mengenai persetujuan dari keluarga, kata kapolresta sudah ada.
"Pasti lah," ujar kapolresta singkat kepada TribunManado.co.id, Minggu (22/4/2018) siang.

Kapolresta menegaskan bahwa autopsi itu ketentuan yang wajib dilaksanakan.
"Jika ada yang menghalangi akan dituntut sesuai dengan ketentuan," ujar dia.
Kapolresta menambahkan, saat ini tersangka kasus pembunuhan tersebut sudah ditangkap.
"Tersangka sudah kita tangkap," ujar kapolresta. (Handhika Dawangi)
Tanggapan Humas RSUP Kandou
Kepala Sub Bagian Hukum Organisasi dan Hubungan Masyarakat RSUP Prof dr RD Kandou Meike Dondokambey menegaskan, tidak ada praktik menyimpang pihak RS Kandou dalam penanganan jenazah Geraldy Payow atau Jecky Payow (21).
"Kami jalankan sesuai prosedur," kata dia via ponsel kepada tribunmanado.co.id, Minggu (22/4/2018) malam.
Dikatakan Mieke, jenazah Geraldy menjalani autopsi sebab merupakan korban pembunuhan.
Hal itu merupakan kewajiban pihak RS yang diatur dengan UU.
"Kami diminta pihak kepolisian dan hasil autopsi juga bakal diserahkan ke polisi," kata dia.

Mengenai bekas jahitan di perut korban, sebut dia, adalah bekas autopsi.
Menurut dia, tak ada pencurian organ seperti isu yang berkembang.
"Hanya ada autopsi, dan autopsi yang kami lakukan sesuai prosedur, tak pengambilan organ," kata dia.
Kekacauan di Ruang Jenazah Rs Kandou Malalayang (Kolase Tribun Manado/Facebook)
Keluarga Keberatan Autopsi
Sebelumnya, pada Minggu (22/4/2018) pagi beredar video sebuah keributan di kamar Jenazah RSUP Kandou karena diduga keluarga korban pembunuhan keberatan atas autopsi yang dilakukan. (Handhika Dawangi)
Dibunuh Gara-gara Hal Sepele
Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Manado Kombes FX Surya Kumara mengungkap beberapa fakta.
Di antaranya korban dan tersangka saling mengenal namun tidak akrab.
Setelah melakukan penikaman, tersangka melarikan diri sedangkan korban dilarikan ke rumah sakit umum Prof. Dr. dr Kandou Malalayang namun tidak tertolong lagi dan meninggal di rumah sakit.
Latar belakang permasalahan, yakni karena tersangka tidak senang korban berteman dengan teman tersangka. Saat melakukan penikaman tersangka dalam keadaan mabuk.
Pada saat kejadian, tersangka bersama satu orang temannya lelaki berinisial AP (18) yang hanya mengawasi saja dan tidak melakukan apapun.

Korban sudah sekitar satu minggu tinggal di kamar kost AB namun pembayaran dengan paket harian atau dibayar per hari.
Kasus pembunuhan ini terjadi di kosan lorong Lorong HnF Malalayang Satu pada Sabtu (21/4/2018) pukul 18.00 Wita.
Dalam waktu 5 jam, Tim Macan Kepolisian Resor Kota (Polresta) Manado bersama tim reskrim Polsek Malalayang melakukan pengejaran dan berhasil menangkap tersangka pembunuhan.
Dari penuturan polisi, saat itu dua tersangka masuk ke dalam satu kamar kos.
Di dalam, satu orang tersangka kemudian langsung menikam korban dengan pisau badik ke arah pundak kanan, dada kiri, dan lengan kiri korban.
Penangkapan yang pertama dilakukan pada Sabtu (21/4/2018) pukul 23.30 Wita terhadap seorang lelaki yang saat itu diduga bersama dengan tersangka utama yang melakukan penikaman hingga mengakibatkan korban meninggal dunia.
Lelaki tersebut berinisial AP (18), warga Titiwungen Utara.
Dia ditangkap di Belakang Dealer Ford di Winangun, Manado.
AP ini juga terlibat kasus penikaman di Lorong Losmen Belakang Freshmart Teling Atas Lingkungan 8, Manado, bersama dua lelaki yang juga sudah ditangkap yakni JT (22) warga Pakowa dan JR (16) warga Kampung Langowan Manado di lokasi yang sama. (Handhika Dawangi)