Elite Politik Ramai-ramai Bela Dokter Terawan: Begini Kesaksian Prabowo
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku pernah menjadi pasien Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Terawan selama ini diketahui sebagai orang yang mengenalkan metode "cuci otak" untuk mengatasi penyakit stroke.
Terapi "cuci otak" dengan Digital Substracion Angiography (DSA) diklaim bisa menghilangkan penyumbatan di otak yang menjadi penyebab stroke. Namun, metode "cuci otak" yang dikenalkan Terawan menuai pro kontra.
Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie melalui akun Instagram-nya mengatakan, metode "cuci otak" oleh dokter Terawan telah mencegah maupun mengobati puluhan ribu orang dari penyakit stroke.
"Saya sendiri termasuk yang merasakan manfaatnya, juga Pak Tri Sutrisno, SBY, AM Hendropriyono, dan banyak tokoh/pejabat, juga masyarakat luas.
Mudah menemukan testimoni orang yang tertolong oleh dr Terawan," tulis Aburizal di akun Instagram-nya @aburizalbakrie.id.
Di sisi lain, terapi "cuci otak" dinilai belum melalui uji klinik dan belum terbukti secara ilmiah dapat mencegah atau mengobati stroke.
Dokter Terawan: Sebagai Seorang TNI, Saya Tidak Pernah Mau Mengiklankan Diri
Kepala RSPAD Gatot Subroto Mayjen TNI dokter Terawan Agus Putranto membantah dirinya pernah mengiklankan diri dan mengangkat terapi "cuci otak" dengan digital subtraction angiography (DSA).
"Saya sebagai seorang TNI tidak pernah mau mengiklankan diri, tetapi kalau saya menerangkan secara medis, itu kewajiban saya karena menyangkut kejujuran ilmiah," ujar Terawan saat konferensi pers di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018).
Dia meminta pihak mana pun memperlihatkan dirinya mengiklankan diri dengan terapi "cuci otak".
"Lah, saya tidak tahu iklan yang mana karena tidak boleh, harus ditunjukkan di mana saya beriklan. Mohon izin ditunjukkan iklannya seperti apa. Bahaya menuduh sesuatu mengiklankan," ujarnya.
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhar meyakini Terawan tidak pernah mengiklankan diri.
Dia mengatakan, beriklan membutuhkan biaya dan biaya tersebut berasal dari Kementerian Keuangan.
"Jadi, soal iklan, seluruh biaya, dan sebagainya diputuskan Kementerian Keuangan, tidak membuat tarif sendiri tidak ada. Saya kira terlalu jauh mengatakan diiklankan," ujar Abdul.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prijo Sidipratomo mengatakan, pemberhentian sementara dilakukan karena Terawan dianggap melakukan pelanggaran kode etik kedokteran.