Soal Dugaan Miras Produksi Lokal Mengandung Metanol, Begini Kata BBPOM Manado
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Manado memastikan seluruh produk minuman keras (miras) berlabel aman dikonsumsi.
Penulis: | Editor: Lodie_Tombeg
Lanjut Agung, untuk menerbitkan izin edar, syaratnya cukup ketat. Misalnya, perusahaan wajib melampirkan hasil uji produk dari laboratorium yang telah terakreditasi dan juga memiliki label.
‘’Pengujian sampel di pasaran tetap kami lakukan. Jika, produk tak sesuai dengan data yang didaftarkan, misalnya labelnya saja berbeda, maka akan diberi peringatan dan produknya bisa ditarik dari pasaran,’’ ujar dia.
Ditambahkan Sarlota, ada tiga dari sembilan perusahaan yang memproduksi miras di Sulut terpaksa tutup. Sebelumnya pada tahun 2017, ada satu perusahaan yang lebih dulu ditutup. Mereka tak memperpanjang izin edar.
Ketiga perusahaan dimaksud, UD Serasa yang memproduksi Segaran Sari, Perusahaan King yang memproudksi King dan Master, PT Padang Jaya yang memproduksi Mcdonald, serta Perusahaan Cawan Mas.
‘’Hanya enam perusahaan miras yang teregistrasi dan memiliki izin edar di Sulut, sementara empat perusahaan lainnya sudah ditutup, karena tak memperpanjang izin edar ke BBPOM,’ kata Sarlota.
Empat perusahaan miras yang ditutup dari pantauan BBPOM. Semua fasilitas dan sarana produksi masih ada, namun tak lagi berproduksi. Mereka tak boleh mendistribusikan produks ke pasaran.
‘’Jika ada produk yang tak memiliki izin beredar, maka akan langsung kami amankan dan musnahkan. Sebab, jika dibiarkan akan mengancam keselamatan masyarakat bila dikonsumsi,’’ ujarnya.

Disperindag Sulut melakukan pembinaan dari aspek produksi perusahaan miras. "Kami melakukan pembinaan terhadap aspek produksinya," ujar Kepala Disperindag Sulut Jenny Karouw, Kamis kemarin.
Sedangkan untuk izin pendirian perusahaan dilakukan ke Kementerian Perindustrian. Soal dugaan perusahaan miras yang menggunakan metanol harus ada pembuktian terlebih dahulu seperti uji laboratorium oleh BBPOM.
Lanjut dia, produksi minuman beralkohol di Manado berbahan dasar Cap Tikus. "Kalau ada dugaan seperti itu harus uji laboratorium," ungkapnya.
Kata dia, saat ini yang tercatat sebanyak 10 perusahaan dari sebelumnya 12 perusahaan miras. Sedangkan mengenai sisa enam perusahaan menurut data BPOM, artian produksinya terhenti dalam waktu tertentu karena mesinnya rusak, tapi kemudian mulai aktif kembali.

Kata dia, soal jumlah produksi harus melihat dulu izin kapasitas produksi dan produksi riilnya.
Karena terkadang produksi turun dibandingkan dengan kapasitas produksi. "Harus dilihat dulu laporannya," ungkapnya.
Pengamat ekonomi Sulut Robert Winerungan menilai tata niaga minuman beralkohol harus diatur dengan baik. Karena dari perusahaan tersebut pemerintah bisa memeroleh pendapatan melalui cukai yang dikenakannya untuk setiap minuman yang diproduksi.
Apalagi minuman bukan merupakan bahan makanan sehingga penggunaan cukai harus diberlakukan. Jangan sampai produk dari minuman tersebut tidak memiliki cukai, karena akan merugikan pemerintah. Apalagi dampaknya juga luas.
Oleh karena itu pengawasan harus dilakukan termasuk dari peredarannya. Tak hanya miras yang diproduksi dalam negeri saja, melainkan juga luar negeri.
Hal ini karena jika tidak diatur bisa merugikan pemerintah, karena untuk melarang peredarannya tidak mungkin dilakukan. Apalagi saat ini era ekonomi terbuka. Untuk itu harus ada benefit yang didapatkan oleh pemerintah.
Minimal dari peredaran Minol pemerintah mendapatkan pendapatan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. (erv/war)