Soal Dugaan Miras Produksi Lokal Mengandung Metanol, Begini Kata BBPOM Manado
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Manado memastikan seluruh produk minuman keras (miras) berlabel aman dikonsumsi.
Penulis: | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Manado memastikan seluruh produk minuman keras (miras) berlabel aman dikonsumsi.
Kekhawatiran ada miras pabrikan lokal yang mengandung metanol tidak terbukti.
Menurut Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BBPOM Manado Sarlota Patabang,
ada enam perusahaan miras yang masih aktif berproduksi.
Produk aman untuk dikonsumsi setelah melalui pengujian dan pengawasan ketat pendistribusian oleh BBPOM.
‘’Dari uji yang kami lakukan terhadap produk yang beredar di pasaran, belum ditemukan bahan membahayakan seperti metahol yang dapat menyebabkan kelumpuhan syaraf, kebutaan, hingga kematian. Jadi, tetap aman dikonsumsi,’’ kata Sarlota kepada Tribun Manado, Kamis (25/1/2018).
Ia menjelaskan, perusahaan miras di antaranya UD Sehat Sentosa yang memproduks Kasegaran rasa original dan anggur.

Keduanya masuk golongan B, kadar alkoholnya 14 persen dengan masa edar berlaku hingga 7 Juli 2021. Kemudian Champion yang memproduksi Valentine yang masuk golongan A.
Perusahaan ini juga produksi Shampino dan Champion kategori golongan B.
Ada juga Kabesaran yang membuat miras bermerk Kabesaran dan Pinaraci dengan kadar alkohol 13,68 persen (golongan B). Sementara CV VIP memproduksi minuman Casanova yang masuk golongan A.
Perusahaan Sumber Air Manado membuat miras merk Burung Sakti, Toddy Burung, dan Burung.
Masa edar produksi ini hingga tahun 2020.
Khusus PT Gunung Mas Abadi Utama yang memproduksi Selera Sari, Gensano dan Senator, masa edarnya hingga tahun 2020.
Kepala Seksi Sertifikasi BBPOM Agung Kurniawan menambahkan, produk enam perusahaan miras itu menggunakan bahan baku dari air fermentasi nira (cap tikus) yang bisa dikonsumsi setelah diuji BBPOM.
‘’Untuk kapasitas produksi tiap perusahaan kami tidak tahu.
Itu menjadi kewenangan Dinas Perindustian dan Perdagangan Provinsi (Sulawesi Utara). Tapi untuk legalnya, kami pastikan semuanya legal dan aman, sebab diawasi oleh BBPOM,’’ kata dia.
Semua produk yang memiliki izin edar dari BBPOM, menurut Agung, bisa dijual bebas di pasaran. Bahkan, boleh diekspor hingga ke luar negeri. ‘’Jika ada izin edar, maka untuk ekspor pun bisa,’’ tuturnya.

Lanjut Agung, untuk menerbitkan izin edar, syaratnya cukup ketat. Misalnya, perusahaan wajib melampirkan hasil uji produk dari laboratorium yang telah terakreditasi dan juga memiliki label.
‘’Pengujian sampel di pasaran tetap kami lakukan. Jika, produk tak sesuai dengan data yang didaftarkan, misalnya labelnya saja berbeda, maka akan diberi peringatan dan produknya bisa ditarik dari pasaran,’’ ujar dia.
Ditambahkan Sarlota, ada tiga dari sembilan perusahaan yang memproduksi miras di Sulut terpaksa tutup. Sebelumnya pada tahun 2017, ada satu perusahaan yang lebih dulu ditutup. Mereka tak memperpanjang izin edar.
Ketiga perusahaan dimaksud, UD Serasa yang memproduksi Segaran Sari, Perusahaan King yang memproudksi King dan Master, PT Padang Jaya yang memproduksi Mcdonald, serta Perusahaan Cawan Mas.
‘’Hanya enam perusahaan miras yang teregistrasi dan memiliki izin edar di Sulut, sementara empat perusahaan lainnya sudah ditutup, karena tak memperpanjang izin edar ke BBPOM,’ kata Sarlota.
Empat perusahaan miras yang ditutup dari pantauan BBPOM. Semua fasilitas dan sarana produksi masih ada, namun tak lagi berproduksi. Mereka tak boleh mendistribusikan produks ke pasaran.
‘’Jika ada produk yang tak memiliki izin beredar, maka akan langsung kami amankan dan musnahkan. Sebab, jika dibiarkan akan mengancam keselamatan masyarakat bila dikonsumsi,’’ ujarnya.

Disperindag Sulut melakukan pembinaan dari aspek produksi perusahaan miras. "Kami melakukan pembinaan terhadap aspek produksinya," ujar Kepala Disperindag Sulut Jenny Karouw, Kamis kemarin.
Sedangkan untuk izin pendirian perusahaan dilakukan ke Kementerian Perindustrian. Soal dugaan perusahaan miras yang menggunakan metanol harus ada pembuktian terlebih dahulu seperti uji laboratorium oleh BBPOM.
Lanjut dia, produksi minuman beralkohol di Manado berbahan dasar Cap Tikus. "Kalau ada dugaan seperti itu harus uji laboratorium," ungkapnya.
Kata dia, saat ini yang tercatat sebanyak 10 perusahaan dari sebelumnya 12 perusahaan miras. Sedangkan mengenai sisa enam perusahaan menurut data BPOM, artian produksinya terhenti dalam waktu tertentu karena mesinnya rusak, tapi kemudian mulai aktif kembali.

Kata dia, soal jumlah produksi harus melihat dulu izin kapasitas produksi dan produksi riilnya.
Karena terkadang produksi turun dibandingkan dengan kapasitas produksi. "Harus dilihat dulu laporannya," ungkapnya.
Pengamat ekonomi Sulut Robert Winerungan menilai tata niaga minuman beralkohol harus diatur dengan baik. Karena dari perusahaan tersebut pemerintah bisa memeroleh pendapatan melalui cukai yang dikenakannya untuk setiap minuman yang diproduksi.
Apalagi minuman bukan merupakan bahan makanan sehingga penggunaan cukai harus diberlakukan. Jangan sampai produk dari minuman tersebut tidak memiliki cukai, karena akan merugikan pemerintah. Apalagi dampaknya juga luas.
Oleh karena itu pengawasan harus dilakukan termasuk dari peredarannya. Tak hanya miras yang diproduksi dalam negeri saja, melainkan juga luar negeri.
Hal ini karena jika tidak diatur bisa merugikan pemerintah, karena untuk melarang peredarannya tidak mungkin dilakukan. Apalagi saat ini era ekonomi terbuka. Untuk itu harus ada benefit yang didapatkan oleh pemerintah.
Minimal dari peredaran Minol pemerintah mendapatkan pendapatan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen. (erv/war)