Begini Hubungan Antara Rasa Cemas dan Penggunaan Hanphone
Ternyata, ketergantungan besar kita pada smartphone ini bertanggung jawab atas perubahan bagaimana kita mengatur emosi.
Itulah yang kemudian mendorong kita untuk segera menghilangkan ketidakpastian dengan cepat. Maka kaitan ini membuat kita cenderung kembali condong ke smartphone.
Smartphone dan berbagai aplikasi media sosial membuat kita dengan mudah mendapatkan kepastian saat menghadapi situasi yang sulit, alih-alih mengatasi masalah itu sendiri.
"Jadi ketika situasi terungkap, orang mungkin percaya bahwa beberapa kemampuan mereka untuk mengatasi masalah adalah karena telah terjamin mereka diterima oleh orang lain, daripada mengembangkan kemandiriannya," tulis Danielle.
Maka tak heran jika orang percaya bahwa mereka perlu smartphonemereka untuk mengatasi masalah.
Mengelola ketidakpastian
Berusaha menjadi nyaman dengan ketidakpastian meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatasi kekhawatiran dan terkait dengan cara menyelesaikan kegelisahan mereka.

Saat merawat gangguan cemas, psikolog biasanya mendorong klien untuk duduk tanpa mengetahui hasil dari situasi tertentu dan belajar menunggu untuk mengetahui apakah yang mereka takutkan akan terwujud.
"Kami meminta klien untuk bergerak "merangkul" situasi dalam kehidupan normal mereka tanpa mendapatkan kepastian dari teman atau keluarga dekat mereka," tulis Danielle.
Dengan berdamai pada ketidakpastian, seseorang secara bertahap belajar mengalihkan perhatian, mencoba mengendalikan situasi, dan akhirnya menyadari mereka dapat bertahan dalam penderitaan "tidak tahu".
Sebagian besar hal yang mereka takuti biasanya tidak terjadi atau bisa ditolerir.
"Jenis perawatan perilaku kognitif ini dianggap sebagai praktik terbaik dalam mengatasi gangguan cemas." tulis Danielle.
Tak hanya masalah dalam menunggu ketidakpastian, gangguan cemas juga dapat meningkat ketika menafsirkan isi teks pesan singkat.
Penelitian yang dipimpin Mila Kingsbury, seorang kandidat doktor psikologi di Carleton University ini menjelaskan bagaimana komunikasi yang dimediasi komputer atau internet membuat orang rentan terhadap interpretasi kecemasan dari pesan yang mereka terima.
Kingsbury dan tim mengamati 215 mahasiswa tentang interpretasi mereka terhadap 24 teks yang ambigu.
"Saya menduga orang dengan kecemasan sosial yang lebih tinggi akan cenderung menafsirkan pesan secara negatif," kata Kingsbury seperti dikutip dari Popular Science, Kamis (8/10/2015).
Nathan LaFave, seorang kandidat doktor dalam ilmu komunikasi di New York University juga menanggapi hal ini.
LaFave menjelaskan ambiguitas lebih umum terjadi di antara komunikasi yang dimediasi oleh komputer atau internet karena kekurangan isyarat seperti intonasi kata dan nada.