Tribun Travel
Punya Surga Bawah Laut Menawan, Bahoi 'Trendsetter' Desa Model Ekowisata
Bahoi dianugerahi alam nan indah. Birunya laut dan hijaunya hutan mangrove seluas 10 hektare, menjadi pemandangan pertama yang terlihat di desa ini.
Penulis: Finneke | Editor: Fransiska_Noel
Kegiatan konservasi perlindungan kawasan pesisir yang dikembangkan oleh masyarakat adalah dengan menetapkan Daerah Perlindungan Laut (DPL).
Kawasan itu pun dibuat payung hukumnya berupa Peraturan Desa (Perdes) tentang Daerah Perlindungan Laut.
"Kami menetapkan kawasan DPL yang diatur langsung dalam Peraturan Desa. Di kawasan DPL ini dilarang mengambil ikan, apalagi merusak karang. Hanya bisa berupa kegiatan wisata seperti snorkeling dan diving, atau kegiatan penelitian," ujar Maxi Marhaen Lahading, warga Bahoi.
Usaha membangun DPL itu berbuah manis. Alhasil, ikan berkembang biak dengan baik, keindahan terumbu karang terjaga. Dulu masyarakat yang mayoritas adalah nelayan harus jauh melaut baru mendapat ikan.
Sekarang, di jarak yang sangat dekat pun, ikan melimpah. Kondisi ekonomi pun meningkat.
Desa Ekowisata Bahoi dikelola secara partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat.
Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan kelompok masyarakat lainnya terlibat langsung.
Semua fasilitas wisata yang ada dikelola secara oleh warga.
Tamu yang datang menginap ditampung di homestay milik warga.
Begitu pula dengan pemandu wisata, pemandu selam, operator perahu dan pengrajin.
Bahkan untuk makanan pun langsung dimasak warga.
Kini Bahoi telah menjadi destinasi wisata turis lokal maupun mancanegara.
Namun umumnya, desa ini lebih banyak dikunjungi warga asing.
Di kampung yang dihuni 157 kepala keluarga ini, banyak turis asing berkeliaran. Warga pun telah terlatih bagaimana menyambut tamu dengan baik.
Untuk diving, anda harus mengeluarkan kocek Rp 500 ribu per orang tiap tabungnya.