Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Klinik Bahasa

Eufemisme dalam Bingkai Kekuasaan

Bahasa memegang peran penting sebagai alat untuk menyampaikan setiap idiologi yang dianut.

Editor:
zoom-inlihat foto Eufemisme dalam Bingkai Kekuasaan
GRAFIS TRIBUNMANADO/YUDI NUGRAHA

Oleh: Sjane F Walangarei, Peneliti di Balai Bahasa Provinsi SulawesiUtara

EUFEMISME adalah ungkapan kebahasaan yang bertujuan untuk memperhalus sebuah keadaan sehingga apa yang ditangkap oleh pendengar tidak sama dengan keadaan aslinya. Ekspresi eufemisme digunakan untuk menghindari nilai edukatif. Ekspresi eufemisme sering disalahgunakan dalam wacana politik untuk menutupi kekurangan (Anang Santoso, 2012). Sedangkan kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo, 2002). Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti, 1992).

Bahasa memegang peran penting sebagai alat untuk menyampaikan setiap idiologi yang dianut ketika seseorang atau kelompok ada pada posisi memiliki kekuasaaan untuk memengaruhi. Robert Mac Iver mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yang tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang diperintah.

Bahasa merupakan alat utama bagi para pemegang kekusaan dalam menjalankan kuasanya terhadap orang atau kelompok yang dikuasainya. Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan karena untuk menjalankan kekuasaan seseorang atau kelompok membutuhkan bahasa untuk menyosialisasikan setiap idiologi yang dimilikinya demi kepentingan komunikasi terhadap yang dikuasainya atau yang dipimpinnya. Bahasa oleh pemegang kekuasaan dapat digunakan secara positif maupun negatif karena bahasa hanya sebuah alat yang tidak bernyawa.

Pada awalnya gaya bahasa eufemisme digunakan untuk menjaga kesopanan dalam berkomunikasi namun dalam perkembangannya gaya bahasa eufemisme kadangkala digunakan untuk menutupi atau menyembunyikan kenyataan sehingga mengaburkan konteks yang ada. Sekarang ini pun bahasa pada intinya digunakan oleh elite politik dan pejabat negara atau birokrat sebagai alat untuk menjaga citra diri dan untuk membentuk pola pikir masyarakat agar sesuai dengan keinginan mereka. Ketika masyarakat sudah searah dengan program kerja penguasa maka dengan sendirinya masyarakat telah masuk dalam program kerja mereka.

Bagi para elite politik dan birokrat bahasa tidak semata-mata digunakan sebagai alat komunikasi, tetapi bahasa juga dapat digunakan dalam proses sosial politik yang dapat membentuk tema-tema wacana tertentu yang bertujuan untuk menutupi suatu realita, mengkritisi lawan politik atau bahkan untuk melanggengkan kekuasaan (Evert Vedung, 1982). Ekspresi eufemistik dan ekspresi sebenarnya dapat dilihat dalam contoh-contoh wacana yang diambil dari beberapa media berikut ini.

Wacana 1
"Golkar Cium Kejanggalan di Balik Mundurnya Ahok". (Tempo, Jumat, 11 September 2014).
Ekspresi sebenarnya "curiga", ekspresi eufemitik "cium kejanggalan".

Wacana 2
Menurut JK sikap Ahok tersebut dirasa kurang elok karena berpotensi membuat orang lain tidak percaya kepada dirinya. (Bangkapos.com, Kamis, 11 September 2014). Ekspresi sebenarnya "kurang baik", ekspresi eufemitik "kurang elok".

Wacana 3
Rodja menegaskan, aparat bisa langsung menindak Lulung jika memang benar menghalangi pelantikan Ahok menjadi gubernur. (Liputan 6, Jumat, 12 September 2014). Ekspresi sebenarnya "menahan", ekspresi eufemitik "menindak".

Wacana 4
Lulung menampik bahwa DPRD DKI periode 2009-2014 menjadikan Gubernur DKI sebagai budak. Karena itu, Lulung menilai Ahok sudah menghajar DPRD DKI. "Gubernur dan wakil gubernur harus menjalankan etika dan norma, harus menjaga stabilitas politik, sosial budaya, dan hukum," tutup Lulung. Ekspresi sebenarnya "Ahok seorang wakil wakil gubernur yang
tidak memiliki etika, norma, tidak menjaga stabilitas politik, sosial budaya, dan hukum", ekspresi eufemitik "Gubernur dan wakil gubernur harus menjalankan etika dan norma, harus menjaga stabilitas politik, sosial budaya, dan hukum".

Wacana 5
"Ahok ini orang benar, mau kau pecundangi terus? Saya ini mantan Sekretaris Wilayah PPP DKI Jakarta tahun 1990-1995 dan mantan Ketua Komisi Anggaran DKI Jakarta, mendukung Ahok," tegas Rodja di Jakarta, Liputan 6, Jumat, 12 September 2014).
Wacana 5 ini menggambarkan gaya bahasa eufemistik yang mengkritisi pernyataan seseorang sebelumnya.

Ekspresi sebenarnya:
perihal rusuh (tidak aman); keributan; kekacauan; huru- hara
utang, pinjaman luar negeri
kelaparan
kenaikan harga
kaum yang didiskriminasikan (mengalami pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb); yang tidak memiliki kekuatan secara sosial politis.
orang yang menggelapkan uang negara
daerah tertinggal
pemutarbalikan fakta
pemalsuan
tindakan politik untuk memengaruhi massa
Penyamaran suatu hal

Ekspresi eufemistik:
kekisruhan seputar RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
modal asing
rawan pangan
penyesuaian harga
kaum minoritas
koruptor
daerah belum berkembang
distorsi
falsifikasi
kampanye
kamuflase    

Pada akhirnya penggunaan gaya bahasa eufemisme dalam suatu wacana yang disampaikan oleh pemegang kekuasaan bertujuan menciptakan kesopanan dalam berkomunikasi, mengkritisi dan mengondisikan kepentingan penguasa agar kelihatan semua berjalan baik-baik saja dan terkendali.(*)

Tulisan ini diterbitkan kembali sebagai ralat atas terbitan dengan judul yang sama di Tribun Manado edisi cetak pada Senin, 15 September 2014.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved