Klinik Bahasa
Galau atau Gelisah? Baca ini agar Tepat Gunakan Kata
Akhir-akhir ini kita sering mendengar anak-anak muda bahkan sebagian orang dewasa mengucapkan kata galau padahal belum tentu tepat.
"Ah, aku sedang galau nih!"
Akhir-akhir ini kita sering mendengar anak-anak muda bahkan sebagian orang dewasa mengucapkan kata itu, galau. Coba bandingkan dengan "Aku sedang gelisah memikirkanmu". Ada buku berjudul Prambanan Menggugat, Kegelisahan Seniman Ramayana (Hersapandi, 2000). Ada juga buku Galau Remaja di SMA (Mira W, 2009). Buku pertama adalah buku serius, sedangkan buku kedua adalah novel populer.
Dalam KBBI edisi keempat, galau diartikan kacau (pikiran), sedangkan gelisah diartikan tidak tenteram; selalu merasa khawatir (hati); tidak tenang (tidur); tidak sabar lagi menanti; cemas. Jika ditempelkan pada dua buku itu, kegelisahan seniman akan menjadi ketidaktenteraman, kekhawatiran, kecemasan seniman; galau remaja menjadi pikiran kacau remaja.
Rupanya ada nilai rasa berbeda saat kedua kata itu disandingkan. Akan lebih jelas lagi saat disandingkan dengan pikiranku sedang kacau (galau) dan hatiku sedang gelisah. Dua kalimat terakhir membedakan dengan tegas bahwa galau berkaitan dengan pikiran/logika, sedangkan gelisah berkaitan dengan hati/perasaan seperti yang dimaksud KBBI. Oleh karena itu, kita sering mendengar orang berbicara mengenai perbedaan logika dan perasaan.
Sujiwo Tedjo dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa galau adalah sebuah kekacauan pikiran yang tidak terfokus pada satu titik. Di lain pihak, gelisah adalah sebuah pemikiran yang terfokus pada satu titik. Kegelisahan Soekarno, kegelisahan Senthot Prawirodirdjo (usia 16 tahun sudah menjadi panglima perang Pangeran Diponegoro), kegelisahan Diponegoro, kegelisahan Soedirman akhirnya membuahkan sebuah gerakan yang luar biasa. Namun, kegalauan tidak akan menghasilkan apa-apa karena ia adalah kekacauan pikiran yang tidak terpusat pada satu masalah tetapi gabungan dari beberapa masalah yang akhirnya hanya menimbulkan stres. Demikian Sujiwo Tedjo menjelaskan.
Paparan Sujiwo Tedjo mengenai gerakan Soekarno, Senthot, Diponegoro, dan Soedirman sebagai hasil kegelisahan tersebut memang sesuai kenyataan karena mereka bekerja dengan hati nurani, berupaya melawan penjajah, dan melepaskan logika mengenai hitung-hitungan kekuatan/modal. Seandainya waktu itu mereka menggunakan logika, mungkin pergerakan perjuangan itu tidak akan pernah ada. Dengan demikian, tepat bila dikatakan bahwa mereka waktu itu gelisah bukan galau.
Saat ini kita sering mendapatkan ungkapan galau itu muncul dari mulut remaja. Apa yang terjadi? Apakah mereka benar-benar galau, benar-benar sedang dalam keadaan pikiran kacau atau sekadar salah menggunakan istilah? Sedang gelisah, tetapi terucap galau? Seandainya mereka benar-benar galau karena menghadapi berbagai macam masalah seperti kuatnya pengaruh gaya hidup hedonis, tekanan atau tuntutan zaman, dan lain-lain, harus ada upaya untuk membantu mereka memetakan masalah. Mereka harus dibantu atau dibiasakan mengurai masalah satu persatu sehingga dapat fokus pada satu titik. Dengan demikian, kegalauan akan menjadi kegelisahan yang akhirnya dapat menghasilkan sesuatu bagi diri dan negerinya.(*)
-----------
KLINIK BAHASA
Kerja Sama Tribun Manado dan Balai Bahasa Sulut
Redaksi menerima pertanyaan tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pertanyaan dikirimkan melalui email redaksi tribunmanado01@gmail.com dan akan dijawab oleh Balai Bahasa Sulawesi Utara. Pertanyaan juga bisa ke email balaibahasamanado@yahoo.com; faksimile (0431) 856541 atau hubungi nomor telepon (0431) 843301.
-----------