Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Rhenald Kasali: Kalau Garuda Tidak Mau Jual Saja Ke Gojek

Garuda yang sedang menghadapi gempuran opini agar kerjasamanya dengan start-up Mahata dibatalkan, membuat Rhenald Kasali tersenyum

Penulis: Reporter Online | Editor: Rhendi Umar
kompas.com
Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali di INTEGRA 2018 Kanton Kementerian Ketengakerjaan (Kemnaker), Senin (19/11/2018) 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Heboh tentang Garuda yang sedang menghadapi gempuran opini agar kerjasamanya dengan start-up Mahata dibatalkan, membuat guru besar ekonomi UI Rhenald Kasali tersenyum. "Kalau Garuda atau BPK tidak mau, jual saja ke Gojek, pasti diambil, " ujarnya.

"Gojek dan hampir semua Super Apps lainnya termasuk Google, Grab, Traveloka, Tokopedia sedang cash rich. Di saja berkumpul orang-orang progresif yang tahu bagaimana memanjakan penumpang dan tahu uangnya ada dimana. Mereka tidak se-rigid orang-orang lama yang sok tahu, ujarnya."

Dia mengingatkan Gojek membutuhkan 4 tahun untuk mendapatkan lebih dari 100 juta partisipan yang mengunduh appsnya dan menjadikan dirinya super apps. Sedangkan gabungan Garuda-Citilink dan Sriwijaya mempunyai 65 juta penumpang aktif. "Kalau digabung dengan Angkasa Pura 1 dan 2, tambah 100aj juta lagi. Cari uangnya jangan konvensional dari tiket, tetapi eksplor saja dari data.

Baca: Siswi SMA di Kota Ini Disetubuhi Ayah Angkat, Terungkap Ketika Korban Curhat ke Polisi

Baca: Eks Petinju Dunia Mayweather Dipermalukan Pebasket Amerika, Tersungkur di Lapangan

Baca: Kepala Desa Cantik Ini Janji Emban Tugas Dengan Baik, Begini Cara Dia Kelola Dana Desa

Berikut adalah catatannya yang beredar di berbagai WAG:

1.Paling sulit memang meyakinkan bisnis cara baru pada orang-orang tua yang pernah sukses dengan cara lama. Padahal cara lama sudah obsolete digerus teknologi dan data. Tetapi mereka selalu merasa paling benar.

2. Contohnya di Garuda Indonesia itu. Kalau diberitahu, mereka cepat sekali naik pitam dan ingin cepat-cepat bilang fraud lah, salah lah, tidak boleh, batalkan, tidak ada duit lah, modalnya terlalu kecil, dan seterusnya.

3. Menurut saya, kalau mereka tidak mau, jual saja ke SuperApps seperti Google, Gojek, atau Traveloka. Pasti dibayar secepat kilat. Daripada main batalkan dan merugikan keuangan negara. Anak-anak muda itulah yang tahu bagaimana cara menciptakan value pada airlines gemuk plat merah milik BUMN itu. Caranya riil, bukan digoreng-goreng sahamnya.

4. Ini era MO, pakai tagar menjadi #MO. Artinya orang pakai tagar dengan tujuan mobilisasi dan orkestrasi. Sebab di era baru, #MO membuat bisnis harus hidup dari cara mobilisasi dan orkestrasi ekosistem pakai data.

5. #MO itu peradaban entrepreneurship anak-anak muda yang berbasis teknologi. Untuk membuat dampak besar dan ekonomi heboh tak perlu modal besar karena peradaban ini didukung oleh 6 pilar: Artificial Intelligence, Big Data, Super Apps, Broadband Network, Internet of Things dan Cloud Computing.

6. Dapat duitnya dengan mengorkestrasi ekosistem, bukan menguasai aset yang besar seorang diri. Kata kuncinya kolaborasi. Maka asetnya light. Ini berbeda dengan bisnis kakek-kakek yang heavy asset dan tampak gede di neraca dan laporan pendapatannya disetel akunting konvensional.

7. Ini pula yang menjadi biang keributan akuntansi. Makanya di New York Stock Exchange, orang-orang lagi ramai membincangkan buku guru besar akuntansi senior dati Stern, Baruch Lev: The End of Accounting.

8. Masalahnya, standar akuntansi yang kita kenal belum mampu meng-capture “nilai” yang diciptakan oleh startup yang disebut sebagai “network effect value.” Ini persis sama dengan ramainya perdebatan tentang “intangible” yang didebatkan boleh atau tidak dihitung dalam perolehan aset 30 tahun lalu.

Baca: PAN dan Nasdem Berebut Gaet Imba di Pilkada Manado 2020

Baca: Sulut Akan Bangun Kota Baru: Begini Anggaran yang Harus Disiapkan Investor

Baca: BPKN Bikin Terobosan Raksa Nugraha, Pelindung Konsumen

9. Jadi, perusahaan-perusahaan lama itu tak ada network effect value-nya karena produknya stand-alone. Ini persis kaya kita ngebandingin Nokia dengan Iphone atau Adidas dengan Nike, atau ITB dengan Harvard/Tedx

10. Yang satu cuma jual produk atau jasa tok. Nokia daoat duit dari gadget belaka. Dia standalone. Iphone dapat duit dari gadget plus dari App store yg ada jejaring dan data capture-nya. Begitulah cara kerja startup.

11. Adidas cuma jual sepatu. Nike jual sepatu plus fitness wearables yang memberikan data dan business opportunity baru dari data. Menjadikan sepatu bagian dari bisnis wellness dan sekaligus membongkar cara bisnis industri farmasi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved