Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tahun Baru Imlek Hari Raya Umat Khonghucu

MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, Yinni Kongjiao Zonghui), adalah Lembaga Keagamaan umat Khonghucu di Indonesia

Editor:
ISTIMEWA
Ketua Komunitas Budaya Tionghoa Sulut Sofyan Yosadi 

Oleh :

Js Sofyan Jimmy Yosadi, SH. 
(Advokat, Dewan Rohaniwan MATAKIN, Ketua Tim Hukum & Advokasi MATAKIN)

MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, Yinni Kongjiao Zonghui), adalah Lembaga Keagamaan umat Khonghucu di Indonesia yang diakui eksistensinya oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Anggaran Dasar MATAKIN Bab I Pasal 1 : “Majelis ini bernama Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia atau The Supreme Council for Confucian Religion In Indonesia atau Yinni Kongjiao Zhonghui dan disingkat MATAKIN. Spirit Majelis ini berawal dari berdirinya Ming Cheng Shu Yuan tahun 1729 dan Tionghoa Hwee Kwan tahun 1900, Majelis ini mula-mula mengadakan Kongres nasional pertama kali di Jokyakarta pada tahun 1923.

Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, Majelis ini mengadakan kongres kembali di Solo Jawa Tengah, Indonesia, pada tanggal 16 April 1955 (sebelumnya disebut Perserikatan Khung Chiau Hui Indonesia), untuk jangka waktu yang tidak terbatas”. (Keputusan Musyawarah Nasional XVIII / 2018 Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Nomor : 006/Munas XVIII/MATAKIN/2018 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 2018.

Baca: Tajuk Tamu: Aksi Nyata Revolusi Mental di Sulawesi Utara

Setahun setelah Republik Indonesia Merdeka, tepatnya tahun 1946, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang Hari Raya, Nomor 2/OEM-1946 yang ditandatangani Presiden Soekarno dimana menurut Pemerintah RI, Hari Raya Agama Khonghucu adalah Tahun Baru Imlek, Hari Lahir Nabi Kongcu, Ching Bing, Hari Wafat Nabi Kongcu. Ada empat hari raya Khonghucu yang diakui Pemerintah Republik Indonesia saat itu.

Tahun 1965, Terbitlah Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Agama. Penpres ini ditandatangani Presiden Soekarno. Dalam Penjelasan Penpres No. 1 tahun 1965 disebutkan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh Penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu (Confusius).

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 1967 dan ditandatangani Pejabat Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI Soeharto.

Sejak saat itu, perayaan tahun baru Imlek sebagai hari raya umat Khonghucu dan turut dirayakan masyarakat Indonesia yang bukan beragama Khonghucu mulai dibatasi dan tidak boleh dilaksanakan dimuka umum sebagaimana ketentuan dalam Inpres Nomor 14 tahun 1967 tersebut.

Pada tahun 1969, terbitlah UU Nomor 5 tahun 1969 tentang Pernyataan berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden menjadi Undang-Undang. Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1965 menjadi Undang-Undang melalui UU No. 5 tahun 1969 yang disahkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1969 dan ditandatangani Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI Soeharto.

Baca: Tajuk Tamu - Peluang Meraih Medali Emas Mencuat di Mixed Pairs

Pada tahun 2.000, Presiden KH. Abdurrahman Wahid menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2.000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan adat Istiadat Cina. Keppres No. 6 tahun 2000 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Januari 2.000 dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia KH. Abdurrahman Wahid.

Sejarah dibalik terbitnya Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2.000 adalah jawaban Gus Dur sebutan akrab KH. Abdurrahman Wahid ketika diminta tokoh-tokoh umat Khonghucu pimpinan MATAKIN yang memohon Gus Dur memulihkan hak-hal sipil umat Khonghucu dan berkenan memberikan restu penyelenggaraan Perayaan tahun baru Imlek Nasional yang disingkat Imleknas.

Inisiatif para Tokoh MATAKIN menyelenggarakan Imleknas saat itu masih terbelenggu dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1965 yang ditandatangani Presiden Soeharto. Maka, suatu saat di Istana Negara dihadapan para tokoh Lintas agama, Presiden KH. Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa beliau baru saja membereskan persoalan yang membelenggu umat dan kelembagaan Khonghucu dengan mencabut Inpres nomor 14 tahun 1967 dengan menerbitkan Kepres Nomor 6 tahun 2.000.

Pada tanggal 17 Februari 2.000, diselenggarakan Perayaan Tahun Baru Imlek Nasional (Imleknas) 2551 Kongzili untuk pertama kalinya dilaksanakan oleh Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) yang dihadiri langsung oleh Presiden Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid dan Ibu Negara Hj. Shinta Abdurrahman Wahid, Wakil Presiden RI Megawati Soekarno Putri dan Taufik Kemas serta Ketua MPR RI Amin Rais, Ketua DPR RI Akbar Tanjung, puluhan Menteri dan duta besar, ratusan tokoh agama dan masyarakat kurang lebih 3000-an undangan yang memadati Balai Sudirman Jakarta.

Presiden Republik Indonesia KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah memulihkan hak-hak sipil umat Khonghucu. Masih di era Gus Dur, terbitlah Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2001 tertanggal 9 April 2001 yang ditandatangani Presiden KH Abdurrahman Wahid, menyatakan tahun baru Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Pada tanggal 28 Januari 2001 Presiden KH. Abdurrahman Wahid hadir untuk kedua kalinya saat penyelenggaraan Imleknas 2552 Kongzili yang diselenggarakan MATAKIN.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved