Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ketua IV PGI ungkap Potensi Bahaya Pemilu 2019, Berharap Jangan Jadi Pemilu Terakhir di Indonesia

Pdt Albertus Patty, Ketua IV Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) mengungkap potensi bahaya pemilu 2019 saat berkunjung di Kantor Tribun Manado

Penulis: Ryo_Noor | Editor:
TRIBUNMANADO/RYO NOOR
Ketua IV PGI ungkap Potensi Bahaya Pemilu 2019, Berharap Jangan Jadi Pemilu Terakhir di Indonesia 

Ketua IV PGI ungkap Potensi Bahaya Pemilu 2019, Berharap Jangan Jadi Pemilu Terakhir di Indonesia

Laporan Wartawan Tribun Manado Ryo Noor

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pemilu 2019 diharapkan berlangsung aman, dan damai.

Demikian disampaikan Pdt Albertus Patty, Ketua IV Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) ketika berkunjung ke Kantor Tribun Manado, Sabtu (24/11/2018).

"Pemilu penting karena itu tugas kita menjaga demokrasi ini berjalan okay, aman, fair transparan, aman dan damai, itu penting," ungkap Pdt Albertus didampingi Aktivis Kristen Jeirry Sumampow

Semua pihak diharapkan bisa menjaga pemilu, agar tidak jadi sumber konflik di antara masyarakat.

Kiranya para elit dan parpol menghindarianfaatlan agama untuk kepentingan politok

"Ngomong apapun jadi politik, ngomong politik jadi agama, ngomong agama bawaannya emosional," ujar dia.

Potensi bahaya diungkap Pdt Albertus yakni meningkatkan fundamental radikalisme

"Kalau terjadi terus, ada peningkatan luar radikalisme dan fundamental, jangan jangan ini pemilu terakhir kita," ungkap dia.

Baca: Inilah 8 Fakta Penemuan Mayat dalam Mobil, Suami Korban di Luar Kota saat Kejadian

Baca: Terseret Arus Sungai, Ini Detik-detik Mobil yang Dinaiki Anak Bupati Mamuju Tengah

Baca: Jika Terpilih, Caleg Dapil Singkil-Mapanget Ini Akan Wakafkan 50 Persen Gajinya Selama 60 Bulan

Baca: (VIDEO) Harga Kopra Melemah, Mahasiswa Maluku Utara Ngamuk di Makassar

Situasi saat ini aparat kurang tegas, DPR diam saja, UU bermasalah, orang mau berpendapat kemudian dikaitkan dengan semisal penistaan agama

"Pasal penistaan agama ini cuma ada di Pakistan dan Indonesia, seringkali jadi pasal karet, dipakai untuk menghantam yang lain," ungkap dia.

Diskriminasi dan segregasi tak tertahan

"Kalau begini kita secara kultural sedang melakukan bunuh diri massal tinggal tunggu waktu saja," ujar dia.

Kemungkinan lain, situasi ini bisa dimanfaatkan sehingga suatu saat akan ada pemimpin yang cenderung fasis dan berpikiran sempit.

Siapa yang sangka Donald Trump bisa menjadi presiden, ketik muncul dengan sikap menolak imigran. Ini baru salah satu contoh.

"Harus kita ingatkan kembali, boleh bicara agama, etnik, tapi jangan lupa rasa kebangsaan kita," kata dia. (ryo)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved