Arist Sirait : Tidak Ada Damai dalam Kasus Kekerasan Anak
Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi bekerja sama dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, menggelar seminar nasional
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi bekerja sama dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, menggelar seminar nasional dengan tema ‘Dinamika Penegakan Hukum Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di Fakultas Hukum Unsrat, Kamis (4/10/2018).
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait yang menjadi salah satu pembicara mengungkap, anak di Indonesia terancam kejahatan seksual.
"Bentuk kekerasan seksual sodomi, perkosaan, pelecehan seksual, percabulan dan oral seks, dengan usia korban 15 persen para korban kekerasan seksual berusia 12 tahun atau lebih muda dan 29 persen berusia 12 sampai 17 tahun. Triger pemicunya adalah minuman keras, narkoba, pornografi dan pengaruh zat adiktif lainnya dan perkosaan,” kata dia.
Menurut dia, ada 1.129 kasus pelecehan seksual anak dari Januari hingga Juli 2018 adalah 1,129 kasus.
Dikatakannya, orangtua yang mengadakan pembiaran terhadap kekerasan anak bisa pula terjerat hukum.
“Tidak ada toleransi tidak ada kata damai dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan hukuman pidana seberat-beratnya hingga hukuman mati,” tegasnya.
Dekan FH Unsrat, Dr Pricilla Flora Kalalo SH MH dalam kesempatan ini mengatakan undang-undang tersebut, sejauh ini belum dilaksanakan secara optimal. Padahal, hal itu menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan maupun diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera lahir mupun batin.
“Pada hakekatnya penegakan hukum terhadap perlindungan anak perlu peran aktif dari masyarakat, pemerintah dan penegak hukum (kepolisian, kejaksaan dan lembaga pengadilan), serta peran aktif dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang ikut terlibat dalam penegakan hukum terhadap perlindungan anak,” katanya.
FH Unsrat, lanjut Kalalo, sebagai instritusi pendidikan tinggi, berkewajiban untuk memberikan edukasi untuk menyosialisasikan, mengamalkan ilmu dan harus menjadi pioneer dalam membantu aparat penegak hukum dan stakeholder terkait.(art)