Warga Sulut Korban TPPO
Ternyata Ini Penyebab Warga Sulut Susah Dapat Pekerjaan Meski Lowongan Kerja di Sulawesi Utara Ada
Akhirnya terungkap penyebab warga Sulut susah dapat pekerjaan meski lowongan kerja di Sulawesi Utara tersedia.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
TRIBUNMANADO.CO.ID - Hendi Musa Bagania, S.STP, M.Si, Plh. Kepala Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Provinsis Sulawesi Utara (Sulut) menyebut, salah satu akar masalah banyak warga Sulut tak diterima di perusahaan lokal yang mereka inginkan karena kompetensi tenaga kerja yang tidak memadai.
Setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri, sementara banyak calon pekerja tidak melengkapi diri dengan keterampilan yang dibutuhkan.
“Pemerintah tidak bisa intervensi kebutuhan perusahaan. Kami hanya bisa menghimbau dan menfasilitasi. Motivasi kerja ada, tapi skill sering tidak sesuai,” kata Hendi.
Disnaker Sulut menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah mengirim tenaga kerja secara ilegal. Justru, pihaknya rutin melaksanakan job fair untuk membuka lapangan kerja resmi.
“Lewat job fair, masyarakat bisa langsung bertemu perusahaan. Tahun ini ada 71 perusahaan yang ikut serta dengan menyediakan sekitar 2.500 lowongan kerja. Itu jalur resmi yang kami fasilitasi,” ujar Hendi.
Job fair sendiri digelar menyesuaikan dengan anggaran, biasanya dua kali dalam setahun, dan selalu berkoordinasi dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
Hendi juga menekankan bahwa pemerintah telah membentuk Satgas TPPO untuk pencegahan kasus perdagangan orang. Namun, ia mengakui masih ada dilema dalam pelaksanaannya karena masyarakat kerap baru melapor setelah korban mengalami masalah di luar negeri.

“Orangtua sebenarnya tahu kalau anaknya mau ke luar negeri. Tapi baru ketika ada masalah, pemerintah dilibatkan. Padahal pencegahan seharusnya dimulai sejak awal,” ujarnya.
Hendi mengingatkan, masalah TPPO bukan karena tidak adanya lowongan kerja, tetapi karena masih banyak warga yang lebih memilih jalan pintas dan tidak mau mengembangkan keterampilan.
“Masyarakat kita ini sering cari cara cepat, mudah tergiur gaji besar, tanpa melihat risikonya. Padahal, pemerintah sudah menyediakan jalur resmi dan aman,” ucap Hendi.
Hendi kemudian menegaskan bahwa siapa pun yang ingin bekerja ke luar negeri wajib melalui prosedur resmi dan berkoordinasi dengan BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia). Hal ini penting untuk mencegah kasus perdagangan orang (TPPO) yang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
“Setiap tahapan kerja ke luar negeri harus melalui BP2MI. Harus ada paspor, izin orangtua, bahkan surat izin dari pemerintah desa. Kalau itu tidak ada, artinya ilegal,” tegas

Kondisi serupa diakui oleh Anggota DPRD Sulut Louis Carl Schramm.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sulut yang membidangi Bidang Kesejahteraan Rakyat itu juga menyoroti praktik diskriminatif yang masih terjadi dalam rekrutmen tenaga kerja di daerah.
"Syarat perlu menguasai 5 elemen, harus berpenampilan menarik, bahkan belum menikah itu bukanlah ukuran utama. Itu bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Yang harus diutamakan adalah keahlian," tegas Louis.
Sulawesi Utara Zona Merah TPPO ke Kamboja, BP3MI Imbau Warga Sulut Jangan Tergiur dengan Gaji Tinggi |
![]() |
---|
Puluhan Korban yang Mau ke Thailand dan Kamboja Disuruh Menyamar Jadi Turis Supaya Lolos Pemeriksaan |
![]() |
---|
Kisah Alfri, Warga Sulut yang Pulang Linglung dari Kamboja, Selama 2 Minggu Lari tak Pakai Celana |
![]() |
---|
Warga Sulut Rekrut 100 Orang Kerja di Kamboja, Beber Syarat Kerja dan Jalur Supaya Lolos Pemeriksaan |
![]() |
---|
Akhirnya Terungkap Cara Agen Scam Kamboja Tipu Warga Sulut, Pakai Nama Thailand Supaya Tak Dicurigai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.