Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Makan Bergizi Gratis

Update Korban Keracunan Makan Bergizi Gratis di Bandung Barat, Tembus 842 Orang dalam 3 Hari

Kasus keracunan makan bergizi gratis di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, terus bertambah. Hingga Rabu (24/9/2025).

KOMPAS.com/BAGUS PUJI PANUNTUN
KERACUNAN MBG - Belasan siswa di SMK Pembangunan Bandung Barat, Desa Sirnagalih, Kecamatan Cipongkor, Kabupten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat mengalami keracunan massal. Update Korban Keracunan Makan Bergizi Gratis di Bandung Barat, Tembus 842 Orang dalam 3 Hari 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kasus keracunan makan bergizi gratis di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, terus bertambah.

Hingga Rabu (24/9/2025), jumlah korban tercatat mencapai 842 orang.

Angka tersebut merupakan akumulasi dari tiga insiden yang terjadi sejak Senin (22/9) hingga Rabu (24/9), masing-masing di wilayah Kecamatan Cipongkor dan Kecamatan Cihampelas.

Baca juga: Ini Syarat PPPK Paruh Waktu Berpeluang Diangkat Jadi Penuh Waktu

Gelombang keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat makin mengkhawatirkan.

Dalam kurun tiga hari saja, jumlah korban yang jatuh sakit telah menembus 842 orang.

"Total korban keracunan sebanyak 842 orang. Data terakhir pada pukul 16.24 WIB," kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Bandung Barat, Lia N Sukandar, saat ditemui di posko kesehatan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Rabu malam.

Lia menjelaskan, pada Senin lalu, keracunan massal pertama terjadi di Cipongkor dengan 393 korban, mulai dari siswa PAUD hingga SMK.

Mereka diketahui menyantap menu MBG yang disiapkan dari dapur SPPG Cipari di wilayah Kecamatan Cipongkor.

Kasus serupa kembali terjadi pada Rabu, baik di Cipongkor maupun di Cihampelas, dengan 449 korban tambahan.

Terkait perbedaan data yang sempat muncul dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Lia mengatakan hal itu disebabkan oleh adanya perhitungan awal secara kasar, yang kini telah diperbarui berdasarkan laporan Dinkes.

Korban Keracunan Lebih Banyak

Lia menyebut, jumlah korban pada kejadian kedua lebih banyak dibandingkan hari pertama.

Meski begitu, penanganan dilakukan lebih cepat karena banyak bantuan datang dari berbagai pihak.

Keterbatasan fasilitas sempat menjadi kendala, terutama pasokan oksigen di posko kesehatan.

"Petugas sempat kewalahan karena oksigen habis, tetapi tidak berlangsung lama. Banyak pihak yang memasok tabung oksigen ke posko-posko," kata Lia.

Korban dengan gejala berat mengalami kejang, dehidrasi, hingga penurunan kesadaran.

Mereka langsung dirujuk ke sejumlah rumah sakit, dengan sebagian besar dirawat di RSUD Cililin.

Situasi sempat kritis ketika RSUD Cililin penuh. Dinas Kesehatan Bandung Barat bahkan menutup sementara akses pasien baru pukul 15.00 WIB dan mengalihkan korban ke beberapa rumah sakit lain.

Apa langkah yang diambil Dedi Mulyadi?

Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari di Istana, Jakarta, Senin (22/9/2025), sempat menyebut dari 5.000 kasus keracunan MBG, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah kasus keracunan terbanyak di Indonesia. 

Adapun kasus keracunan bukan hanya terjadi di Bandung Barat saja. Peristiwa serupa juga sempat terjadi di Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Cianjur.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berjanji segera melakukan evaluasi terhadap penyelenggara maupun vendor penyedia makanan.

Pekan depan dia akan memanggil pengelola MBG di Jabar untuk meminta penjelasan.

Menurut mantan Bupati Purwakarta ini, salah satu penyebab keracunan adalah ketidakseimbangan antara jumlah penerima layanan dengan tenaga yang tersedia, ditambah manajemen penyajian makanan yang kurang tepat.

Dia menilai kasus keracunan ini disebabkan manajemen penyajian yang buruk.

Makanan dimasak terlalu awal, disajikan dalam jumlah besar, dan dibagikan dalam jarak waktu yang lama sehingga kualitasnya menurun.

"Misalnya yang dilayani ribuan orang, tetapi yang melayani sedikit. Masaknya jam 1 malam, disajikan jam 12 siang. Jarak waktunya terlalu lama, ini yang harus dievaluasi. Kalau penyelenggara tidak mampu, ya diganti dengan yang lebih mampu," kata Dedi saat ditemui di Balai Pakuan Bogor, Rabu (24/9/2025).

Meski tidak ada korban meninggal akibat kasus keracunan MBG, Dedi menilai kejadian tersebut menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak.

Mereka bisa kehilangan kepercayaan untuk mengonsumsi makanan MBG, padahal makanan bergizi tersebut penting untuk tumbuh kembang.

Perlukah moratorium MBG?

Menanggapi wacana moratorium program MBG di Jabar, Dedi menilai langkah yang lebih penting adalah mengevaluasi penyelenggara terlebih dahulu.

Ia menegaskan akan memastikan penyedia makanan benar-benar mampu dan kualitas makanan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

"Yang harus dilihat, pertama penyelenggara mampu atau tidak. Kedua, makanan yang disajikan sesuai dengan harga atau tidak. Kalau ternyata tidak mampu dan kualitasnya menurun, ya harus dievaluasi," ujarnya. (Penulis: Kontributor Bandung Barat Bagus Puji Panuntun, Kontributor Bogor Afdhalul Ikhsan)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

-

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca berita lainnya di: Google News

WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved