Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tunjangan Rumah DPRD

Terungkap Tunjangan Rumah DPRD Jabar Ternyata Lebih Besar dari DPR, Capai Rp 71 Juta per Bulan

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat (Jabar), MQ Iswara, curhat terkait tidak cukupnya nominal tunjangan rumah

Editor: Glendi Manengal
Dok Iswara
TUNJANGAN RUMAH - Wakil Ketua DPRD Jawa Barat MQ Iswara. Tunjangan rumah DPRD Jabar ternyata lebih besar dari DPR RI. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Terungkap tunjangan rumah fantastis tak hanya ada di DPR RI.

Kini tunjangan rumah dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) jadi sorotan.

Hal tersebut terungkap beradasarkan pernyataan dari Wakil Ketua DPRD Jawa Barat.

Ya, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat (Jabar), MQ Iswara, curhat terkait tidak cukupnya nominal tunjangan rumah yang diterima anggota dewan yang mencapai Rp71 juta.

Tunjangan rumah wakil rakyat memang tengah menjadi sorotan setelah mencuatnya anggota DPR yang menerimanya hingga Rp50 juta per bulan dan berujung aksi demonstrasi besar-besaran beberapa waktu lalu.

DPR pun telah resmi telah menghapus tunjangan perumahan tersebut.

Khusus untuk Jabar, anggota DPRD Provinsi memperoleh tunjangan perumahan yang justru lebih besar ketimbang anggota DPR.

Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 189 Tahun 2021, Ketua DPRD Jabar memperoleh tunjangan perumahan sebesar Rp71 juta per bulan.

Sementara, wakilnya mengantongi Rp65 juta per bulan, dan tiap anggota memperoleh Rp62 juta.

Nyatanya, nominal sebesar itu, menurut Iswara, belumlah cukup.

Dia menyebut masih banyak anggota DPRD Jabar yang belum bisa membeli rumah meski telah menerima tunjangan perumahan setiap bulannya.

Bahkan, Iswara menyebut hampir seluruh anggota dewan masih harus meminjam uang dari Bank Jabar Banten (BJB) untuk menutupi biaya tempat tinggal di Bandung, Jawa Barat.

Dia mengatakan mayoritas anggota DPRD justru memilih mengontrak atau membeli apartemen sederhana sebagai tempat tinggal.

Politikus Golkar itu mengatakan cicilan kontrakan atau pun apartemen yang harus dibayar anggota DPRD bisa mencapai Rp44 juta per bulan.

"Cicilannya sekitar Rp44 juta setiap bulan untuk membayar apartemen yang kami sewa atau rumah yang kami kontrak di Bandung," jelas Iswara.

Gaji DPRD Jabar juga Disetorkan ke Partai

Dalam konferensi pers, Iswara pun turut menunjukkan bukti slip gaji yang diterimanya pada Agustus 2025.

Sebagai Wakil DPRD Jabar, dirinya memperoleh gaji kotor sejumlah Rp92,6 juta.

Namun, setelah dipotong pajak dan untuk membayar pinjaman ke bank, Iswara hanya memperoleh gaji bersih sebesar Rp16 jutaan.

Dia juga membeberkan banyaknya potongan gaji anggota dewan di mana salah satunya untuk disetor ke partai senilai Rp8 juta dan fraksi dengan nominal yang sama.

"Saya pimpinan DPRD, saya sendiri hanya mendapatkan Rp16 juta per bulan. Sekarang, kalau dipotong (tunjangan rumah) nanti berapa, akhirnya harus nombok cicilan, tapi kami siap," ujarnya.

Siap jika Besaran Tunjangan Rumah Dievaluasi, Didukung Dedi Mulyadi

Iswara pun menyebut siap terkait evaluasi tunjangan perumahan yang diterima tiap bulannya jika memang dirasa menyakiti hati masyarakat.

"Kalau memang ternyata oleh masyarakat ini dianggap tidak patut, mencederai perasaan masyarakat, kami siap di evaluasi," katanya. 

Sebelumnya, Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi mendukung tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPR Jabar dihapus jika memang melukai hati masyarakat dan bertentangan dengan prinsip keadilan.

"Apa pun jenis tunjangan jabatan yang diterima penyelenggara negara yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan melukai hati masyarakat, tidak masalah dihapus," katanya pada Senin (8/9/2025) lalu.

Dedi sendiri mengklaim sudah mencontohkan mengurangi hingga menghapus berbagai tunjangan dan fasilitas lain untuk Gubernur. 

"Saya sudah memberi contoh dalam melakukan efektivitas keuangan negara dengan diri saya sendiri. Tunjangan perjalanan dinas Gubernur dari Rp 1,5 miliar menjadi Rp 100 juta. Lalu tidak ada fasilitas baju dinas baru, kendaraan dinas baru," ucapnya.

Tunjangan Rumah DPR RI Dihapus

Penghapusan tunjangan rumah anggota DPR RI yang membuat gaji bersih atau take home pay mereka kini sekitar Rp 65 juta menuai beragam respons dari masyarakat.

DPR RI sebelumnya menyetujui empat dari total 17+8 tuntutan warga yang disampaikan dengan batas waktu hingga Jumat (5/9/2025).

Namun, keputusan itu dinilai masih jauh dari harapan publik. Banyak warga beranggapan langkah tersebut belum menyentuh persoalan pokok yang selama ini disuarakan.

Dedi (41), warga Depok, menilai nominal Rp 65 juta per bulan masih terlalu besar jika dibandingkan dengan penghasilan rata-rata masyarakat. Ia menyebut penghapusan tunjangan rumah hanya sebatas simbolis dan tidak menjawab tuntutan riil warga.

“Menurut saya sih masih terlalu besar ya. Kalau dibandingkan dengan UMR kita, itu jauh banget. Jadi walaupun ada penghapusan tunjangan rumah, tapi tetap saja gaji mereka masih tinggi banget. Saya pribadi belum merasa puas,” kata Dedi kepada Kompas.com, Sabtu (6/9/2025).

 
Ia menambahkan, kebijakan ini hanya terlihat simbolis dan belum menyelesaikan persoalan utama yang menjadi tuntutan publik.

“Kalau menurut saya ini pencitraan aja ya. Selama 17+8 tuntutan itu belum dipenuhi, ya tetap aja belum ada perubahan,” ujarnya.

Senada, Nur Aisyah (29), warga Bekasi, menilai pemangkasan fasilitas memang bisa dianggap sebagai langkah kecil yang positif.

Meski demikian, ia menegaskan kepercayaan publik belum akan pulih selama tuntutan lain belum dipenuhi.

"Tapi apakah itu bikin warga jadi percaya? Belum tentu. Karena gaji Rp 65 juta itu masih besar sekali. Saya rasa warga belum akan puas kalau tuntutan yang lain belum dituntaskan,” kata Nur.

Nur juga mengingatkan agar DPR tidak menganggap kritik warga selesai hanya karena satu fasilitas dipotong.

Menurutnya, masih banyak persoalan yang harus dijawab agar masyarakat benar-benar merasakan perubahan.

“Patut diapresiasi karena mereka mau dengar suara masyarakat. Tapi jangan berhenti di sini. Kritik masyarakat itu masih banyak, dan DPRD harus berani menjawab semuanya, bukan cuma potong tunjangan rumah,” ungkapnya.

Sementara itu, Laras (42), warga Semarang, menilai besarnya gaji anggota DPR tidak sebanding dengan kondisi rakyat kecil yang masih banyak hidup di bawah standar kelayakan.

Ia berharap DPR berani mengevaluasi kembali besaran gaji yang diterima anggotanya agar lebih berpihak kepada masyarakat.

“Semoga bisa diturunkan lagi lah untuk gaji DPR-nya, kasihannya rakyat-rakyat biasa, gitu,” tutur Laras.

Artikel telah tayang di Tribun Jabar

-

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca berita lainnya di: Google News

WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved