Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Taman Budaya Sulut

Kumuh dan Dipenuhi Jemuran Pakaian, Kondisi Terkini Taman Budaya Sulawesi Utara

Bangunan yang dulunya menjadi representasi seni dan kebudayaan di Sulut ini diisukan akan diubah menjadi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Dokumentasi Tribun Manado
TAMAN BUDAYA - Taman Budaya Sulawesi Utara (Sulut) di Kelurahan Wanea, Kecamatan Wanea, Kota Manado, Selasa (7/10/2025). Kini bukan sekadar terlantar, melainkan terancam lenyap. Bangunan yang dulunya menjadi representasi seni dan kebudayaan di Sulut ini diisukan akan diubah menjadi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Taman Budaya Sulawesi Utara (Sulut) di Kelurahan Wanea, Kecamatan Wanea, Kota Manado, kini bukan sekadar terlantar, melainkan terancam lenyap.

Bangunan yang dulunya menjadi representasi seni dan kebudayaan di Sulut ini diisukan akan diubah menjadi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Kabar ini sontak mengundang keprihatinan dari berbagai kalangan, terutama para seniman.

Tribun Manado menyambangi kawasan Taman Budaya pada Selasa (7/10/2025) siang.

Dari luar saja, bangunan tampak memprihatinkan. Aula tempat pentas budaya terlihat kusam, plafonnya mengelupas, dan dindingnya kotor.

Di dalam, suasana lebih tragis.

Satu-satunya ekspresi seni yang masih tersisa hanyalah lukisan pemandangan pada panggung.

Selebihnya, ruangan tampak berantakan, dipenuhi pakaian yang digantung pada tali.

Lantai kumuh, dinding jorok, dan langit-langit berlubang di berbagai sudut.

Kondisi serupa juga ditemukan pada kantor yang terletak tak jauh dari aula utama.

Seorang warga sekitar, yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa bangunan ini telah terbengkalai selama bertahun-tahun.

"Sudah lama terbengkalai," ucapnya.

Ia menambahkan, masih ada beberapa aula dan ruangan lain di kawasan Taman Budaya, dengan kondisi yang bahkan lebih parah. 

"Bahkan ada yang sempat terbakar," ungkapnya.

Tribun Manado sempat mencoba menuju bangunan-bangunan lain tersebut, namun terhalang oleh semak belukar yang rapat dan tinggi.

"Kalau mau ke sana harus bawa parang buat bersihkan. Hati-hati juga, banyak ular," katanya.

Mengenai isu akan dijadikannya kawasan ini sebagai SPBU, warga tersebut mengaku sudah mendengarnya.

Namun, ia enggan berkomentar lebih lanjut.

"Katanya mau jadi SPBU atau bangunan lain, tapi kami tak bisa banyak bicara," ujarnya.

Menanggapi kondisi ini, para seniman di Sulawesi Utara melalui Gerakan Seniman Sulut (GEMAS) mendesak Pemerintah Provinsi untuk segera menghidupkan kembali Taman Budaya Sulut yang telah terbengkalai sejak 2017.

Koordinator GEMAS, Aldes Sambalao, menyebut kondisi ini sebagai bentuk nyata dari musibah kebudayaan.

Dalam rilis yang diterima Tribun Manado, Alfred Pontolondo—salah satu narahubung GEMAS—mengungkapkan bahwa sejak pengosongan kawasan Taman Budaya di Rike, para seniman kehilangan ruang untuk berlatih, berproses, dan mempertunjukkan karya seni.

"Taman Budaya dulu adalah rumah kami. Sekarang sudah seperti hutan dengan bangunan yang rusak. Kami kehilangan tempat berkarya, kehilangan pusat peradaban seni," kata Alfred saat dikonfirmasi pada Senin (6/10/2025).

Taman Budaya Sulut sendiri diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Fuad Hasan, pada 8 Januari 1987. Tempat ini pernah menjadi pusat kegiatan seni lintas disiplin, seperti teater, musik, tari, hingga seni rupa.

Namun sejak pembubaran Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya dan pemindahan staf ke Museum
Negeri, kawasan tersebut dibiarkan kosong dan tidak terurus.

Menurut Pontolondo, sebagian aset seperti kursi, meja, dan peralatan kesenian hilang tanpa jejak.

“Sejak 2017, fasilitas habis, tempatnya kosong, lalu sekarang kabarnya mau dijadikan SPBU. Ini sungguh menyakitkan bagi dunia seni budaya di Sulut,” tegasnya.

GEMAS juga menyoroti ketimpangan perhatian pemerintah terhadap sektor budaya. Menurut mereka, kebijakan selama ini terlalu fokus pada sektor ekonomi dan olahraga, sementara kesenian justru dianaktirikan.

“Kalau olahraga bisa mendapat dukungan luar biasa, kenapa seni tidak? Seni juga menjaga kesehatan jiwa masyarakat,” kata Pontolondo.

GEMAS menuntut dua hal utama: pertama, agar Pemerintah Provinsi Sulut membangun kembali dan menghidupkan fungsi Taman Budaya Sulut sebagai pusat kreativitas seni dan pembinaan generasi muda; kedua, mengembalikan fungsi Gedung Kesenian Pingkan Matindas sebagai ruang seni publik.

Mereka juga mengapresiasi langkah Gubernur Sulut Yulius Selvanus yang telah menganggarkan Rp15 miliar untuk revitalisasi Museum Negeri Sulawesi Utara, namun berharap perhatian yang sama diberikan kepada Taman Budaya dan Gedung Kesenian.

“Kalau ini diwujudkan, maka itu akan menjadi legacy penting bagi Pak Gubernur. Beliau akan dikenang sebagai pemimpin yang peduli pada kebudayaan,” pungkas Alfred Pontolondo. (Art)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca juga: Sudah Empat Hari Tak Lagi Terjadi Antrean Panjang di SPBU Kadoodan Bitung Sulawesi Utara

 

 

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved