Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pahlawan Nasional

76 Tahun Gugurnya Robert Wolter Mongisidi: Diterjang 8 Peluru, Diantar 50 Ribu Orang ke Pemakaman

Pahlawan Nasional Republik Indonesia asal Manado Sulut Robert Wolter Mongisidi gugur pada 5 September 1949.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Rizali Posumah
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
PEMAKAMAN - Pemakaman Robert Wolter Mongisidi di Makassar, 6 September 1949. Pahlawan berdarah Bantik asal Manado, Sulawesi Utara ini gugur dalam usia 24 tahun. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pahlawan Nasional Republik Indonesia Robert Wolter Mongisidi gugur pada 5 September 1949.

Pahlawan berdarah Bantik asal Manado, Sulawesi Utara ini gugur dalam usia 24 tahun. Masih sangat muda. 

Bote, demikian nama panggilan kesayangannya, mati dieksekusi regu tembak Belanda di Pacinang Makassar. 

Jenazah Bote langsung dimakamkan Belanda di lokasi eksekusi, Kamis 5 September 1949.

Kini, 76 tahun kepergian Bote, ingatan terhadap peristiwa seputar gugurnya sang pemuda masih jelas. 

Gambaran peristiwa gugurnya Bote terekam jelas pada Robby, adiknya. Saat itu, Robby baru 13 tahun. 

"Sewaktu Bote gugur, kami semua, termasuk papa mama di Manado. Sebelumnya keluarga terus berdoa tapi itu jalannya," ungkap Robby Mongisidi kepada Tribunmanado.co.id, belum lama ini. 

Robby yang kini 88 tahun bercerita. Jenazah kakaknya dipindahkan ke Pemakaman  Kristen Pampang, Makassar sehari setelah dieksekusi, Jumat 6 September 1949.

Pemakaman Kristen Pampang kini telah menjadi kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. 

Jenazah Bote digali kemudian dibawa ke kediaman keluarga milik Kel. Mantik-Nune di Goa Weg (Jalan Goa) nomor 47 B. Sekarang jalan ini menjadi Jalan Ratulangi Makassar. 

Di sini, jenazah Bote dimandikan. Seorang kerabat bernama Niko yang turut memandikan dan mengganti baju Bote mengungkapkan, sang pemuda gugur terkena delapan butir peluru. 

"Kata Niko, kalau dari belakang tidak bisa karena terbongkar (tubuhnya). Dari depan, diperiksa, ada delapan," kata Robby lirih. 

Empat pelor menerjang dada kiri; satu di perut; satu di dada kanan; satu di pelipis kanan; satu dari ketiak kiri tembus ke ketiak kanan. 

Setelah dimandikan, jenazah Bote dipakaikan baju dan sepatu yang disediakan Dokter Towoliu. Setelan baju Merek Smart paling bagus waktu itu. Towoliu sendiri adalah dokter asal Pulau Tagulandang. 

Robby punya satu penyesalan. Baju yang dipakai Bote saat dieksekusi tak sempat diselamatkan. 

Menurut Niko, baju yang berlumur darah dan lobang peluru dibungkus dengan koran dan plastik dan ditanam dekat sumur.

"Andaikan itu masih ada, tentu bisa jadi bukti sejarah juga kan," ujarnya. 

Setelah itu dilaksanakan ibadah pelepasan oleh Pdt Soleman Undap.

"Kalau tidak salah, Pendeta Undap ini satu sekolah dengan Bote di Tomohon pada tahun 1942 hingga 1943," ujar Robby. 

Saat hendak dibawa ke ladang pekuburan, jenazah Bote telah dinanti puluhan ribu orang.

Kereta jenazah yang disiapkan tak jadi dipakai. 

"Perwakilan rakyat, pejuang bilang, kami masih sanggup untuk memikul Pahlawan kami," ujar Robby. 

Laporan media waktu itu, sedikitnya 50 ribu orang mengantar Bote ke pemakamaman.

Rute jenazah sepanjang 7 km dipenuhi orang yang datang memberi penghormatan terakhir kepada Sang Pahlawan. 

Peti jenazah Bote berbalut Bendera Merah Putih. 

"Kami keluarga di Manado dikirimi foto-foto dan surat kabar. Kami juga memang mendengar berita di RRI," katanya. 

Kata Robby, beberapa kisah lainnya ia dapatkan dari perbincangan dengan sejumlah saksi hidup beberapa waktu kemudian pasca-gugurnya sang kakak. 

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Baca juga: Libur Maulid, Pertamina Sulawesi Tambah Stok 521.920 Tabung LPG 3 Kg

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved