Setelah bos yang juga merupakan temanya itu pindah, ia memberanikan diri untuk melanjutkan usaha tersebut.
Awalnya hanya dua mesin dan dua orang pekerja.
Kini, ia sudah mempekerjakan enam orang, rata-rata berasal dari satu kampungnya.
“Jam kerja dari jam 8 pagi sampai 5 sore. Hari Minggu tutup,” ucapnya sambil melayani pengunjung yang datang.
Pelanggan terbanyak berasal dari kalangan pegawai kantor dan jemaat gereja.
Kemeja biasa dan pakaian dinas menjadi pesanan rutin.
Fajar bercerita, pandemi Covid-19 menjadi titik terendah usahanya.
Hampir sebulan, usaha jahit sepi pemesan. Namun, Fajar tak menyerah.
“Saya putar otak. Akhirnya kami buat masker dari kain. Waktu itu sangat dicari karena memang kebutuhan, itu yang bikin bisa bertahan."
"Waktu itu memang sangat sulit, sebulan kadang hanya satu orang yang datang buat jahit," lanjutnya bercerita.
Meski begitu, ia bersyukur bisa melewati semuanya. Kini, hasil kerja kerasnya mulai terlihat.
Dari usaha jahit, ia sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup serta membiayai pendidikan anak-anaknya.
Anak pertamanya telah lulus S1 di Unsrat, sementara anak kedua masih menimba pendidikan.
Bagi Fajar, kunci keberhasilan usaha jasa adalah Prinsip.
Yaitu profesionalisme dan menjaga kepercayaan pelanggan.