Luka-luka tersebut disebut sebagai hasil dari gerakan memanjat, kemungkinan besar saat Arya berada di rooftop lantai 12 Gedung Kemenlu.
Dari hasil uji toksikologi dan histopatologi, tim forensik tidak menemukan zat-zat beracun seperti sianida, arsenik, alkohol, narkoba, maupun pestisida yang bisa berdampak pada sistem pernapasan atau oksigenasi tubuh.
"Seluruh organ dan cairan tubuh milik almarhum ADP tidak terdeteksi senyawa toksin seperti pestisida, sianida, arsenik, alkohol, maupun narkoba," jelas AKP Ade Laksono, ahli toksikologi dari Puslabfor Polri.
Namun, Ade juga mengungkap bahwa ditemukan kandungan parasetamol dan CTM dalam tubuh Arya.
Parasetamol umum digunakan untuk meredakan nyeri atau demam, sementara CTM adalah antihistamin yang biasa digunakan untuk mengatasi alergi seperti gatal-gatal, bersin, atau mata berair.
"Temuan ini menunjukkan adanya konsumsi atau paparan obat sebelum kematian," ujar Ade Laksono.
Keluarga Ungkap Kecurigaan: “Kami Yakin, Arya Tidak Mengakhiri Hidupnya”
Kejanggalan demi kejanggalan membuat pihak keluarga semakin sulit menerima penjelasan resmi soal penyebab kematian Arya.
Melalui keterangan yang disampaikan Anjas Asmara, kakak ipar Arya Daru, keluarga mengungkap beberapa hal yang menurut mereka belum terjawab.
Meta Bagus, kerabat Arya yang juga menjadi juru bicara keluarga, tidak membantah soal memar yang ditemukan di tubuh Arya.
Ia bahkan mengakui melihat sendiri banyaknya memar di jasad Arya.
"Betul, memar-memarnya banyak," ujarnya kepada Anjas melalui pesan di Instagram.
Namun, yang menjadi perhatian utama keluarga adalah kesimpulan bahwa Arya mengakhiri hidupnya sendiri.
Meta Bagus secara tegas menyatakan, “Kami sangat yakin adik saya tidak mengakhiri hidupnya sendiri.”
Keluarga juga menolak mentah-mentah temuan CTM dalam tubuh Arya, dengan alasan tidak ada riwayat alergi yang membutuhkan obat tersebut.