TRIBUNMANADO.CO.ID - Kasus kematian anggota TNI Prada Lucky Chepril Saputra Namo tengah menjadi perhatian publik.
Prada Lucky diduga menjadi korban kekerasan oleh para seniornya hingga meninggal dunia.
Ada kekerasan dana lingkungan TNI membuat publik geram hingga meminta para pelaku segera diproses hukum.
Terkait hal tersebut dari DPR RI juga turut menanggapi soal kasus kekerasan di lingkungan TNI.
Prajurit TNI tewas di tangan para senior membuat publik menyoroti senioritas berbahaya di institusi TNI, khususnya matra Angkatan Darat.
Baca juga: Penggunaan Lagu di Acara Pernikahan Kini Kena Royalti, Segini Tarifnya
Peristiwa tersebut tak hanya memunculkan duka mendalam, tetapi juga mengingatkan bahwa kekerasan berbasis senioritas -antara prajurit senior dan junior- di tubuh TNI masih menjadi persoalan serius dan dianggap “tradisi”.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan, relasi senior-junior seharusnya dibangun atas dasar saling menghargai, bukan melalui intimidasi atau kekerasan.
Meski pembinaan dan kedisiplinan adalah hal mutlak, cara-cara yang digunakan harus tetap menjunjung nilai kemanusiaan dan hukum yang berlaku.
“Hal tersebut tentu saja jangan sampai terulang lagi. Hubungan antara senior dan junior jangan kemudian didasarkan oleh tindak atau perilaku kekerasan, namun bagaimana saling hormat dan menghormati, saling menghargai,” ujar Puan di Gedung DPR RI, Senin (11/8/2025).
Politikus PDI-P itu pun menegaskan bahwa penegakan hukum harus berjalan tegas dan transparan terhadap seluruh tersangka. Dia juga meminta penyidikan tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka, tetapi juga mengungkap penyebab peristiwa ini.
Hingga kini, penyidik Polisi Militer telah menetapkan 20 prajurit TNI sebagai tersangka, termasuk seorang perwira muda berpangkat letnan dua yang menjabat komandan peleton.
“Tentu saja harus diproses secara adil dan diproses dengan baik, apa yang menjadi penyebab dan bagaimana. Nantinya harus diberikan hukuman jera yang sebaik-baiknya,” kata Puan.
Perwira muda di pusaran kasus
Keterlibatan seorang perwira muda lulusan Akademi Militer membuat kasus ini semakin mencengangkan.
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) Tb Hasanuddin menyesalkan peristiwa tersebut.
“Awalnya saya pikir benar hanya empat orang pelakunya. Setelah dilakukan pengembangan menjadi 20. Dan lebih menarik, di dalamnya adalah komandan peletonnya. Seorang perwira berpangkat letnan dua, lulusan Akademi Militer. Masih muda sekali, mungkin umur sekitar 24-25. Tetapi ikut terlibat. Ini yang saya sesalkan,” ujar Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (12/8/2025).
Pensiunan TNI Angkatan Darat itu mengatakan, keberadaan perwira muda di barak prajurit adalah hal yang wajar. Namun, kehadiran mereka seharusnya untuk mengawasi dan membina, bukan ikut serta melanggar hukum.
“Makanya para perwira letnan dua, letnan satu yang masih muda-muda itu harus tinggal bersama prajurit di barak untuk mengawasi ini. Bukan sebaliknya, malah terlibat dalam sebuah kejahatan bersama-sama,” ujarnya.
Mantan Ajudan Presiden ke-3 RI BJ Habibie itu pun mendesak Polisi Militer mengungkap motif para pelaku nekat menganiaya Prada Lucky hingga tewas. Publik, kata dia, berhak mengetahui alasan di balik kekerasan yang berujung kematian tersebut.
“Saya minta kepada Polisi Militer, coba dikejar. Apa sih sebetulnya motifnya? Ceritanya seperti apa kasus itu. Kok sampai dibunuh?” ucapnya.
Politikus PDI-P itu enggan mempersoalkan munculnya asumsi bahwa pada awalnya para pelaku tidak berniat membunuh. Namun, kekerasan yang dilakukan beramai-ramai oleh puluhan orang dengan pukulan khas militer ke titik-titik mematikan, tetap akan membuat korban tidak mampu bertahan.
“Dengan dipukuli beramai-ramai oleh sekian puluh orang, dan tentu pukulannya pukulan militer yang mengarah pada titik-titik mematikan, ya matilah,” jelas Hasanuddin.
Dari “pembinaan” ke kekerasan
Prada Lucky (23) adalah prajurit TNI AD yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Pada Rabu (6/8/2025), dia mengalami kekerasan dari para seniornya di markas.
Korban pun meninggal dunia menjalani perawatan intensif di Unit Perawatan Intensif (ICU) RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo.
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto mengatakan, 20 prajurit telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk seorang perwira. Seluruhnya kini diperiksa secara intensif oleh Polisi Militer Kodam Udayana.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menjelaskan, kekerasan itu bermula dari kegiatan pembinaan prajurit. Dia menegaskan, pembinaan sejatinya tidak boleh berujung pada kekerasan.
“Kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit. Tapi bisa saya katakan bahwa kegiatan pembinaan prajurit itu yang mendasari suatu hal terjadi pada masalah ini,” kata Wahyu.
Wahyu membenarkan adanya perwira yang diduga sengaja memberi kesempatan bawahannya melakukan kekerasan. Tindakan itu diatur dalam Pasal 132 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.
“Militer yang dengan sengaja mengizinkan seorang bawahan atau militer lainnya untuk melakukan tindak kekerasan itu juga akan dikenai sanksi pidana,” ujarnya.
Peringatan ubah Budaya
Bagi Hasanuddin, tragedi ini harus menjadi pelajaran besar bagi institusi untuk segera berbenah, dan mengubah budaya hubungan serta pembinaan prajurit senior ke junior.
Jika evaluasi menyeluruh tidak segera dilakukan, kekerasan serupa dikhawatirkan akan kembali terulang. Kejadian tersebut pun tak hanya akan meninggalkan luka bagi keluarga korban, tetapi juga bagi kehormatan institusi TNI.
Oleh karena itu, Hasanuddin mengusulkan agar Panglima TNI dan para Panglima Kodam di seluruh Indonesia perlu membuat pedoman yang jelas, mengenai hubungan sehat antara prajurit senior dan junior.
“Saya berharap kepada Panglima TNI, juga kepada Panglima Kodam di seluruh Indonesia, cobalah sekarang dibuat sebuah petunjuk. Hubungan yang sehat antara senior dan junior itu seperti apa,” kata Hasanuddin.
Pedoman itu, lanjutnya, harus menekankan sikap saling menghormati dan menghapus arogansi, baik antara senior dan junior maupun antara komandan dan prajurit.
“Jangan ada sifat arogansi lah. Ya biasa-biasa saja. Toh sesudah pensiun, kita kembali menjadi masyarakat biasa, baik senior maupun junior. Jadi, harus ada petunjuk yang jelas seperti apa sikap dan perlakuan senior pada junior. Seharusnya memberi contoh, memberikan arahan yang positif. Itu harapan saya,” tutur Hasanuddin.
Sebagai pensiunan TNI, Hasanuddin mengakui bahwa kepemimpinan di lingkungan militer menuntut ketegasan.
Namun, sejak tahun 1974-1975 sudah ada instruksi yang melarang tindakan fisik berupa pemukulan atau penyiksaan terhadap prajurit.
“Memberikan hukuman disiplin berupa push-up, squat jump, atau pembinaan fisik lain itu pun ada batasannya. Dan ini harus diulang lagi oleh para komandan sekarang ini,” jelas Hasanuddin.
Berikut identias mereka yang dikutip dari Tribunnews.com:
Pemukulan Menggunakan Selang:
· Letda Inf Thariq Singajuru
· Sertu Rivaldo Kase
· Sertu Andre Manoklory
· Sertu Defintri Arjuna Putra Bessie
· Serda Mario Gomang
· Pratu Vian Ili
· Pratu Rivaldi
· Pratu Rofinus Sale
· Pratu Piter
· Pratu Jamal
· Pratu Ariyanto
· Pratu Emanuel
· Pratu Abner Yetersen
· Pratu Petrus Nong Brian Semi
· Pratu Emanuel Nibrot Laubura
· Pratu Firdaus
Pemukulan Menggunakan Tangan:
· Pratu Petris Nong Brian Semi
· Pratu Ahmad Adha
· Pratu Emiliano De Araojo
· Pratu Aprianto Rede Raja
Artikel telah tayang di Kompas
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini