Menariknya, Riko juga melihat tren ini sebagai bagian dari dinamika sosial dan kritik publik terhadap pemerintah.
Ia menilai, penggunaan simbol budaya populer seperti bendera bajak laut One Piece tak lepas dari keresahan masyarakat terhadap kondisi pemerintahan.
“Ini adalah bentuk simbolik dari kritik publik terhadap penyelenggaraan negara. Sama halnya seperti simbol ‘Indonesia Darurat’ yang pernah ramai digunakan sebelumnya,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah sebaiknya memaknai fenomena ini sebagai bentuk masukan, bukan sekadar tindakan pelanggaran.
Respons yang represif justru bisa memperkuat kesan bahwa aspirasi masyarakat tidak diakomodasi secara sehat.
Muncul di Berbagai Tempat
Di media sosial, beberapa warganet terlihat membagikan unggahan pengibaran bendera One Piece di berbagai lokasi seperti pagar rumah, atap truk, perahu kayu, hingga spanduk pribadi.
Salah satu unggahan viral datang dari akun Instagram @putra.irwandi01, yang menyebut aksinya sebagai wujud cinta kepada tanah air meskipun kecewa pada pemerintah.
“Tetap cinta dengan negaranya, tapi tidak dengan pemerintahnya,” tulisnya.
Meskipun demikian, para pakar tetap mengingatkan bahwa semangat kritik dan kreativitas tersebut harus dilakukan tanpa melanggar aturan yang melindungi kehormatan simbol negara.
Anggota DPR Sebut Makar
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, tegas melarang adanya pengibaran bendera bajak laut dari serial animasi One Piece oleh sejumlah sopir truk dan sebagian masyarakat, yang dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah.
Firman menilai, tindakan itu sebagai bentuk kemerosotan pemahaman terhadap ideologi negara, sekaligus sebagai bentuk provokasi yang berbahaya menjelang peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus.
"Oleh karena itu, bagian daripada makar mungkin malah itu. Nah, ini enggak boleh. Ini harus ditindak tegas," kata Firman, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Firman mengaku, hal tersebut juga menjadi perhatian DPR dan lembaga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Ia menyebutkan, perkembangan teknologi digital membuat provokasi dan penyebaran informasi yang menyesatkan menjadi lebih mudah dilakukan.
Karena itu, ia menegaskan pentingnya penguatan pendidikan ideologi Pancasila sejak dini, mulai dari tingkat SD hingga SMA.