TRIBUNMANADO.CO.ID – Menjadi guru di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) bukan perkara mudah.
Hal itu dirasakan betul oleh Savelia Viane Warouw, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah mengabdi sebagai guru IPA di SMP Negeri 6 Satap Tabukan Utara, Pulau Matutuang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sabtu (26/7/2025).
Lahir di Kakas, Kabupaten Minahasa, 4 Oktober 1994, Savelia diangkat sebagai PNS pada 1 Maret 2019. Sejak saat itu, ia memulai pengabdiannya di pulau kecil yang terletak di tapal batas Indonesia-Filipina.
Menjadi guru di daerah 3T benar-benar menjadi ujung tombak pendidikan. Ini menjadi pengalaman sekaligus pembelajaran hidup bagi saya sendiri," ungkap Savelia kepada Tribun.
Mengajar di Matutuang tidak hanya soal menjalankan kurikulum. Tantangan utama justru datang dari hal-hal mendasar.
Kendala bahasa menjadi salah satu rintangan awal, karena sebagian besar masyarakat di sana menggunakan bahasa Sangihe dan Bisaya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana seperti air bersih dan listrik juga menjadi tantangan rutin.
“Kebanyakan warga hanya mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Listrik pun hanya tersedia 12 jam di malam hari, dan sinyal komunikasi juga sangat terbatas,” jelasnya.
Kondisi ini membuat guru-guru di wilayah 3T kesulitan untuk mengakses informasi, berkomunikasi dengan keluarga, maupun mengikuti pembelajaran daring.
Meski tantangan kerap menghadang, ibu muda ini tetap setia mengabdi. Kebahagiaan sejati bagi dirinya adalah saat menyaksikan murid-muridnya mampu membaca, menulis, berhitung, bahkan berani bermimpi besar.
"Kebahagiaan itu tak bisa diukur dengan materi. Anak-anak di sini punya semangat luar biasa jika diberikan kesempatan," tuturnya.
Menurutnya, masyarakat di daerah perbatasan sangat menghargai kehadiran guru.
Ia merasa disambut hangat, bahkan diperlakukan layaknya keluarga sendiri. Lingkungan yang masih asri juga menjadi nilai tambah tersendiri bagi ketenangan batin dan kesehatan mental.
Namun di sisi lain, jauh dari keluarga dan teman sebaya kerap membuat rasa sepi menyergap, terlebih bagi guru yang baru pertama kali mengajar di wilayah terpencil.
Melalui Tribun, Savelia menyampaikan harapannya kepada pemerintah agar lebih memperhatikan kondisi pendidikan di daerah perbatasan, terutama dalam hal penyediaan sarana dasar seperti air bersih, listrik, serta akses data warga tanpa dokumen.
“Banyak anak-anak dari keluarga dari Filipina yang tidak bisa lanjut sekolah karena masalah data. Mereka butuh solusi dan perhatian,” tegasnya.
Bagi Savelia Warouw, mengajar di ujung negeri bukan sekadar pekerjaan, tapi panggilan hati.
Ia percaya bahwa masa depan Indonesia juga sedang dibangun di perbatasan, lewat tangan-tangan pendidik yang setia seperti dirinya.
Nama : Savelia Viane Warouw
TTL : Kakas, Kabupaten Minahasa, 4 Oktober 1994
Pekerjaan : Aparatur Sipil Negara (ASN)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Threads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.