TRIBUNMANADO.CO.ID - Meredam gejolak harga beras di Sulawesi Utara butuh kolaborasi semua pihak terkait.
Kenaikan harga beras saat ini disebabkan multi-faktor. Hal ini mendapatkan sorotan dari para wakil rakyat di DPRD Provinsi Sulawesi Utara.
Anggota Komisi II, Jeane Laluyan berharap Pemprov Sulut lewat dinas terkait mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang.
Ia membeberkan hasil turun lapangan dan koordinasi ke berbagai pihak. Kebaikan harga beras disebabkan penurunan produksi di petani lokal Sulawesi Utara.
"Kami berdialog dengan petani di Kotamobagu, kenapa produksi turun. Mereka kesulitan pupuk, bibit yang kurang unggul. Belum lagi hama tikus," kata Laluyan, Rabu (16/7/2025).
Katanya, harga beras karena pemerintah selama ini tidak bisa menyelesaikan persoalan klasik.
"Ada alih fungsi lahan masif. Irigasi yang kurang baik," katanya.
Sementara, Dinas Pertanian hanya terpaku pada rutinitas, melaporkan produksi yang kerap tidak akurat.
"Laporan produksi beras kita surplus tapi kenyataan di lapangan lain," katanya
Karena itu, srikandi PDIP ini berharap ada langkah proaktif untuk menangani soal beras ini. "Mari kita sama-sama, turun lapangan, data, lalu action," kata politisi asal Kota Manado ini.
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Bulog, Dinas Pertanian dan Dinas Pangan, Anggota Komisi II lainnya, Angelia Wenas mengungkapkan ironi.
Petani dan nelayan di Bolmong Raya--daerah sentra beras--justru merasakan betapa sulitnya ketika harga beras naik.
Ia mengungkapkan, saat ini harga beras sudah Rp 700 ribuan per karung (50 kg). "Ada masalah lain, yakni kebutuhan gizi anak-anak petani dan nelayan ini terancam. Beras mahal," kata srikandi Partai Demokrat ini.
Katanya, petani dan nelayan sangat terdampak karena pekerja harian. Gaji hari ini untuk makan hari itu juga.
"Kalau mereka tidak dapat ikan, tidak ada uang beli beras. Mau makan pisang atau ubi kasihan anak-anak. Sebab yang menentukan juga torang pe anak-anak mestinya ada asupan gizi,” kata Angelia.