Meliputi pengelolaan bahan baku, efisiensi energi, pengelolaan air, serta pengurangan limbah.
Hal ini bertujuan untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia bertransformasi menjadi lebih ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan sumber daya.
Penerapan standar ini telah membantu mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas industri, yang juga berkontribusi terhadap pencapaian target pengurangan emisi yang ditetapkan.
Kemenperin juga tengah memperkuat ekosistem industri hijau yang sudah ada, guna mendukung efisiensi sumber daya dan memastikan prinsip berkelanjutan melalui pengembangan GISCO (Green Industry Service Company).
GISCO ditargetkan menjadi jembatan antara industri dan penyedia pendanaan hijau (green financing provider) dengan proses agregasi pendanaan sesuai kebutuhan industri, agar perusahaan tidak terbebani biaya yang tinggi.
"GISCO nanti akan kami fasilitasi, di dalam GISCO nantinya akan bergabung para investor, termasuk yang berasal dari financial institution, yang akan mendanai program-program transformasi industri di Indonesia menuju industri yang lebih berkelanjutan," terang Agus.
Menperin menyadari bahwa percepatan transformasi ini sangat penting, namun biayanya tidak kecil. Transformasi seperti ini masih terhitung mahal dan sebagian besar pelaku usaha masih menganggapnya sebagai beban biaya (cost), bukan sebagai investasi.
"Ini merupakan tantangan klasik. Karena itu, pemerintah harus hadir dan mengambil peran untuk membantu menyiapkan skema pendanaan yang dapat digunakan oleh pelaku industri dalam menjalankan proses transformasi," ungkapnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com