Mata Lokal Fest 2025

Kemenperin Targetkan 10 Tahun Net Zero Emission, Ini Langkah yang Disiapkan

Editor: Alpen Martinus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MATA LOKAL FEST - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menerima cinderamata dari Chief Executive Officer (CEO) Tribun Network Dahlan Dahi usai acara Mata Lokal Festival 2025 di Jakarta, Kamis 8 Mei 2025.

TRIBUNMANADO.CO.ID- Polusi udara yang dihasilkan oleh industri ternyata sudah menjadi masalah besar di Indonesia.

Di kawasan industri atau perkotaan saat ini sangat susan untuk menghirup udara bersih.

Itu sebabnya, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mencari solusi.

Baca juga: Sosok Ema Suranta Penerima Penghargaan Ajang Mata Lokal Fest 2025, Sukses Olah Sampah Organik

bahkan kini Kemenperin sudah mulai berusaha untuk mengurangi bahkan menghilangkan emisi karbon di udara yang dapat menggangu kesehatan.

Kemenperin pun menargetkan waktu 10 tahun untuk Net Zero Emission (NZE) untuk sektor industri pada tahun 2050.

Ada beberapa langkah yang disiapkan untuk mewujudkan target tersebut.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, langkah dekarbonisasi industri juga membuka peluang besar bagi investasi di sektor ini.

"Dekarbonisasi menawarkan peluang besar bagi industri, dengan membuka akses ke konsumen yang mendukung produk ramah lingkungan, serta memberikan peluang pasar baru melalui kebijakan pemerintah yang ketat terhadap emisi," ungkap Agus dalam acara Tribun Network Mata Lokal Festival 2025 yang bertajuk “Cutting Edge For Local Sustainbility” di Jakarta, Kamis (8/5/2025) .

Agus menambahkan, sebanyak 57 persen investor saat ini lebih berminat menanamkan modal pada industri yang memiliki prinsip keberlanjutan.

"Prinsip berkelanjutan juga menjadi preferensi utama bagi investor, di mana sekitar 57 persen investor menunjukkan minat yang lebih besar terhadap investasi berkelanjutan," ucap Menperin.

Sebagai bagian dari Strategi Dekarbonisasi Industri, Kemenperin telah menetapkan berbagai langkah untuk mendukung transisi industri menuju ekonomi yang lebih hijau. 

Jurus yang diambil adalah dengan menyusun Peta Jalan Dekarbonisasi, implementasi Mekanisme Perdagangan Karbon, serta Kebijakan Pengurangan Emisi yang dirancang untuk memastikan sektor industri dapat beradaptasi dengan target Net Zero Emission pada 2050.

Selain itu, Kemenperin juga fokus pada penerapan Ekonomi Sirkular, Carbon Capture and Utilization (CCU) dan pengembangan Standar Industri Hijau, yang mendorong efisiensi dan keberlanjutan dalam setiap proses produksi.

"Terdapat sembilan sektor industri yang menjadi prioritas pengurangan emisi, yakni industri semen, ammonia,  logam, pulp dan kertas, tekstil, kimia, keramik dan kaca, makanan dan minuman, serta transportasi," kata Menperin.

Langkah dekarbonisasi industri dibuktikan Kemenperin dengan menerbitkan 149 Sertifikasi Standar Industri Hijau hingga Desember 2024, dengan 62 Standar Industri Hijau dan 46 Regulasi Standar Industri Hijau.

Meliputi pengelolaan bahan baku, efisiensi energi, pengelolaan air, serta pengurangan limbah. 

Hal ini bertujuan untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia bertransformasi menjadi lebih ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan sumber daya.

Penerapan standar ini telah membantu mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas industri, yang juga berkontribusi terhadap pencapaian target pengurangan emisi yang ditetapkan.

Kemenperin juga tengah memperkuat ekosistem industri hijau yang sudah ada, guna mendukung efisiensi sumber daya dan memastikan prinsip berkelanjutan melalui pengembangan GISCO (Green Industry Service Company).

GISCO ditargetkan menjadi jembatan antara industri dan penyedia pendanaan hijau (green financing provider) dengan proses agregasi pendanaan sesuai kebutuhan industri, agar perusahaan tidak terbebani biaya yang tinggi.

"GISCO nanti akan kami fasilitasi, di dalam GISCO nantinya akan bergabung para investor, termasuk yang berasal dari financial institution, yang akan mendanai program-program transformasi industri di Indonesia menuju industri yang lebih berkelanjutan," terang Agus.

Menperin menyadari bahwa percepatan transformasi ini sangat penting, namun biayanya tidak kecil. Transformasi seperti ini masih terhitung mahal dan sebagian besar pelaku usaha masih menganggapnya sebagai beban biaya (cost), bukan sebagai investasi.

"Ini merupakan tantangan klasik. Karena itu, pemerintah harus hadir dan mengambil peran untuk membantu menyiapkan skema pendanaan yang dapat digunakan oleh pelaku industri dalam menjalankan proses transformasi," ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Berita Terkini