TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Sebanyak delapan botol air mineral, terdiri dari dua botol ukuran sedang dan lima botol ukuran satu liter, dibawa oleh masyarakat Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, Bitung, Sulawesi Utara (Sulut) ke kantor DPRD Bitung pada Senin (13/1/2025).
Delapan botol tersebut berisi air yang berwarna hitam pekat, kabur, dan abu-abu, yang diambil dari aliran sungai yang tercemar akibat aktivitas perusahaan PT Futa Sulut.
Perusahaan yang berlokasi di Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, dan beroperasi di kawasan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), memproduksi kertas dengan bahan baku kertas dan karton bekas untuk diekspor.
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh air dan udara dari aktivitas perusahaan tersebut telah memicu protes keras dari masyarakat Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari.
Pada Senin (13/1/2024), sejumlah warga bersama Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan GMNI Bitung membawa masalah ini ke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Bitung.
RDP yang berlangsung lebih dari empat jam tersebut dihadiri oleh masyarakat Kelurahan Tanjung Merah, PT Futa Sulut, Dinas Lingkungan Hidup, Camat Matuari, serta Lurah Tanjung Merah, dan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III Ahmad Syafrudin Ila dari Fraksi PDI Perjuangan.
Sekretaris Komisi III, Geraldo Podomi dari Fraksi Golkar, serta anggota Henkie Tumangkeng, Aldo Ratungalo dari Fraksi PDIP, dan Yani Ponengoh dari Fraksi Gerindra juga hadir dalam rapat tersebut.
Dalam RDP, Joppy Wawoh, Fanny Sambouw, Jefry Palinewen, dan Billy Ladi secara tegas menyampaikan pernyataan sikap mereka, yang meminta agar PT Futa Sulut ditutup.
“Kami meminta agar perusahaan ini ditutup karena telah mencemari lingkungan yang berdampak pada masyarakat Tanjung Merah,” kata Fanny Sambouw saat membacakan pernyataan sikap.
Joppy Wawoh, perwakilan warga lainnya, dengan suara lantang menyatakan, "Hentikan sementara aktivitas PT Futa Sulut."
Ia juga meminta jaminan dari DPRD untuk menangani limbah yang dibuang oleh perusahaan tersebut, yang semakin merusak lingkungan.
"Limbah yang mereka buang menyebabkan iritasi kulit, merusak terumbu karang di pantai, merusak tanaman kangkung, dan membahayakan ternak ikan milik warga karena limbah itu mengandung racun," ungkap Joppy Wawoh dalam RDP dengan DPRD dan Pemkot Bitung.
Joppy juga menekankan bahwa racun yang dibuang oleh perusahaan jangan sampai menyebabkan dampak yang lebih buruk.
Billy Ladi, perwakilan warga lainnya, menjelaskan bahwa selain pencemaran air, perusahaan juga menyebabkan pencemaran udara yang ditandai dengan bau menyengat saat produksi berlangsung.
"Bau tersebut sangat menyengat. Bahkan, ada anak warga yang harus dirawat di rumah sakit karena terpapar," kata Billy Ladi.